41. PERDEBATAN YESUS DENGAN PARA ALIM ULAMA DI BAIT ALLAH


28 Januari 1944

Aku melihat Yesus. Ia seorang remaja. Ia mengenakan sehelai jubah yang aku pikir terbuat dari linen putih, dan jubah itu terjuntai hingga ke kaki-Nya. Di atas jubah, Ia mengenakan sehelai kain persegiempat berwarna merah pucat. Ia tidak mengenakan apa-apa di kepala-Nya, rambut-Nya yang panjang terjuntai hingga separuh telinga-Nya dan warnanya agak lebih gelap dibandingkan ketika aku melihat-Nya semasa kanak-kanak. Ia seorang anak yang kuat dan sangat tinggi untuk usia-Nya, yang masih cukup belia, sebagaimana jelas terlihat dari wajah-Nya.

Ia menatapku sembari tersenyum dan merentangkan kedua tangan-Nya ke arahku. Tapi senyum-Nya sudah seperti yang aku lihat pada-Nya ketika Ia seorang Dewasa: lembut namun agak serius. Ia seorang Diri. Aku tidak melihat apa pun yang lain untuk sementara ini. Ia bersandar pada sebuah tembok rendah di sebuah jalan kecil yang seluruhnya naik turun, dengan bebatuan berserakan dan sebuah parit di tengahnya yang pada cuaca buruk pastilah berubah menjadi sebuah anak sungai. Tetapi sekarang parit itu kering sebab hari cerah.

Aku juga tampaknya pergi menghampiri tembok rendah itu dan aku melihat ke sekeliling dan ke bawah, seperti yang tengah dilakukan Yesus. Aku melihat sekelompok rumah yang tak beraturan formasinya.

Sebagian dari rumah-rumah itu tinggi, yang lainnya pendek, dan mereka terserak di segala penjuru. Mereka tampak bagai segenggam kerikil putih yang dihamburkan pada tanah yang gelap: perbandingan yang sederhana tapi bagus. Jalan-jalan dan jalur-jalur bagai pembuluh-pembuluh darah dalam warnanya yang putih. Di sana sini aku melihat beberapa tanaman menjorok keluar dari tembok-tembok. Banyak yang tengah berbunga sementara yang lain sudah diselimuti dengan daun-daun baru. Pastilah saat itu musim semi.

Di sebelah kiriku, adalah struktur raksasa Bait Allah, di atas tiga teras yang dipenuhi dengan bangunan-bangunan dan menara-menara dan halaman-halaman dan serambi-serambi. Di tengah, bangunan yang paling tinggi agung dan megah berdiri dengan kubah-kubah bulatnya, yang bercahaya dalam matahari seolah disalut dengan tembaga atau emas. Semuanya dikelilingi oleh tembok yang mengepung, bagai sebuah benteng. Sebuah menara yang lebih tinggi dari yang lainnya, yang dibangun di atas sebuah jalan yang agak sempit dan menanjak, memberikan pandangan jelas atas bangunan raksasa itu. Menara itu tampak bagai seorang pengawal jaga yang gagah.

Yesus menatap tempat itu. Ia lalu berbalik, bersandar kembali pada tembok, seperti yang dilakukan-Nya sebelumnya dan menatap sebuah bukit kecil yang ada di depan bangunan, bukit kecil yang dipadati dengan rumah-rumah pada kakinya, sementara bagian lainnya kosong. Aku melihat bahwa sebuah jalan berakhir di sana dengan sebuah bangunan melengkung, yang di atasnya tak ada suatu pun selain dari sebuah jalan yang dipaving dengan batu-batu kotak-kotak, yang tersusun longgar dan tak rata. Batu-batu itu tak terlalu besar, tidak seperti batu-batu di jalan-jalan konsuler Romawi: batu-batu itu lebih serupa dengan batu-batu klasik di jalan-jalan batu kuno di Viareggio (aku tidak tahu apakah masih ada yang tersisa) tapi batu-batu itu tidak tersusun rapat. Sungguh suatu jalan yang buruk. Wajah Yesus menjadi begitu serius hingga aku melihat pada bukit kecil itu dalam upaya mencari tahu penyebab kesedihan-Nya. Tapi aku tidak melihat suatu pun yang istimewa. Sebuah bukit kecil gundul dan tak ada lagi yang lain. Malahan aku kehilangan Yesus sebab ketika aku berpaling, Ia tak lagi di sana. Dan aku tertidur dengan penglihatan itu.

… Ketika aku bangun dengan kenangan tentangnya dalam hatiku, sesudah pulih kembali kekuatanku dan pikiranku dalam damai, sebab mereka semuanya tidur, aku mendapati diriku sendiri di suatu tempat yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Ada halaman-halaman dan sumber-sumber air dan serambi-serambi dan rumah-rumah, atau tepatnya paviliun-paviliun, sebab lebih serupa paviliun daripada rumah. Ada himpunan besar orang yang berpakaian gaya Yahudi kuno, dan ada banyak teriakan. Ketika aku melihat sekeliling aku menyadari bahwa aku berada dalam bangunan besar yang tadi dilihat Yesus, sebab aku melihat tembok yang mengepung sekelilingnya, menara yang mengawasinya dan bangunan mengagumkan yang berdiri di tengah, dan yang sekelilingnya ada serambi-serambi besar nan indah, di mana banyak orang sibuk dalam berbagai aktivitas.

Aku mengerti bahwa aku berada di halaman Bait Allah di Yerusalem. Aku melihat kaum Farisi dengan jubah-jubah panjang yang melambai-lambai, para imam berpakaian linen dan mengenakan plat-plat berharga di atas dada mereka dan pada dahi mereka dan dengan hiasan-hiasan kemilau lainnya di sana sini pada jubah mereka yang beragam, yang sangat lebar dan berwarna putih, yang diikatkan pada pinggang mereka dengan ikat pinggang-ikat pinggang yang mahal. Ada juga yang lain dengan hiasan yang lebih sedikit, tapi pastilah mereka masih termasuk golongan imam, dan dikelilingi oleh para murid yang lebih muda. Aku menyadari bahwa mereka adalah alim ulama Hukum.

Di antara segala orang ini aku tersesat, sebab aku tidak tahu mengapa atau apa yang aku lakukan di sini. Aku menghampiri sekelompok alim ulama di mana mereka baru saja memulai suatu debat teologis. Banyak orang melakukan yang sama. Di antara "para alim ulama" ada satu kelompok yang dipimpin oleh seorang bernama Gamaliel dan oleh seorang tua lain yang nyaris buta yang mendukung Gamaliel dalam perdebatan. Orang ini, yang namanya aku dengar sebagai Hillel (aku menulisnya dengan huruf 'h' sebab aku mendengar hembusan napas pada awal nama), kelihatannya adalah guru atau sanak dari Gamaliel, sebab Gamaliel memperlakukannya dengan ramah dan sekaligus hormat. Kelompok Gamaliel lebih berwawasan luas, sementara kelompok lain, yang jumlahnya lebih banyak, dipimpin oleh seorang  bernama Samai, yang dikenal dengan pandangan konservatifnya, tanpa toleransi serta penuh dengki sebagaimana telah dijelaskan dengan begitu baik dalam Injil.

Gamaliel, dikelilingi oleh sekelompok murid, sedang berbicara mengenai kedatangan Mesias, dan mendasarkan tafsirannya pada nubuat Daniel. Ia menyatakan bahwa Mesias pasti sudah dilahirkan, sebab tujuhpuluh minggu yang dinubuatkan, dari saat dekrit untuk membangun kembali Bait Allah dikeluarkan, telah lewat sepuluh tahun. Samai menentangnya dengan menyatakan bahwa, jika memang benar bahwa Bait Allah telah dibangun kembali, maka juga benar bahwa perbudakan Israel telah meningkat dan damai, yang akan didatangkan oleh Dia Yang disebut para nabi sebagai "Raja Damai", masih jauh dari dunia dan khususnya jauh dari Yerusalem. Sesungguhnya kota ditindas oleh musuh yang begitu lancang hingga memaksakan kuasanya dalam halaman Bait Allah, yang ada di bawah kuasa Menara Antonia, penuh dengan prajurit Romawi, yang dengan pedang siap menumpas kerusuhan apa pun yang mungkin bangkit demi kemerdekaan negeri.

Perdebatan, yang penuh pertentangan bertele-tele, berlangsung berlarut-larut. Semua alim ulama memamerkan pengetahuan mereka, bukan untuk mengalahkan para lawan mereka melainkan lebih untuk membangkitkan kekaguman atas diri mereka dari para pendengar. Tujuan mereka sangat jelas.

Dari kelompok orang percaya dekat sana terdengar suara lantang seorang anak laki-laki: "Gamaliel benar."

Ada kegemparan di antara khalayak ramai dan di antara kelompok alim ulama. Mereka mencari orang yang menginterupsi. Tapi tidaklah perlu mencarinya, sebab ia tidak bersembunyi. Ia menerobos orang banyak dan menghampiri kelompok "para rabbi". Aku mengenali Yesus-ku yang remaja. Ia penuh percaya diri dan tulus hati, mata-Nya bersinar dengan inteligensi.

"Siapakah Kau?" mereka bertanya kepada-Nya.

"Aku adalah seorang putra Israel, yang telah datang untuk menggenapi apa yang ditetapkan Hukum."

Jawaban-Nya yang berani dan jujur dihargai, dan mendatangkan bagi-Nya senyum kagum dan dukungan. Mereka menaruh minat pada si pemuda Israel.

"Siapakah nama-Mu?"

"Yesus dari Nazaret."

Rasa ramah memudar dalam kelompok Samai. Tapi Gamaliel, dengan lebih murah hati, melanjutkan pembicaraannya dengan Hillel. Sungguh Gamaliel yang dengan hormat mengusulkan kepada si orang tua: "Tanyakan sesuatu kepadanya."

"Berdasarkan apakah Kau mendasarkan keyakinan-Mu?" tanya Hillel. (Sekarang aku akan menempatkan nama-nama di depan jawaban agar ringkas dan jelas.)

Yesus: "Dari nubuat yang tak dapat salah mengenai saat dan tanda-tanda yang terjadi pada saat itu terjadi. Memang benar bahwa Kaisar menguasai kita, tapi dunia dan Palestina ada dalam keadaan damai begitu rupa ketika tujuhpuluh minggu berakhir, hingga memungkinkan Kaisar untuk memerintahkan sensus dalam wilayah kekuasaannya. Andai terjadi peperangan-peperangan dalam Kerajaan dan kerusuhan-kerusuhan di Palestina, maka dia tak akan dapat melakukannya. Sementara waktu itu sudah genap, pula periode lain selama enampuluh dua minggu ditambah satu dari penyelesaian Bait Allah juga sedang digenapi, maka Mesias akan diurapi dan sisa dari nubuat akan menjadi nyata bagi orang-orang yang tidak menghendaki-Nya. Dapatkah kalian meragukan itu? Tidak ingatkah kalian akan bintang yang dilihat oleh Para Majus dari Timur dan berhenti di atas langit di Betlehem di Yudea dan bahwa nubuat-nubuat serta penglihatan-penglihatan itu, dari Yakub dan sesudahnya, menunjukkan tempat itu sebagai tempat yang ditetapkan sebagai tempat kelahiran Mesias, putra dari putra dari putra Yakub, melalui Daud yang dari Betlehem? Tidakkah kalian ingat Bileam? "Sebuah Bintang akan lahir dari Yakub." Para Majus dari Timur, yang kemurnian dan imannya membuka mata dan telinga mereka, melihat Bintang dan mengerti Namanya: "Mesias", dan mereka datang untuk menyembah Terang yang telah turun ke dalam dunia."

Samai, menatap kepada-Nya: "Maksud-Mu Mesias dilahirkan di Betlehem- Efrata pada saat Bintang itu?"

Yesus: "Ya."

Samai: "Maka ia tidak lagi hidup. Tidak tahukah Kau, Nak, bahwa Herodes memerintahkan semua yang dilahirkan dari perempuan, dari usia satu hari hingga dua tahun, dibantai di Betlehem dan daerah-daerah sekitarnya? Kau, Yang begitu bijak dalam kitab-kitab, pasti juga tahu ini: 'Terdengarlah suara di Rama… Rahel menangisi anak-anaknya.' Lembah-lembah dan bukit-bukit di Betlehem, yang menampung airmata Rahel yang di ambang maut, dibiarkan penuh airmata, dan para ibu telah menangis lagi atas pembantaian anak-anak mereka. Di antara mereka, tentunya ada Bunda Sang Mesias."

Yesus: "Kau salah, orang tua. Ratapan Rahel berubah menjadi Hosana, sebab di sana, di mana ia melahirkan 'putra dari dukacitanya', Rahel yang baru telah memberikan kepada dunia Benyamin dari Bapa Surgawi, Putra dari tangan kanan-Nya, Ia Yang ditetapkan untuk menghimpun umat Allah di bawah tongkat kuasa-Nya dan membebaskannya dari perbudakan yang paling mengerikan."

Samai: "Bagaimana itu terjadi, jika Ia telah dibunuh?"

Yesus: "Tidakkah kalian baca mengenai Elia? Ia dibawa oleh kereta berapi. Dan tidak dapatkah Tuhan Allah menyelamatkan ImanuelNya agar Ia menjadi Mesias bagi umat-Nya? Ia, Yang membelah laut di depan Musa supaya Israel dapat berjalan di atas tanah kering menuju tanahnya, tidak dapatkah Ia mengutus para malaikat-Nya untuk menyelamatkan PutraNya, KristusNya, dari kekejian manusia? Dengan sungguh Aku katakan kepada kalian: Kristus hidup dan ada di tengah kalian, dan apabila saat-Nya tiba, Ia akan memperlihatkan DiriNya dalam kuasa-Nya." Yesus, sementara mengucapkan perkataan ini, yang telah aku garis bawahi, memperdengarkan suara lantang-Nya yang memenuhi udara. Mata-Nya lebih cemerlang dari sebelum-sebelumnya, dan dengan gerak wibawa dan janji Ia merentangkan tangan kanan-Nya dan menurunkannya seolah Ia tengah bersumpah. Ia seorang anak, namun sekhidmad orang dewasa.

Hillel: "Nak, siapakah yang mengajari-Mu perkataan-perkataan itu?"

Yesus: "Roh Allah. Aku tak memiliki guru manusia. Ini adalah Sabda Allah Yang berbicara kepada kalian melalui bibir-Ku."

Hillel: "Mendekatlah supaya aku bisa melihat-Mu, Nak, dan harapanku dihidupkan kembali oleh iman-Mu dan jiwaku diterangi oleh kecemerlangan -Mu."

Dan mereka menyuruh Yesus duduk di sebuah bangku tinggi tanpa sandaran antara Gamaliel dan Hillel dan mereka memberinya beberapa gulungan untuk dibaca dan diterangkan. Suatu pengujian yang sesuai. Orang banyak berkerumun dan mendengarkan. Yesus membaca dengan suara-Nya yang jelas: "Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allah-mu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir… Ada suara yang berseru-seru: 'Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN… maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan …'"

Samai : "Lihat itu, orang Nazaret. Dikatakan di sini mengenai perhambaan yang berakhir, tapi tidak pernah sebelumnya kita menjadi hamba seperti sekarang ini. Dan ada dikatakan mengenai seorang perintis jalan. Di manakah gerangan dia? Kau bicara omong kosong."

Yesus: "Aku katakan kepadamu bahwa peringatan sang Perintis Jalan seharusnya lebih ditujukan kepadamu dibandingkan kepada orang lain. Kepadamu dan kepada mereka yang sepertimu. Jika tidak, kau tidak akan melihat kemuliaan Tuhan, pun tidak akan mengerti sabda Allah sebab kepicikan, kesombongan dan kesesatan akan menghalangimu dari melihat dan mendengar."

Samai: "Beraninya Kau berbicara kepada seorang guru seperti itu!"

Yesus: "Aku berbicara demikian. Dan demikianlah Aku akan berbicara bahkan hingga ke kematian-Ku, sebab di atas-Ku ada kepentingan-kepentingan Allah dan cinta akan Kebenaran di mana Aku adalah Putranya. Dan Aku tambahkan, rabbi, bahwa perhambaan yang dibicarakan Nabi, dan yang Aku bicarakan, bukanlah seperti yang kau pikirkan, pun bukan hal kerajaan seperti yang kau pikirkan. Sebaliknya, melalui jasa-jasa Mesias manusia akan dibebaskan dari perhambaan si Jahat, yang memisahkan manusia dari Allah, dan tanda Kristus akan ada pada roh-roh, yang dibebaskan dari setiap kuk dan dijadikan milik kerajaan abadi. Segala bangsa akan menundukkan kepala, o keturunan Daud, di hadapan Taruk yang dilahirkan darimu dan yang akan tumbuh menjadi menjadi sebuah pohon yang menaungi segenap dunia dan menjulang hingga ke Surga. Dan di Surga dan di bumi setiap mulut akan memuji Nama-Nya dan bertekuk lutut di hadapan Yang Diurapi Allah, Raja Damai, sang Pemimpin, di hadapan Dia Yang dengan memberikan DiriNya Sendiri akan memenuhi setiap hati yang patah semangat dan jiwa yang kelaparan dengan sukacita dan makanan, di hadapan Yang Kudus Yang akan membangun suatu persekutuan antara Surga dan bumi. Bukan seperti Perjanjian yang dibuat dengan Tua-tua Israel ketika Allah memimpin mereka keluar dari Mesir, dengan memperlakukan mereka masih sebagai hamba-hamba,melainkan dengan mengalirkan suatu kebapaan surgawi ke dalam jiwa-jiwa manusia dengan Rahmat yang ditanamkan sekali lagi melalui jasa-jasa Penebus, melalui Siapa segenap orang baik akan mengenal Allah dan Bait Allah tidak akan lagi dirobohkan dan dihancurkan."

Samai: "Jangan menghujat, Nak! Ingat Daniel. Ia menyatakan bahwa setelah wafat Kristus, Bait Allah dan Kota Suci akan dihancurkan oleh suatu bangsa dan seorang pemimpin yang akan datang dari jauh. Sementara Kau beranggapan bahwa Bait Allah tidak akan lagi dihancurkan! Hormatilah para Nabi!"

Yesus: "Dengan sungguh Aku katakan kepadamu bahwa ada Seseorang Yang lebih tinggi dari para Nabi, dan kau tidak mengenal-Nya dan kau tidak akan mengenal-Nya sebab engkau tidak mau. Dan Aku katakan kepadamu bahwa apa yang Aku katakan adalah benar. Maut tidak akan berkuasa atas Bait Allah yang sejati. Melainkan seperti Yang Menguduskan-nya ia akan naik ke kehidupan abadi dan pada akhir dunia ia akan tinggal di Surga."

Hillel: "Dengarkan aku, Nak. Hagai mengatakan: '… Ia Yang Dinantikan oleh bangsa-bangsa akan datang… maka akan besarlah kemuliaan rumah ini, dan kemuliaan yang terakhir ini lebih dari yang sebelumnya.' Apakah ia mungkin merujuk pada Bait Allah yang tengah Kau bicarakan?"

Yesus: "Ya, guru. Itulah apa yang ia maksudkan. Ketulusanmu menghantarmu kepada Terang dan Aku katakan kepadamu: apabila kurban Kristus telah digenapi, engkau akan beroleh damai sebab engkau adalah seorang Israel tanpa kejahatan."

Gamaliel: "Katakan, Yesus. Bagaimana kedamaian yang dibicarakan para Nabi dapat diharapkan, jika kebinasaan akan datang menimpa bangsa ini lewat perang? Bicara dan terangilah juga aku."

Yesus: "Tidakkah kau ingat, guru, apa yang dikatakan oleh mereka yang hadir pada malam kelahiran Kristus? Bahwa para malaikat bermadah: 'Damai bagi manusia yang berkehendak baik' akan tetapi bangsa ini tidak memiliki kehendak baik dan tidak akan memiliki damai. Ia tidak akan mengenali Raja-nya, si Manusia Benar, sang Juruselamat, sebab mereka mengharap Ia adalah seorang raja dengan kekuasaan manusiawi, sementara Ia adalah Raja dalam roh. Mereka tidak akan mengasihi-Nya, sebab mereka tidak akan menyukai apa yang dikhotbahkan Kristus. Kristus tidak akan menaklukkan para musuh mereka bersama kereta-kereta perang mereka dan kuda-kuda mereka, sebaliknya Ia akan menaklukkan para musuh jiwa, yang berupaya membelenggu di neraka hati manusia yang diciptakan bagi Allah. Dan ini bukan kemenangan yang diharapkan Israel dari-Nya. Raja-mu akan datang, Yerusalem, dengan menunggang 'seekor keledai dan seekor anak kuda jantan', yakni, bangsa yang benar Israel dan orang-orang bukan Yahudi. Tapi Aku katakan kepadamu, bahwa anak kuda jantan akan lebih taat kepada-Nya dan akan mengikuti-Nya mendahului keledai dan akan bertumbuh di jalan Kebenaran dan Hidup. Karena kehendaknya yang jahat, Israel akan kehilangan damainya dan menderita selama berabad-abad dan akan menyebabkan Raja-nya menderita dan akan menjadikan-Nya Raja Dukacita Yang seperti dibicarakan Yesaya."

Samai: "Mulut-Mu berasa sekaligus susu dan hujat, orang Nazaret. Katakan: di manakah sang Perintis Jalan? Kapan kita memilikinya?"

Yesus: "Dia ada. Bukankah Maleakhi berkata: 'Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang'. Oleh karenanya, sang Perintis Jalan langsung mendahului Kristus. Ia telah ada, sebagaimana Kristus telah ada. Jika ada tahun-tahun yang lewat antara dia yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan Kristus, maka seluruh jalan akan terhalangi dan berliku-liku kembali. Allah mengetahui dan merencanakan sebelumnya bahwa si Perintis Jalan harus mendahului sang Tuan sesaat saja. Apabila kalian melihat Perintis Jalan, kalian akan dapat mengatakan: "Misi Kristus dimulai". Dan Aku katakan kepadamu: Kristus akan membuka banyak mata dan banyak telinga apabila Ia datang demikian. Akan tetapi Ia tidak akan membuka mata kalian ataupun orang-orang yang seperti kalian, sebab kalian akan membunuh Dia Yang memberikan Hidup kepada kalian. Akan tetapi ketika Sang Penebus duduk di atas tahta-Nya dan di atas altar-Nya, yang lebih tinggi dari Bait Allah ini, lebih tinggi dari Tabernakel yang tersimpan dalam Tempat Mahakudus, lebih tinggi dari Kemuliaan yang didukung oleh Kerubim, maka kutukan-kutukan bagi mereka yang hendak membunuh Kristus dan hidup bagi orang-orang bukan Yahudi akan mengalir dari beribu-ribu luka-Nya, sebab Ia, o guru yang tidak tahu mengenainya, bukan, Aku ulangi, bukan raja dari sebuah kerajaan manusiawi, melainkan dari sebuah Kerajaan rohani dan rakyat-Nya hanya mereka yang demi Dia mau belajar untuk hidup kembali dalam roh dan, seperti Yunus, sesudah dilahirkan, mau belajar untuk dilahirkan kembali, di pantai-pantai yang lain: "Pantai-pantai Allah", melalui suatu hidup kembali secara rohani yang akan terjadi melalui Kristus, Yang akan memberikan Hidup sejati kepada manusia."

Samai dan para pengikutnya: "Orang Nazaret ini adalah Setan!"

Hillel dan para pengikutnya: "Bukan. Anak ini adalah seorang Nabi Allah. Tinggallah bersamaku, Nak. Usia tuaku akan memindahkan apa yang aku tahu ke dalam pengetahuan-Mu dan Kau akan menjadi Guru dari umat Allah."

Yesus: "Aku katakan dengan sungguh kepadamu bahwa andai ada banyak orang sepertimu, maka keselamatan akan datang bagi Israel. Tetapi saat-Ku belum tiba. Suara-suara dari Surga berbicara kepada-Ku dan dalam kesendirian Aku harus mengumpulkannya hingga saat-Ku tiba. Maka bibir-Ku dan darah-Ku akan berbicara kepada Yerusalem, dan nasib para Nabi yang dirajam dan dibunuh olehnya, juga akan menjadi nasib-Ku. Tetapi di atas hidup-Ku ada Tuhan Allah, kepada Siapa Aku menyerahkan DiriKu sebagai seorang hamba yang setia, menjadikan DiriKu suatu tumpuan bagi kemuliaan-Nya, seraya menantikan saat Ia akan menjadikan dunia sebuah tumpuan bagi kaki Kristus. Nantikanlah Aku di saat-Ku. Batu-batu ini akan mendengar suara-Ku lagi dan gemetar mendengar perkataan terakhir-Ku. Diberkatilah mereka, yang dalam suara itu mendengarkan Allah dan karenanya percaya kepada-Nya. Kepada mereka Kristus akan memberikan kerajaan itu yang dibayangkan oleh keegoisanmu sebagai sebuah kerajaan manusiawi, sementara ia asalah sebuah kerajaan surgawi dan karenanya Aku katakan: "Ini hamba-Mu, Tuhan, Yang telah datang untuk melakukan kehendak-Mu. Biarlah itu terjadi, sebab Aku sangat rindu menggenapinya."     

Dan di sini, dengan penglihatan akan Yesus dengan wajah-Nya menyala oleh semangat rohani dan terangkat ke Surga, tangan-tangan-Nya terentang, berdiri tegak di tengah para alim ulama yang takjub, penglihatan berakhir. (dan ini pukul 03:30 tanggal 29).


29 Januari 1944

Ada dua hal di sini yang hendak aku katakan kepadamu dan yang pasti akan menarik perhatianmu. Aku telah memutuskan untuk menuliskannya begitu aku bangun dari sadarku. Tapi, sebab ada sesuatu yang lebih penting, aku akan menuliskannya nanti. […]

Apa yang hendak aku katakan kepadamu sejak awal adalah ini. Hari ini engkau menanyakan kepadaku bagaimana aku dapat memperoleh nama-nama Hillel, Gamaliel dan Samai.

Adalah suara yang aku sebut "suara kedua" yang mengatakan hal-hal ini kepadaku. Suara yang bahkan kurang dapat didengar dibandingkan suara Yesus dan suara-suara orang lain yang mendikte. Inilah suara-suara, seperti telah kukatakan kepadamu dan aku mengulanginya, yang oleh pendengaran rohaniku diterima sebagai identik dengan sura-suara manusia. Aku mendengarnya sebagai suara-suara yang lembut atau marah, kuat atau lemah, gembira atau sedih, seolah seorang berbicara sangat dekat kepadaku. Malahan, "suara kedua", adalah bagaikan suatu terang, suatu intuisi yang berbicara dalam rohku. "Dalam" dan bukan "kepada" rohku. Merupakan suatu petunjuk.

Jadi, sementara aku menghampiri kelompok pihak-pihak yang berdebat dan aku tidak tahu siapa pribadi terkenal yang sedang berdebat begitu berkobar-kobar di samping seorang lanjut usia, "sesuatu" yang batiniah ini mengatakan kepadaku: "Gamaliel - Hillel". Ya. Pertama Gamaliel dan lalu Hillel. Aku tidak ragu mengenai itu. Sementara aku bertanya-tanya siapakah gerangan mereka, monitor batiniah menunjukkan kepadaku pribadi ketiga yang tidak menyenangkan, tepat ketika Gamaliel menyebut namanya. Dan demikianlah aku dapat mengenal siapa laki-laki dengan penampilan Farisi itu.

Hari ini monitor batiniah membuatku mengerti bahwa aku sedang melihat semesta sesudah kematiannya. Hal yang sama terjadi berulang kali dalam penglihatan-penglihatan. Adalah monitor ini yang membuatku mengerti detil-detil tertentu yang tak dapat aku tangkap oleh diriku sendiri dan yang diperlukan demi pemahaman. Aku tidak tahu apakah aku telah berbicara jelas.

Tapi aku berhenti sebab Yesus mulai berbicara. […]



22 Februari 1944

Yesus bersabda: "Yohanes kecil, sabarlah. Ada sesuatu yang lain. Dan marilah kita melakukannya demi menyenangkan Pembimbing rohanimu dan menyelesaikan pekerjaan ini. Aku ingin karya ini diserahkan besok: Rabu Abu. Aku ingin kau menyelesaikan tugas ini sebab ... Aku menghendakimu menderita bersama-Ku.

Marilah kita kembali, kembali jauh. Marilah kita kembali ke Bait Allah ketika Aku, seorang kanak-kanak berumur duabelas tahun, sedang berdebat. Tidak, marilah kita kembali ke jalan-jalan yang membawa orang ke Yerusalem dan dari Yerusalem ke Bait Allah.

Lihatlah dukacita Maria, ketika Ia menyadari, sesudah kelompok-kelompok laki-laki dan perempuan berkumpul bersama, tapi Aku tidak bersama Yosef.

Ia tidak mencela pasangan-Nya dengan sengit. Setiap perempuan akan melakukan itu. Kalian melakukannya lebih lagi, lupa bahwa laki-laki masih adalah kepala keluarga. Namun duka yang terpancar pada wajah Maria menembusi hati Yosef lebih dari celaan sengit manapun. Maria tidak meluahkannya dengan ledakan yang dramatis. Kalian melakukannya lebih lagi sebab kalian suka diperhatikan dan dikasihani. Tapi dukacita-Nya yang ditahan begitu jelas: Ia mulai gemetar, wajah-Nya menjadi pucat, mata-Nya terbuka lebar dan dengan demikian Ia membangkitkan rasa kasihan yang lebih dari ledakan airmata dan tangis manapun.

Ia tak lagi lelah atapun lapar. Dan meski perjalanannya jauh dan Ia belum menyantap makanan selama berjam-jam! Ia meninggalkan semuanya: tempat tidur yang Ia persiapkan dan makanan yang siap dihidangkan. Dan Ia kembali. Kala itu malam, gelap. Tapi itu bukan halangan. Setiap langkah membawa-Nya kembali ke Yerusalem. Ia menghentikan caravan-caravan dan peziarah-peziarah dan menanyai mereka. Yosef mengikuti-Nya dan membantu-Nya. Satu hari perjalanan jauhnya kembali ke Yerusalem dan lalu pencarian yang gencar di kota.

Di mana, di manakah kira-kira YesusNya berada? Dan oleh ketetapan Allah selama berjam-jam Ia tidak akan tahu di mana mencari-Ku. Mencari seorang kanak-kanak di Bait Allah rasanya tidak masuk akal. Apakah yang dapat diperbuat seorang kanak-kanak di Bait Allah? Kemungkian besar, jika ia tersesat di kota dan langkah-langkah kecilnya membawanya kembali ke sana, ia akan menangis mencari ibunya dan dengan demikian akan menarik perhatian orang banyak serta para imam, yang akan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menemukan orangtuanya lewat pengumuman-pengumuman yang ditempelkan di pintu-pintu gerbang. Tapi tidak ada pengumuman. Tak ada seorang pun di kota yang tahu sesuatu mengenai Kanak-kanak ini. Tampan? Pirang? Gagah? Ada begitu banyak yang seperti itu! Terlalu sedikit untuk memungkinkan orang mengatakan: "Aku melihat-Nya. Ia ada di sana atau di sana!"

Kemudian, setelah tiga hari, simbol dari tiga hari lain dari dukacita mendatang, Maria, yang kehabisan tenaga, memasuki Bait Allah, berjalan menyusuri halaman-halaman dan aula-aula. Tidak ada. Ia berlari, Bunda yang malang, setiap kali Ia mendengar suara seorang kanak-kanak. Bahkan embikan anak-anak domba memberi-Nya kesan bahwa Ia mendengar AnakNya sedang menangis dan mencari-Nya. Tetapi Yesus tidak menangis. Yesus sedang mengajar. Sekonyong-konyong, dari balik sekelompok besar orang, Ia mendengar suara-Nya mengatakan: "Batu-batu akan gemetar…" Ia berupaya menerobos orang banyak, dan berhasil sesudah bersush-payah. Di sana PutraNya, berdiri di antara para alim ulama dengan tangan-tangan-Nya terentang.

Maria adalah Perawan Bijaksana. Namun kali ini kecemasan mengatasi kebijaksanaan. Bagai suatu badai yang merobohkan segalanya. Ia berlari menuju PutraNya, memeluk-Nya, dan mengangkat-Nya dari atas bangku dan menurunkan-Nya ke tanah dan Ia berseru: "Oh! Mengapakah Kau melakukan ini terhadap kami? Selama tiga hari kami mencari-Mu. MamaMu sekarat sebab dukacita, Nak. BapaMu kehabisan tenaga sebab kecapaian. Mengapa Yesus?"

Janganlah kalian bertanya "mengapa" kepada Dia Yang tahu. "Mengapa" Ia bertindak dalam suatu cara tertentu. Janganlah bertanya kepada mereka yang menerima panggilan "mengapa" mereka meninggalkan segala sesuatu demi mengikuti suara Allah. Aku adalah Kebijaksanaan dan Aku tahu. Aku "dipanggil" pada suatu misi dan Aku sedang menggenapinya. Di atas bapa dan ibu duniawi ada Allah, Bapa Ilahi. Kepentingan-kepentingan-Nya di atas kepentingan-kepentingan kita, cinta kasih-Nya jauh melebihi segala sesuatu. Dan itu Aku katakan kepada BundaKu.

Aku mengakhiri mengajar para alim ulama dengan pengajaran kepada Maria, Ratu dari para alim ulama. Dan Ia tiada pernah melupakannya. Matahari mulai bersinar kembali dalam hati-Nya sekarang sebab Ia telah memiliki-Ku, yang rendah hati dan taat, di samping-Nya, akan tetapi kata-kata-Ku tertanam kuat dalam benak-Nya. Akan ada lebih banyak sinar matahari dan banyak mendung berkumpul di langit sepanjang duapuluh satu tahun mendatang semasa Aku masih di dunia. Dan sukacita-sukacita besar dan banyak airmata akan silih berganti dalam hati-Nya selama duapuluh satu tahun mendatang. Namun tiada pernah lagi Ia bertanya: "PutraKu, mengapa kau melakukan ini terhadap kami?"

Oh, manusia yang tak tahu adat, belajarlah dari pelajaranmu.

Aku mengarahkan dan menerangi penglihatan, sebab engkau, Yohanes kecil, tak dapat melakukan apapun lebih jauh.

Sekarang perhatikan pada apa yang Aku katakan. Aku menghendaki booklet ini disusun sebagai berikut:

Dukacita pertama: Dipersembahkan di Bait Allah. Dukacita kedua: tinggal di Mesir. Dukacita ketiga: Yesus hilang di Bait Allah. Dukacita keempat: wafat St Yosef. Dukacita kelima: Keberangkatan-Ku dari Nazaret.

Kemudian dikte tanggal 10 Februari 1944. Dukacita keenam: gambaran penglihatan tanggal 13 Februari (4 point: sinagoga, rumah di Nazaret, khotbah Yesus di sinagoga, percakapan dengan BundaNya sesudah meloloskan diri dari Nazaret). Dukacita ketujuh: penglihatan tanggal 14 Februari. Lalu dikte tanggal 15 Februari. Lalu dikte tanggal 16 Februari. Dukacita kedelapan: perjamuan malam terakhir pada saat Paskah. Dukacita kesembilan: Sengsara, dengan mengambil penglihatan tanggal 11 Februari 1943 dan menghubungkannya dengan penglihatan tanggal 18 Februari. Dukacita kesepuluh: pemakaman Yesus (19 Februari). Lalu penglihatan dan dikte tanggal 21 Februari. Penglihatan dan dikte tanggal 22 Februari 1944 sejauh point dinyatakan. Dikte lain mengenai Yesus ditemukan di bait Allah hendaknya ditempatkan pada dukacita ketiga.

Pertama-tama Pater akan membuat booklet seperti biasanya untuk dirinya sendiri dan untukmu dan kau akan mengoreksinya sehingga tak ada bahkan satu kesalahan pun di dalamnya. Kemudian ia akan membuat salinan-salinan sebagaimana ia kehendaki bagi orang-orang lain. Tentu saja tiap-tiap penglihatan haruslah disertai dengan diktenya. Pater menghendaki semuanya untuk Paskah. Aku menghendakinya sebagai persiapan Paskah dan Aku menyerahkannya kepadamu pada hari ini, sebab sekarang sudah pukul 4:30 sore hari Rabu Abu, hari pertama Masa Prapaskah.

Mulailah bekerja, anak-anak, dan semoga kalian diberkati. Dan semoga diberkati mereka yang menerima karunia ini dengan hati dan iman yang tulus. Api yang dikehendaki Pater hari ini akan menyala dalam diri mereka. Dunia tidak akan berubah dalam kekejiannya. Dunia terlalu rusak. Akan tetapi mereka akan dihiburkan dan mereka akan merasakan haus akan Allah, dorongan ke kekudusan akan bangkit dalam diri mereka.

Pergilah dalam damai, Yohanes kecil. Yesus-mu berterima kasih kepadamu dan memberkatimu."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 1                     Daftar Istilah                      Halaman Utama