 |
Renungan
|
:
|
1 Desember 2006
|
|
Bacaan
|
:
|
Why 20:1-4.11-21:2; Luk 21:29-33
|
 |
"Langit dan bumi akan berlalu tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu."
"Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu" (Luk 21:29-33).
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta Beato Dionisius dan Redemptus, biarawan dan martir Indonesia, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
Kitab Suci atau Injil yang berisi kisah karya penyelamatan dan Sabda Tuhan yang kita baca, jadikan bahan doa dan renungkan sehingga menjiwa jutaan orang ini sudah berumur hampir 2000 tahun. Entah sudah berapa juta orang yang telah memanfaatkan dan menikmati Kitab Suci tersebut kiranya tidak ada orang yang dapat menghitung. Berapa jumlah Kitab Suci yang telah rusak dan kemudian dibakar serta berapa banyak telah dicetak ulang kiranya juga tidak ada yang menghitung. Kitab Suci juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia ini. Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." Sabda Yesus sebagaimana diwariskan kepada kita dan sudah berumur hampir 2000 tahun itu tetap up to date alias bermakna dan berarti sampai kini dan tak kenal usang. Seluruh sabda-Nya atau keteladanan hidup-Nya kiranya dapat diringkas atau dipadatkan dalam kata 'cinta kasih'. Cinta kasih sejak dahulu kala sampai kini sama saja, tidak berubah. Dan jika sungguh hidup dijiwai oleh cinta kasih alias segala bentuk kata dan tindakan kita adalah cinta kasih, kiranya kita juga akan menjadi lebih peka terhadap tanda-tanda zaman atau segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita, dan kita akan bereaksi terhadap atau menanggapi segala sesuatu yang terjadi dengan tepat dan benar serta menyelamatkan. Apa itu cinta kasih? Baiklah untuk memahami apa itu cinta kasih saya kutipkan sharing atau ajaran Paulus ini: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7). Orang yang hidup oleh dan dengan kasih macam itu kiranya namanya tidak akan berlalu, meskipun tubuhnya sudah kembali menjadi debu, namanya senantiasa dikenang oleh siapa pun yang telah bergaul dan kenal dengan di dalam kalbu. Berani menghayati ajaran kasih Paulus tersebut rasanya juga merupakan bentuk kemartiran hidup pada masa kini.
"Aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun" (Why 20:4). Apa yang menjadi penglihatan penulis Kitab Wahyu ini kiranya juga akan menjadi penglihatan siapa pun yang setia dan taat kepada kehendak Tuhan atau senantiasa hidup dalam dan oleh kasih. Ia dapat melihat dan mengimani para pendahulu atau orangtua, nenek-moyang yang telah sekian tahun lamanya dipanggil Tuhan tetapi hidup dan berkarya di dalam dirinya. Ia mampu melihat dan mengimani kebaikan, keutamaan dan nilai-nilai kehidupan yang telah dihayati oleh orangtua dan nenek-moyang kita, sehingga dalam hidup masa kini jiwa mereka senantiasa menghidupi cara hidup dan cara bertindaknya. Sebaliknya dari kutipan di atas kiranya kita juga mawas diri: hendaknya kita hidup dan bertindak sebaik mungkin selaras dengan panggilan dan tugas perutusan kita masing-masing. Sebagai orangtua atau yang dituakan marilah kita warisi anak cucu kita dengan keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan bukan harta atau uang. Harta dan uang dapat hilang sekejap karena kebakaran, dicopet atau tak dapat bermanfaat lagi karena tiada arti, sementara itu keutamaan atau nilai-nilai kehidupan tak akan musnah sampai akhir zaman. Kepada mereka yang berkarya di dalam dunia pendidikan, entah formal maupun informal, kami ingatkan dan ajak hendaknya dalam proses pendidikan atau pembelajaran lebih diutamakan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai kehidupan atau karakter daripada kepandaian atau ilmu pengetahuan, lebih mengutamakan kecerdasan spiritual (SQ) dari kecerdasan intelektual (IQ). Kita perhatikan pendidikan, iman dan gizi yang menjadi akar kehidupan dalam proses pendidikan atau pembelajaran.
"Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku! Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah" (Mzm 84:3-6)
Rm. I. Sumarya, S.J.
Jakarta, 1 Desember 2006
|
 |