YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Katekese tentang Pengakuan Dosa
oleh: St. Yohanes Maria Vianney
Menerima Sakramen Pengakuan Dosa
Anak-anakku, begitu kalian mendapati setitik noda dalam jiwamu, berbuatlah seperti seorang yang memiliki sebuah bola kristal yang indah, yang disimpannya dengan sangat cermat. Begitu ia mendapati bola kristalnya terkotori oleh setitik debu saja, segera ia akan menyekanya dengan sepon, sehingga bola kristalnya tetap bersih dan cemerlang. Demikianlah, begitu kalian mendapati setitik noda dalam jiwamu, kuduskan dirimu dengan air suci, lakukan salah satu dari perbuatan-perbuatan kebajikan sebagai silih atas dosa-dosamu: amal, sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus, ikut ambil bagian dalam Misa. Anak-anakku, sama seperti seorang yang menderita penyakit ringan; ia tidak perlu pergi ke dokter, ia dapat mengobati dirinya sendiri tanpa bantuan dokter. Jika ia pening, ia hanya perlu tidur; jika ia lapar, ia hanya perlu makan. Tetapi, jika penyakitnya parah, jika lukanya berbahaya, haruslah ia pergi ke dokter; setelah ke dokter, ia harus minum obat. Demikian juga, ketika kita jatuh ke dalam dosa berat, kita harus minta pertolongan dokter, yaitu imam; dan obatnya adalah pengakuan dosa.

Anak-anakku, kita tidak akan pernah dapat memahami kebaikan Allah kepada kita dengan menetapkan Sakramen Pengakuan Dosa yang luar biasa itu. Andai saja kita beroleh kesempatan untuk memohon sesuatu kepada Kristus, tidak akan pernah terpikirkan oleh kita untuk memohonnya. Tetapi, Ia mengenal kerapuhan dan kelabilan kita dalam melakukan yang baik, dan terdorong oleh belas kasihan-Nya kepada kita, Ia melakukan sesuatu yang tak akan pernah berani kita memohonnya. Jika seseorang mengatakan kepada jiwa-jiwa sesat yang malang yang telah berada begitu lama di neraka, “Kami akan menempatkan seorang imam di pintu gerbang neraka: mereka semua yang ingin mengakukan dosanya harap keluar,” apakah kalian pikir, anak-anakku, masih ada jiwa yang tetap tinggal di sana? Jiwa yang paling berdosa pun tidak akan segan-segan mengakukan dosa-dosanya, bahkan jika harus mengakukannya di hadapan seluruh dunia. Oh, betapa neraka akan segera menjadi gurun, dan betapa surga akan dipenuhi jiwa-jiwa! Nah, kita punya waktu dan sarana, yang tidak dimiliki oleh jiwa-jiwa sesat yang malang itu. Dan aku yakin bahwa jiwa-jiwa malang itu berseru-seru di neraka, “O, imam terkutuk! jika saja aku tak pernah mengenalmu, aku tidak akan merasa begitu bersalah!”

Sungguh suatu pikiran yang indah, anak-anakku, bahwa kita memiliki sakramen yang menyembuhkan luka-luka jiwa kita! Namun demikian, kita patut menerimanya dengan sikap yang pantas. Jika tidak, kita malah akan membuat luka-luka baru di atas luka-luka lama. Bagaimana pendapat kalian tentang seseorang yang tubuhnya penuh luka-luka dan diberi nasehat untuk pergi ke rumah sakit serta memeriksakan diri kepada dokter? Dokter menyembuhkan luka-lukanya dengan obat. Tetapi, lihat! orang itu mengambil pisaunya, menghujam-hujamkannya ke tubuhnya hingga keadaannya lebih buruk dari sebelumnya. Nah, itulah yang sering kalian lakukan setelah meninggalkan kamar pengakuan.

Anak-anakku, sebagian orang mengakukan dosanya dengan tidak pantas, yaitu dengan tidak memberikan perhatian sama sekali. Orang-orang ini mengatakan, “Saya tidak tahu apa yang yang salah dengan saya: …” Mereka tersiksa, tetapi mereka tidak tahu mengapa. Mereka tidak memiliki kelincahan yang membawa orang datang langsung kepada Allah yang baik; mereka menanggung sesuatu yang berat dan melelahkan dalam diri mereka yang membuat mereka kehabisan tenaga. Anak-anakku, hal itu disebabkan karena dosa-dosa yang masih tinggal, seringkali bahkan dosa-dosa ringan, yang kepadanya orang masih memiliki kelekatan. Ada sebagian orang yang, sungguh, senang menceritakan segala-galanya, tetapi mereka tidak menyesal; dan mereka langsung menyambut Komuni Kudus. Dengan demikian Tubuh Kristus dicemarkan! Mereka datang ke Meja Perjamuan dengan kelesuan yang demikian. Mereka mengatakan, “Tetapi, saya memaafkan diri saya sendiri atas semua dosa-dosa saya itu … Saya tidak tahu apa yang salah pada diri saya.” Ada bahaya menyambut Komuni dengan tidak pantas, dan mereka hampir-hampir tidak menyadarinya!

Anak-anakku, sebagian lagi orang mencemarkan sakramen-sakramen dengan cara lain. Mereka telah menyembunyikan dosa berat selama sepuluh tahun, selama dua puluh tahun. Mereka selalu gelisah; dosa-dosa mereka selalu terbayang dalam ingatan mereka; mereka selalu berpikir untuk mengakukan dosa mereka itu, dan selalu pula mereka menundanya; itulah neraka. Ketika orang-orang ini merasa demikian, mereka akan minta pengakuan dosa umum, dan mereka akan mengatakan dosa-dosa mereka seolah-olah mereka baru saja melakukannya: mereka tidak mengaku bahwa mereka telah menyembunyikannya selama sepuluh tahun - dua puluh tahun. Suatu pengakuan dosa yang sungguh tidak pantas! Di samping itu, seharusnya mereka mengatakan bahwa mereka telah melalaikan praktek iman mereka, bahwa mereka tidak lagi merasakan sukacita yang dulu mereka rasakan dalam melayani Allah yang baik.

Anak-anakku, kita mengambil resiko lagi mencemarkan sakramen jika kita mengambil kesempatan ketika ada suara dalam kamar pengakuan yang menyuruh kita mengakukan cepat-cepat dosa-dosa yang paling menyakitkan kita. Kita menenangkan diri kita sendiri dengan mengatakan, “Aku sudah mengakukan dosa-dosaku sepantasnya; tidak baik jika Bapa Pengakuan tidak mendengarnya.” Jauh lebih tidak baik kalian yang bertindak licik! Di lain waktu kita berbicara dengan cepat, menggunakan kesempatan ketika imam tidak terlalu menyimak dengan baik sehingga dosa-dosa berat terlewati. Ambil contoh sebuah rumah yang telah lama dalam keadaan sangat kotor dan terabaikan - sia-sialah membersihkannya, akan selalu muncul bau busuk dari sana. Demikian juga halnya dengan jiwa kita setelah pengakuan; dibutuhkan airmata untuk memurnikannya. Anak-anakku, kita harus mohon dengan sangat semangat sesal dan tobat. Setelah pengakuan dosa, selayaknya kita menanamkan suatu duri dalam hati kita dan tak pernah melupakan dosa-dosa kita itu. Kita patut melakukan seperti yang dilakukan malaikat kepada St. Fransiskus dari Asisi; malaikat menancapkan lima paku padanya, yang tak pernah dicabut kembali.


sumber : “Catechism on Confession by Saint John Vianney”; www.catholic-forum.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”