199. YESUS PERGI KEPADA PARA PENDERITA KUSTA DI SILOAM DAN BEN-HINOM.
KUASA PERKATAAN MARIA.    


24 Juni 1945

Pagi yang indah mengundang orang untuk meninggalkan rumah-rumah dan pembaringan-pembaringan mereka dan pergi berjalan-jalan. Dan orang-orang yang tinggal di rumah Zelot bangun sangat pagi dan berkeriapan bagai lebah saat matahari terbit, mereka pergi keluar untuk menghirup udara segar di kebun-kebun buah-buahan Lazarus sekeliling rumah yang mereka tinggali. Segera bergabung bersama mereka adalah tamu-tamu Lazarus, yakni, Filipus, Bartolomeus, Matius, Tomas, Andreas dan Zebedeus. Matahari bersinar cemerlang menembusi semua jendela dan pintu-pintu yang terbuka lebar serta menerangi kamar-kamar sederhana namun rapi dengan berkas-berkas keemasan, yang memeriahkan warna-warna pakaian dan mencerahkan warna rambut dan mata.

Maria Alfeus dan Salome sibuk melayani para lelaki yang memiliki selera makan yang besar. Maria sebaliknya sedang mengamati salah seorang dari para pelayan Lazarus yang sedang menata rambut Marjiam, memotongnya dengan kecakapan yang lebih ahli dari yang pernah dilakukan tukang pangkas rambut sebelumnya. "Ini sudah oke untuk sementara waktu," kata si pelayan. "Nanti, ketika kau sudah mempersembahkan kepada Allah berkas rambut kanak-kanakmu, aku akan memotongnya lebih pendek. Musim panas akan segera tiba dan kau akan merasa lebih enak tanpa rambut pada lehermu. Dan rambutmu akan tumbuh lebih kuat. Yang ini kering, rantas dan tidak terawat. Lihat, Maria? Butuh perhatian. Sekarang aku akan memberi minyak padanya agar tertata rapi. Dapatkah kau cium bau harumnya, bocahku? Ini minyak yang digunakan Marta. Minyak yang sangat bagus. Almond, palma dan medulla dari kualitas terbaik dengan saripati yang langka. Nyonyaku menyuruhku untuk menyimpan botol kecil ini untuk anak ini. Oh! Ini dia! Kau tampak seperti putra seorang raja," dan si pelayan, yang kemungkinan adalah tukang pangkas rambut di rumah Lazarus, menepuk pipi Marjiam, menyalami Maria dan pergi dengan tampak sangat puas.

"Ayo dan biarkan Aku mengenakan pakaian padamu," kata Maria kepada si bocah yang hanya mengenakan sehelai jubah pendek berlengan pendek; aku pikir itu adalah kaos atau apa yang digunakan pada masa itu sebagai kaos. Lewat kain linennya yang halus aku simpulkan bahwa itu pastilah milik Lazarus ketika dia masih seorang anak. Maria menanggalkan handuk yang membalut tubuh Marjiam dan mengenakan padanya sehelai rompi linen yang berkerut-kerut sekeliling leher dan pergelangan tangan, dan sehelai jubah wool merah berleher lebar dan berlengan panjang. Linen yang seputih salju berkilau menyembul keluar dari lubang leher dan lengan-lengan baju berwarna merah doft itu. Tangan-tangan cekatan Maria pastilah telah menyelaraskan panjang jubah dan lengan-lengannya sepanjang malam, dan sekarang pas benar dengan si bocah, teristimewa ketika Maria melilitkan pada pinggangnya sehelai ikat pinggang kain yang halus berhiaskan seberkas jumbai wool merah dan putih. Si bocah tak lagi kelihatan seperti anak kecil malang beberapa hari sebelumnya.

"Sekarang pergi dan bermainlah, tapi jangan sampai kotor, sementara Aku bersiap-siap," kata Maria, sembari membelainya. Dan si bocah melonjak gembira, mencari sobat-sobat besarnya.

Tomas adalah yang pertama melihatnya: "Betapa tampannya kau! Cocok untuk ke pesta perkawinan! Kau membuatku terkesan jelek," kata si montok Tomas yang selalu ceria dan ramah. Dan dia menggandeng tangannya seraya berkata: "Ayo kita pergi menemui para perempuan. Mereka mencarimu untuk memberimu makan."

Mereka masuk ke dalam dapur dan Tomas menyebabkan kedua Maria, yang sedang membungkuk di atas kompor dapur, terkejut, ketika dia berteriak dengan suara lantangnya: "Ada seorang pemuda di sini yang mencari kalian," dan dengan tertawa dia memperkenalkan si bocah yang bersembunyi di balik punggungnya yang kokoh.

"Oh! sayang! Kemarilah supaya aku dapat menciummu! Lihat, Salome, betapa tampannya dia!" seru Maria Alfeus.

"Ya, sungguh! Yang dibutuhkannya sekarang hanyalah menjadi lebih sehat dan kuat. Tapi aku akan pastikan itu. Kemarilah, supaya aku dapat menciummu juga," jawab Salome.

"Tapi Yesus hendak mempercayakannya pada para gembala…" Tomas berkeberatan.

"Pasti tidak! Yesus-ku melakukan kesalahan di sini. Apa yang kalian, para laki-laki, dapat atau pura-pura dapat lakukan? Kalian hanya pandai bertengkar - sebab, kalian agaknya suka bertengkar… seperti kambing-kambing kecil yang saling suka satu sama lain dan saling melukai satu sama lain dengan tanduk mereka - saat makan, berbicara dan kalian punya seribu satu kebutuhan dan kau menuntut Guru untuk mencurahkan segala perhatian-Nya pada kalian… jika tidak kalian akan menjadi sebal hati… Anak-anak butuh ibu. Betul begitu? Siapa namamu?"

"Marjiam."

"Tentu saja! Tapi diberkatilah Maria-ku! Ia kan dapat memberimu nama yang lebih mudah!"

"Hampir sama seperti nama-Nya!" seru Salome.

"Ya, tapi nama-Nya lebih sederhana. Tidak ada huruf-huruf itu yang di tengahnya… Yang ini terlalu banyak huruf…"

Iskariot, yang baru saja masuk, berkata: "Ia memberikan nama yang sungguh tepat dalam artinya, seturut bahasa kuno asli."

"Baiklah. Tapi nama itu sulit, dan aku akan menyingkirkan satu huruf dan menyebutnya Marziam. Lebih mudah dan dunia tidak akan runtuh karena itu. Betul begitu, Simon?

Petrus, yang sedang lewat dekat jendela dan bercakap-cakap dengan Yohanes dari En-Dor, melongok ke dalam dan bertanya: "Apa yang kau inginkan?"

"Aku katakan bahwa aku akan menyebut si bocah Marziam. Itu lebih mudah."

"Kau benar, perempuan. Jika Bunda mengijinkanku, aku akan menyebutnya demikian juga. Tapi betapa kau kelihatan tampan! Begitu juga aku, eh? Lihat!"

Sesungguhnya, dia rapi sempurna, pipinya bercukur bersih, rambutnya dipotong, janggutnya dipangkas dan diberi minyak harum, pakaiannya tanpa kusut dan sandalnya begitu bersih hingga kelihatan seperti baru. Aku tidak tahu dengan apa dia menggosoknya. Para perempuan mengaguminya dan dia tertawa senang.

Si bocah sudah selesai makan dan pergi keluar menemui sobat karibnya, yang selalu dipanggilnya: "Bapa".

Dan Yesus tengah datang dari rumah Lazarus bersama si empunya rumah. Si bocah berlari menghampiri-Nya dan Yesus berkata: "Damai serta kita, Marjiam. Mari kita saling bertukar cium damai."

Lazarus, yang disalami si bocah, membelainya dan memberinya sebutir permen.

Mreka semua berkumpul sekeliling Yesus. Juga Maria, yang mengenakan gaun wool tosca yang bagian atasnya diselubungi sehelai mantol yang lebih tua warnanya, datang menghampiri PutraNya dengan tersenyum.

"Jadi, kita bisa berangkat," kata Yesus. "Kau, Simon, bersama BundaKu dan si bocah, jika kau masih ingin membelikan jubah untuknya, sekarang sesudah Lazarus mengurusnya."

"Tentu saja aku ingin! Dan lalu… Aku akan dapat mengatakan bahwa suatu kali aku berjalan di samping BundaMu. Suatu kehormatan besar."

"Jadi, pergilah. Simon, kau akan menghantarkan Aku ke teman-temanmu penderita kusta…"

"Sungguh, Guru? Jadi, jika Engkau tak berkeberatan, aku akan lari mendahului, untuk mengumpulkan mereka… Kau akan menemuiku. Engkau tahu di mana mereka…"

"Baik, pergilah. Yang lain-lain dapat melakukan apa yang mereka suka. Kalian semua bebas hingga Rabu pagi. Jam tiga semua ada di Gerbang Emas."

"Aku ikut bersama-Mu, Guru," kata Yohanes.

"Juga aku," kata Yakobus saudaranya.     

"Dan kami juga," kata kedua sepupu.

"Aku akan ikut juga," kata Matius, dan Andreas sesudahnya.

"Dan aku? Aku ingin ikut juga… tapi jika aku pergi berbelanja, aku tidak dapat ikut…" kata Petrus, terhimpit antara dua keinginan.

"Bisa diatasi. Kita akan pergi terlebih dahulu ke para penderita kusta, sementara BundaKu bersama si anak pergi ke rumah seorang teman di Ofel. Kita akan menemui-Nya kemudian dan kau akan pergi bersama-Nya, sementara yang lainnya dan Aku pergi ke rumah Yohana. Kita akan bertemu di Getsemani untuk bersantap dan menjelang matahari tenggelam kita akan kembali ke sini."

"Jika Engkau mengijinkan, aku hendak pergi menemui beberapa teman…" kata Yudas Iskariot.

"Sudah Aku katakan padamu. Perbuatlah apa yang kau mau."

"Kalau begitu, aku akan pergi ke tempat sanakku. Mungkin ayahku sudah datang. Jika dia di sini, aku akan membawanya untuk menemui-Mu," kata Tomas.

"Bagaimana dengan kita berdua? Bagaimana pendapatmu, Filipus? Kita bisa pergi menemui Samuel."

"Sangat baik," Filipus menjawab Bartolomeus.

"Dan bagaimana denganmu, Yohanes?" Yesus bertanya pada laki-laki yang dari En-Dor. "Kau lebih suka tinggal di sini dan menyortir buku-bukumu, atau kau ingin ikut bersama-Ku?"

"Sungguh, aku lebih suka ikut bersama-Mu… Buku-bukuku… Aku sudah kurang bergairah terhadapnya. Aku lebih suka membaca Engkau, Buku Yang Hidup."

"Jadi, ayo. Selamat tinggal, Lazarus…"

"Aku akan ikut juga. Kedua kakiku sudah sedikit lebih baik, dan sesudah kita menemui para penderita kusta, aku akan meninggalkan-Mu dan pergi ke Getsemani dan menantikan-Mu di sana."

"Marilah kita pergi. Damai serta kalian, para perempuan."

Mereka semua tetap bersama hingga mereka dekat Yerusalem. Kemudian mereka berpisah, Iskariot pergi sendirian dan memasuki kota mungkin melalui Gerbang dekat Menara Antonia; Tomas, Filipus dan Natanael berjalan sekitar sepuluh yard lebih jauh bersama Yesus dan rekan-rekan mereka dan lalu memasuki kota lewat daerah pinggir kota Ofel, bersama Maria dan si bocah.

"Dan sekarang, mari kita pergi dan menemui orang-orang menderita itu!" kata Yesus, dan dengan memunggungi kota Ia pergi menuju suatu tempat terpencil di lereng sebuah bukit berbatu yang terhampar antara dua jalanan dari Yerikho ke Yerusalem. Suatu tempat yang aneh, serupa anak-anak tangga sesudah lereng pertama, di atas mana terdapat sebuah jalanan setapak, sehingga ada jarak setidaknya tiga yard dari teras pertama ke jalanan setapak itu, dan yang sama dari teras kedua. Suatu tempat yang gersang, mati… sama sekali menyedihkan.

"Guru," seru Simon Zelot, "aku di sini. Berhentilah di tempat Engkau berada, supaya aku dapat menunjukkan jalannya kepada-Mu…" dan Zelot, yang bersandar pada sebuah batu karang agar dapat bernaung, maju ke depan dan menghantar Yesus mendaki tangga-tangga jalanan yang menuju ke Getsemani, namun dipisahkan darinya oleh jalanan yang dari Bukit Zaitun menuju ke Betania.

"Di sinilah kita. Aku dulu tinggal di antara pekuburan Siloam dan teman-temanku di sini. Sebagian dari mereka. Yang lain-lainnya ada di Ben-Hinom, tapi tak dapat datang… Mereka akan harus menyeberangi jalan dan akan terlihat orang."

"Kita akan pergi juga kepada mereka."

"Terima kasih! Atas nama mereka dan atas namaku."

"Banyakkah mereka?"

"Musim dingin telah menewaskan sebagian besar dari mereka. Tapi di sini masih ada lima dari mereka yang aku ceritakan. Mereka menantikan Engkau. Itu mereka, di pinggir penjara mereka…"

Ada mungkin sepuluh monster. Aku katakan "mungkin", sebab jika lima orang, yang berdiri, dapat jelas terlihat, yang lain-lainnya, sebab warna kulit mereka yang keabu-abuan, rusaknya wajah mereka dan kenyataan bahwa mereka sedikit saja muncul dari pembatas batu, tak dapat dihitung secara tepat; dan mereka bisa lebih atau kurang dari lima. Di antara mereka yang berdiri hanya ada satu perempuan. Orang dapat mengenali hanya melalui rambut putihnya yang acak-acakan yang tergerai kusut dan kotor pada bahunya dan terjuntai hingga ke pinggangnya. Tak ada tanda-tanda lain dengan mana orang dapat mengatakan jenis kelaminnya, sebab penyakitnya, yang sudah stadium lanjut, telah menyusutkannya hingga ke kerangka belaka, dengan menghancurkan segala bentuk femininnya. Begitu pula di kalangan laki-laki, hanya satu yang masih punya bekas-bekas kumis dan jenggot. Semua yang lainnya telah dirontokkan oleh penyakit yang merusak itu.

Mereka berteriak: "Yesus, Juruselamat kami, kasihanilah kami!" dan mereka mengulurkan tangan-tangan mereka yang cacat atau berborok. "Yesus, Putra Daud, kasihanilah kami!"

"Apa yang kalian ingin Aku lakukan bagi kalian?" tanya Yesus seraya menatap kesengsaraan mereka.

"Kami ingin Engkau menyelamatkan kami dari dosa dan dari penyakit ini."

"Kehendak dan tobat kalian akan menyelamatkan kalian dari dosa…"

"Tapi jika Engkau mau, Engkau dapat menghapuskan dosa-dosa kami. Setiaknya itu, jika Engkau tak hendak menyembuhkan tubuh kami."

"Jika Aku katakan pada kalian: 'Pilih salah satu di antaranya', yang manakah yang kalian pilih?"

"Pengampunan Allah, Tuhan. Agar lebih berkurang penderitaan diabaikan."    

Yesus membuat suatu gerak persetujuan. Ia tersenyum senang, mengangkat kedua tangan-Nya dan berseru: "Dikabulkan. Aku menghendakinya."  

Dikabulkan! Rahmat mungkin dianugerahkan untuk dosa-dosa mereka, atau untuk penyakit mereka, atau untuk keduanya, dan kelima orang sengsara itu tinggal dalam ketidakpastian. Akan tetapi para rasul tiada memiliki keraguan dan mereka tak dapat tidak menyerukan Hosana mereka ketika mereka melihat kusta lenyap secepat sekeping salju yang jatuh ke dalam api. Kelima orang itu lalu mengerti bahwa rahmat penuh telah dianugerahkan kepada mereka. Teriakan mereka menggema bagai suatu pekik kemenangan. Mereka saling memeluk satu sama lain dan melempar ciuman pada Yesus, sebab mereka tidak dapat prostratio di depan kaki-Nya. Mereka lalu berpaling pada teman-teman mereka dengan berkata: "Dan kalian masih menolak untuk percaya? Betapa malang dan celakanya kalian."     

"Baik! Jadilah baik! Saudara-saudara kalian yang malang butuh waktu untuk berpikir. Jangan mengatai mereka. Iman tidak dipaksakan, iman diwartakan dengan damai, kebaikan, kesabaran dan ketekunan. Itulah apa yang akan kalian lakukan sesudah pentahiran kalian, tepat seperti apa yang Simon lakukan terhadap kalian. Bagaimanapun, mukjizat mewartakan dirinya sendiri. Kalian yang telah disembuhkan, akan pergi kepada imam sesegera mungkin. Kalian, yang masih sakit, nantikanlah kami sore ini. Kami akan membawakan makanan untuk kalian. Damai sertamu."

Yesus turun kembali ke jalanan dengan diikuti oleh berkat dari semua orang.

"Dan sekarang marilah kita pergi ke Ben-Hinom ," kata Yesus.

"Guru… aku ingin ikut. Tapi aku sadar bahwa aku tidak bisa. Aku akan pergi ke Getsemani," kata Lazarus.

"Pergilah, Lazarus. Damai sertamu."

Sementara Lazarus berjalan pergi dengan perlahan, rasul Yohanes berkata: "Guru, aku akan pergi bersamanya. Ia berjalan dengan sudah-payah dan jalanan tidak terlalu bagus. Aku akan bergabung dengan Engkau nanti di Ben-Hinom."

"Ya, kau boleh pergi. Ayo, kita pergi."

Mereka menyeberangi Kidron, dengan berjalan menyusuri sisi selatan Gunung Tofet dan memasuki lembah kecil yang sepenuhnya bertabur kuburan dan kotoran. Tidak ada satu pun pohon ataupun naungan dari matahari, yang memancarkan sinar teriknya atas sisi selatan ini membakar batu-batu dari teras-teras neraka baru ini di mana bau busuk sampah yang terbakar meningkatkan suhu panas. Dan dalam pekuburan, yang serupa krematorium, ada jasad-jasad mengenaskan, yang membusuk… Siloam mungkin tidak menyenangkan pada musim dingin, sebab lembab dan menghadap ke utara, tapi tempat ini pastilah mengerikan pada musim panas…

Simon Zelot meneriakkan suatu seruan untuk memanggil mereka, dan tiga penderita kusta pertama, lalu dua, lalu satu, dan yang lainnya lagi datang, semampu mereka, hingga perbatasan yang ditetapkan. Ada dua perempuan di sini, dan salah seorang dari mereka menggandeng seorang anak yang tampak mengerikan, yang wajahnya yang terutama diserang kusta. Dia sudah buta… Dan ada seorang laki-laki yang tampak berwibawa, kendati keadaannya yang menyedihkan. Dia berbicara atas nama semua orang: "Terpujilah Mesias Tuhan, Yang telah turun ke Gehenna kami, untuk membebaskan darinya mereka yang berharap pada-Nya. Selamatkanlah kami, ya Tuhan, sebab kami binasa! Selamatkanlah kami, Juruselamat! Raja dari keturunan Daud, Raja Israel, kasihanilah umat-Mu. Oh! Tunas dari tunggul Isai, tentang Siapa dikatakan bahwa pada jaman-Mu tidak akan ada kejahatan, ulurkanlah tangan-Mu dan pungutlah sisa-sisa umat-Mu. Singkirkanlah maut ini dari kami, hapuslah airmata kami, sebab itulah apa yang dikatakan tentang Engkau. Panggillah kami, Tuhan, ke padang rumput-Mu yang hijau, ke air-Mu yang sejuk, sebab kami haus. Hantarkanlah kami ke bukit-bukit abadi di mana tidak ada dosa ataupun derita. Kasihanilah, Tuhan…"

"Siapakah engkau?"

"Yohanes, seorang dari Bait Allah. Aku kemungkinan terinfeksi oleh seorang kusta. Seperti dapat Engkau lihat, aku terjangkit penyakit ini baru-baru saja. Tapi mereka ini!... Sebagian dari mereka telah menantikan maut selama bertahun-tahun, dan gadis kecil ini datang ke sini bahkan sebelum dia dapat berjalan. Dia tidak tahu apa itu ciptaan Allah. Apa yang dia tahu atau apa yang dia ingat dari karya mengagumkan Allah adalah kuburan-kuburan ini, matahari yang tanpa ampun ini dan bintang-bintang di waktu malam. Kasihanilah kami yang bersalah dan yang tak bersalah, o Tuhan, Juruselamat kami." Mereka semua berlutut dengan mengulurkan kedua tangan mereka.

Yesus menangis melihat kesengsaraan yang begitu rupa. Ia lalu merentangkan kedua tangan-Nya dan berseru: "Bapa, Aku menghendakinya: kesehatan, hidup, penglihatan dan keselamatan bagi mereka." Ia tetap tinggal dengan tangan-tangan-Nya terentang berdoa dengan khusuk dengan segenap roh-Nya. Ia kelihatan menjadi lebih kurus dan terangkat dalam doa, suatu nyala kasih, putih dan penuh kuasa di bawah sinar keemasan terik hebat matahari.  

"Mama, aku bisa melihat!" adalah seruan pertama, yang dijawab dengan pekikan si ibu yang mendekapkan gadis kecilnya yang sembuh ke dadanya; lalu pekikan yang lain-lainnya dan pekikan para rasul… Mukjizat telah dikerjakan.

"Yohanes, sebab kau seorang imam, kau akan memimpin teman-temanmu dalam ritus. Damai serta kalian. Menjelang sore kami akan membawa makanan juga untuk kalian." Ia memberkati dan hendak beranjak pergi.

Tetapi Yohanes, si kusta, berteriak: "Aku ingin mengikuti jejak-Mu. Katakan padaku apakah yang harus aku lakukan, kemanakah aku harus pergi untuk mewartakan Engkau!"

"Di tanah gersang yang sunyi ini, yang harus berbalik kepada Allah. Biar kota Yerusalem menjadi ladangmu. Selamat tinggal."

"Dan sekarang marilah kita pergi ke BundaKu," Ia berkata kepada para rasul. "Tapi di manakah Ia?" tanya banyak dari antara mereka.

"Di sebuah rumah yang dikenal Yohanes. Di rumah seorang gadis yang disembuhkan tahun lalu."

Mereka memasuki kota, dengan menyusuri daerah pinggiran kota Ofel yang cukup padat penduduknya hingga mereka tiba di sebuah rumah kecil putih.

Dengan salam ramah-Nya yang lazim Ia memasuki rumah, yang pintunya setengah terbuka dan orang dapat mendengar suara emas Maria, suara merdu Annalea dan suara serak ibunya. Si gadis prostratio menyembah dan ibunya berlutut. Maria berdiri.

Mereka ingin menahan sang Guru bersama BundaNya. Akan tetapi Yesus berjanji untuk kembali di lain hari. Ia memberkati mereka dan mengucapkan selamat tinggal. Petrus pergi bersama Maria dan sangat bahagia. Mereka berdua menggandeng tangan si bocah dan mereka kelihatan bak sebuah keluarga bahagia. Banyak orang menoleh untuk melihat mereka. Yesus mengamati mereka pergi dengan tersenyum.

"Simon amat bahagia!" seru Zelot.

"Mengapakah Engkau tersenyum, Guru?" tanya Yakobus Zebedeus.

"Sebab Aku melihat suatu janji agung dalam kelompok itu."

"Janji yang mana, Saudara-ku? Apakah yang Engkau lihat?" tanya Tadeus.

"Inilah apa yang Aku lihat: bahwa Aku akan dapat pergi dengan pikiran yang damai, ketika saatnya tiba. Aku tidak perlu khawatir akan Gereja-Ku. Kala itu Gereja-Ku akan kecil dan lembut seperti Marjiam. Tapi BundaKu akan ada di sana untuk menggenggam tangannya dan untuk menjadi Bunda-nya; dan akan ada Petrus sebagai bapanya. Dalam tangan-tangan kokohnya yang jujur Aku dapat menempatkan tangan dari Gereja awal-Ku tanpa khawatir. Dia akan memberinya kekuatan dari perlindungannya. BundaKu kekuatan dari cinta-Nya. Dan Gereja akan bertumbuh… seperti Marjiam… Dia sungguh anak-perlambang! Kiranya Allah memberkati BundaKu, Petrus-Ku dan anak mereka dan kita! Sekarang marilah kita pergi ke rumah Yohana."

… Dan sekali lagi, pada sore hari, kita berada di rumah kecil di Betania. Banyak yang sudah undur diri, sebab mereka letih. Petrus berjalan mondar-mandir di jalan setapak, dengan kerap mendongak ke teras di mana Yesus dan Maria sedang duduk bercakap-cakap. Yohanes dari En-Dor, sebaliknya, sedang berbicara kepada Zelot yang duduk di bawah sebatang pohon delima yang sarat bunga.

Maria sudah berbicara banyak sebab aku dapat mendengar Yesus berkata: "Semua yang Engkau katakan pada-Ku adalah benar dan Aku akan menanamkan dalam benak kebenarannya. Dan Aku katakan bahwa juga nasehat-Mu mengenai Annalea adalah benar. Adalah suatu pertanda baik bahwa si laki-laki menerimanya dengan begitu siap. Adalah benar bahwa orang-orang di atas di Yerusalem adalah orang-orang yang bodoh dan penuh iri hati, Aku dapat juga katakan bahwa mereka kotor. Tapi dalam orang-orang sederhana ada mutiara-mutiara yang tak dikenal nilainya. Aku senang bahwa Annalea bahagia. Dia lebih milik Surga daripada milik dunia, dan mungkin si laki-laki, yang sekarang sudah mengerti konsep roh, menyadarinya dan dia menghormatinya nyaris secara religius. Niatnya untuk pergi ke tempat lain, supaya tak ada perasaan manusia yang dapat mengganggu kaul murni gadisnya, membuktikannya."

"Ya, PutraKu. Laki-laki mencium harum perawan… Aku ingat Yosef. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya. Ia tidak tahu akan rahasia-Ku… Dan meski begitu ia membantu-Ku untuk menyingkapkannya dengan intuisi seorang santo. Ia telah mencium harum jiwaku… Juga Yohanes, lihat?... Betapa damainya dia! Dan semua orang mencarinya. Bahkan Yudas dari Keriot, meski… Tidak, Nak. Yudas belum berubah. Aku tahu dan Engkau tahu. Kita tidak membicarakannya sebab kita tidak ingin memulai pertengkaran. Tapi bahkan meski kita tidak membicarakannya, kita tahu… dan bahkan meski kita tidak membicarakannya, yang lain-lain menyadarinya… Oh! YesusKu! Para rasul yang lebih muda menceritakan pada-Ku hari ini, di Getsemani, peristiwa di Magdala dan yang lainnya di suatu pagi hari Sabat… Anak-anak yang tak berdosa berbicara… sebab mereka melihat melalui mata malaikat mereka. Tapi juga orang-orang tua punya gagasan… Mereka tidak salah. Dia adalah orang yang sulit dipahami. Semuanya sulit dipahami dalam dia… dan Aku takut padanya dan pada bibir-Ku ada perkataan yang sama dengan perkataan Benyamin di Magdala dan perkataan Marjiam di Getsemani, sebab Aku merasakan kejijikan yang sama terhadap Yudas seperti yang dirasakan anak-anak."

"Tidak semua orang dapat menjadi Yohanes!..."

"Aku tidak berpura-pura mengenai itu! Jika demikian adanya, maka akan ada firdaus di bumi. Tapi, lihat, Engkau ceritakan pada-Ku mengenai Yohanes yang lain… Laki-laki yang membunuh… tapi Aku merasakan hanya rasa iba terhadapnya. Yudas menakutkan-Ku."

"Cintailah dia, Bunda! Cintailah dia, demi Aku!"

"Ya, Nak, akan Aku lakukan. Tapi bahkan cinta-Ku tak akan ada gunanya. Akan hanya membuat-Ku menderita dan membuatnya bersalah. Oh! Mengapakah dia datang kepada-Mu? Dia membuat sedih semua orang, dia menghina Petrus yang pantas mendapatkan segala hormat."

"Ya. Petrus sangat baik. Aku akan melakukan apapun untuknya, sebab dia patut mendapatkannya."

"Andai ia mendengar-Mu, dia akan berkata dengan senyum jujurnya yang baik: 'Ah! Tuhan-Ku, itu tidak benar!' Dan dia betul."

"Mengapa, Bunda?" Tapi Yesus tersenyum, sebab Ia sudah mengerti.

"Sebab Engkau tidak memuaskan kerinduannya dengan memberinya seorang anak. Dia mengungkapkan pada-Ku segala harapannya, kerinduannya… dan penolakan-penolakan-Mu."

"Dan tidakkah dia menceritakan pada-Mu alasan-alasan yang membenarkan penolakan?"

"Ya, dan dia menambahkan: 'Itu benar… tapi aku seorang manusia, seorang laki-laki malang. Yesus bersikeras melihat seorang hebat dalam diriku. Tapi aku tahu bahwa aku seorang manusia yang malang, dan jadi… Ia bisa memberiku seorang anak. Aku menikah supaya punya anak-anak… dan aku akan mati tanpa punya seorang anak pun." Dan dia mengatakan - dengan menunjuk pada si anak, yang gembira sebab pakaian indah yang dibelikan Petrus, telah menciumnya, seraya mengatakan: 'Bapa tersayang' - dia katakan: 'Lihatlah, saat makhluk kecil ini, yang sepuluh hari lalu tidak aku kenal, mengatakan itu padaku, aku merasa bahwa aku menjadi lebih lembut dari mentega dan lebih manis dari madu dan aku menangis, sebab… setiap hari yang berlalu, membawa anak ini pergi dariku.'"

Maria terdiam, mengamati Yesus, mempelajari wajah-Nya, menantikan sepatah kata… Tetapi Yesus menempatkan siku ke atas lutut-Nya, dan mengistirahatkan kepala-Nya dalam tangan-Nya dan membisu, menatap pada hamparan hijau kebun buah-buahan.

Maria meraih tangan-Nya dan sembari membelainya Ia berkata: "Simon memendam kerinduan besar ini… Ketika Aku pergi bersamanya, ia tidak membicarakan yang lain selain berbicara kepada-Ku mengenainya, dan alasan-alasannya begitu baik hingga… Aku tak dapat mengatakan apa-apa untuk membuatnya tenang. Alasan-alasan yang sama seperti yang dipikikan oleh semua perempuan dan semua ibu. Anak itu tidak cukup kuat. Andai dia sekuat Engkau pada usia itu… oh! dia akan dapat menghadapi kehidupan seorang murid tanpa khawatir apapun. Tapi dia begitu kurus!... Dia sangat inteligen, sangat baik… tapi tidak lebih. Ketika seekor merpati kecil begitu lembut, Engkau tak dapat melemparkannya ke udara untuk membuatnya terbang sangat dini, seperti yang Engkau lakukan pada yang kuat. Para gembala baik… tapi mereka tetap laki-laki. Anak-anak membutuhkan perempuan. Mengapakah Engkau tidak membiarkannya bersama Simon? Ketika Engkau menolak memberinya seorang anak dari dirinya sendiri, yang lahir darinya, Aku mengerti alasannya. Seorang anak adalah bagai sebuah jangkar. Dan Simon, yang ditakdirkan untuk suatu tugas yang begitu besar, tak dapat dihalangi oleh jangkar-jangkar. Tapi Engkau harus setuju bahwa dia akan harus menjadi 'bapa' dari semua anak-anak yang akan Engkau tinggalkan padanya. Bagaimanakah ia akan dapat menjadi seorang bapa jika dia tidak punya pengalaman dengan seorang anak? Seorang ayah haruslah manis. Simon baik, tapi tidak manis. Dia suka bertindak menurut dorongan hati dan tidak toleran. Hanya seorang makhluk kecil yang dapat mengajarkan padanya seni terbaik menjadi lembut hati terhadap barangsiapa pun yang lemah… Pikirkanlah takdir Simon… Dia bagaimana pun adalah penerus-Mu! Oh! Aku harus mengucapkan kata yang keras itu! Tapi demi segala kesedihan yang menyebabkan-Ku mengucapkannya, dengarkanlah Aku. Aku tidak akan pernah menasehati-Mu apapun terkecuali itu baik. Marjiam… Engkau ingin menjadikannya seorang murid yang sempurna… Tapi dia masih seorang anak. Engkau… Engkau akan pergi sebelum dia menjadi dewasa. Lalu, kepada siapakah Engkau dapat menyerahkannya, untuk menyelesaikan formasinya, lebih baik dari Simon? Dan akhirnya, Simon yang malang, Engkau tahu betapa banyak masalah yang sudah dihadapinya, dengan ibu mertuanya, juga karena Engkau. Dan meski begitu dia tidak mengambil kesempatan terkecil sekali pun dari masa lalunya, demi kebebasannya setahun yang lalu, supaya ditinggalkan dalam damai oleh ibu mertuanya - orang yang bahkan Engkau sendiri tak dapat mengubahnya. Dan istrinya yang malang? Dia sangat rindu untuk mencintai dan dicintai. Ibunya… oh! Suaminya? Laki-laki terkasih yang mendominasi… Tak ada kasih sayang yang pernah diberikan padanya tanpa menuntut terlalu banyak… Perempuan malang!... Tinggalkan anak itu padanya. Dengarkanlah, Nak. Untuk sementara waktu kita akan membawanya bersama kita. Aku akan ikut ke Yudea juga. Engkau akan mengantarkan-Ku ke salah seorang teman-Ku dari Bait Allah, yang nyaris seperti keluarga, sebab dia dari keturunan Daud. Dia tinggal di Bet-Zur. Aku akan senang bertemu dengannya, jika dia masih hidup. Kemudian, ketika kita kembali ke Galilea, kita akan menyerahkan anak itu pada Porphirea. Apabila kita dekat Betsaida, Petrus akan menjemputnya. Apabila kita kemari, sepanjang masa itu, si anak akan tinggal bersama Porphirea. Ah! Engkau tersenyum sekarang! Jadi Engkau akan menyenangkan BundaMu. Terima kasih, YesusKu."

"Ya, terjadilah, seturut kehendak-Mu." Yesus berdiri dan memanggil dengan lantang: "Simon anak Yohanes: kemarilah."

Petrus terkejut dan berlari menuruni tangga. "Apakah yang Engkau kehendaki, Guru?"

"Kemarilah, kau perampas kuasa dan penjilat!"

"Aku? Mengapa? Apakah yang telah aku lakukan, Tuhan?"

"Kau telah menjilat BundaKu. Itulah sebabnya kenapa kau ingin sendirian. Apa yang harus Aku lakukan terhadapmu?"

Namun Yesus tersenyum dan Petrus berbesar hati kembali. "Oh!" katanya. "Engkau sungguh menakutiku! Tapi sekarang Engkau tertawa… Apakah yang Engkau kehendaki dariku, Guru? Nyawaku? Aku hanya punya itu, sebab Engkau telah mengambil semuanya… Tapi jika Engkau menghendakinya, aku akan memberikannya pada-Mu."

"Aku tidak hendak mengambil apapun darimu. Aku hendak memberimu sesuatu. Tapi jangan mengambil keuntungan dari kemenanganmu dan jangan singkapkan rahasianya pada yang lain-lain, kau seorang yang paling cerdik yang mengalahkan sang Guru dengan senjata perkataan BundaNya. Kau akan mendapatkan anak itu, tapi…"

Yesus tak dapat berbicara lebih lanjut, sebab Petrus, yang tadi berlutut, melonjak dan mencium sang Guru dengan sukacita begitu rupa hingga membuat perkataan terhenti pada bibir-Nya.  

"Berterima-kasihlah pada-Nya, bukan Aku. Tapi ingatlah bahwa ini harus merupakan suatu bantuan bagimu, dan bukan suatu halangan…"

"Tuhan-ku, Engkau tidak akan menyesali anugerah ini… Oh! Maria! Semoga Engkau selalu diberkati, Engkau kudus dan baik…" Dan Petrus, yang telah jatuh berlutut kembali, menangis, sembari mencium tangan Maria…
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 3                    Daftar Istilah                        Halaman Utama