| 188. DARI TABOR KE EN-DOR DI GUA PENYIHIR.  PERJUMPAAN DENGAN FELIX YANG MENJADI YOHANES.     
  13 Juni 1945  Yesus dan para rasul telah melintasi Gunung Tabor dan meninggalkannya di belakang mereka. Sekarang mereka berjalan di sebuah dataran yang terbentang antara gunung itu dan gunung lain yang berhadapan dengannya, sambil membicarakan pendakian yang dilakukan oleh mereka semua, meski pada awalnya mereka yang lebih tua tidak terlalu antusias. Tetapi sekarang mereka senang bahwa mereka sudah tiba di puncak. Perjalanan sekarang mudah sebab mereka berada di sebuah jalanan utama yang cukup nyaman untuk berjalan kaki. Hari masih pagi sebab aku berada dalam kesan bahwa mereka telah melewatkan malam di lereng-lereng Tabor.  "Itu En-Dor," kata Yesus seraya menunjuk ke sebuah dusun miskin yang dibangun pada dataran tinggi pertama dari gunung lain. "Apa kau sungguh ingin ke sana?" "Jika Engkau ingin membuatku senang…" jawab Iskariot. "Jadi, marilah kita pergi." "Tapi, apakah perjalanannya jauh?" tanya Bartolomeus, yang, karena usianya, tidak terlalu antusias melakukan perjalanan dengan berjalan kaki.    "Oh! tidak! Tapi kalau kau ingin tinggal…" kata Yesus. "Ya! Kalian boleh tinggal. Aku akan pergi bersama Guru," kata Yudas Keriot segera. "Dengar, sebelum mengambil keputusan, aku ingin tahu apa yang ada di sana untuk dilihat… Dari puncak Gunung Tabor kita melihat laut dan sesudah perkataan si bocah ini aku harus akui bahwa aku melihatnya dengan pantas untuk pertama kalinya dan aku melihatnya seperti Engkau melihatnya: dengan hatiku. Di sini… Aku ingin tahu apakah ada yang perlu dipelajari, sebab jika demikian halnya aku akan ikut bahkan meski menjengkelkan…" kata Petrus. "Kau dengar itu? Kau belum mengatakan apa maksud tujuanmu. Bermurah-hatilah pada rekan-rekanmu dan katakan pada kami sekarang," kata Yesus memberi saran. "Bukankah Saul pergi ke En-Dor untuk berkonsultasi dengan penyihir?" "Ya. Jadi?" "Baiklah, Guru, aku ingin pergi ke sana dan mendengarkan Engkau berbicara mengenai Saul." "Kalau begitu halnya, aku akan ikut juga!" seru Petrus sangat antusias. "Jadi, marilah kita pergi." Mereka berjalan cepat sepanjang hamparan terakhir jalan utama, yang mereka tinggalkan untuk mengikuti suatu cabang jalan, yang menghantar langsung ke En-Dor. Suatu dusun miskin, seperti dikatakan Yesus. Rumah-rumah melekat pada lereng-lereng yang, di luar dusun menjadi semakin curam. Orang-orang miskin yang tinggal di sana. Sebagian besar dari mereka pastilah gembala yang menggembalakan kawanan mereka di punggung-punggung gunung dan di hutan-hutan pepohonan oak tua. Ada segelintir ladang-ladang kecil barley, atau tanaman biji-bijian sejenis untuk makanan ternak, di tempat-tempat yang baik dan beberapa pohon apel dan ara. Hanya ada sedikit pepohonan anggur sekeliling rumah-rumah, menghiasi tembok-tembok, yang berwarna gelap sebab tempat itu jelas lembab. "Sekarang kita akan menanyakan di mana tempat si penyihir," kata Yesus. Dan Ia menghentikan seorang perempuan yang tengah kembali dari sumber air dengan tempayan-tempayan. Dia menatap pada-Nya penuh tanda tanya, lalu menjawab dengan tidak sopan: "Aku tidak tahu. Aku punya banyak hal yang jauh lebih penting untuk dicemaskan dari sekadar omong kosong!" dan dia pun berlalu. Yesus berbalik pada seorang laki-laki tua yang sedang memahat sekerat kayu. "Penyihir?... Saul?... Siapa yang peduli mengenainya sekarang? Tapi, tunggu… Ada seorang di sini yang belajar dan mungkin dia tahu… Ikutlah bersamaku." Dan si laki-laki tua itu mendaki dengan susah-payah ke sebuah jalan berbatu menuju sebuah rumah yang sangat miskin dan gembel. "Dia tinggal di sini. Aku akan masuk dan memanggilnya." Petrus, seraya menunjuk pada beberapa unggas yang mengais-ngais di halaman yang kotor, berkata: "Orang ini bukan seorang Israel." Tapi ia tidak berkata apa-apa lagi sebab si laki-laki tua sudah kembali dengan diikuti oleh seorang yang buta sebelah matanya, yang sedekil dan sekumal semua yang ada sekeliling rumahnya. Laki-laki tua itu berkata: "Lihat? Orang ini mengatakan bahwa tempatnya di sana di balik rumah bobrok itu. Ada sebuah jalan setapak, sebuah aliran sungai, sebuah hutan dan beberapa gua, yang di puncak, di mana masih ada bekas-bekas reruntuhan tembok di satu sisi, itulah yang kau cari. Betul begitu?" "Tidak. Kau mengacaukan semuanya. Aku akan pergi dengan orang-orang asing ini." Suara orang itu serak dan parau, menambah perasaan tidak enak dalam diri semua orang. Orang itu mulai berjalan. Petrus, Filipus dan Tomas berulang kali memberi isyarat pada Yesus guna menasehati-Nya untuk tidak pergi. Tetapi Yesus tidak ambil peduli. Ia berjalan bersama Yudas di belakang orang itu, sementara yang lain-lain mengikuti-Nya… dengan enggan.  "Apakah Engkau seorang Israel?" tanya laki-laki itu. "Ya." "Aku juga, atau hampir, meski aku tidak kelihatan seperti seorang Israel. Tapi aku lama tinggal di luar negeri dan aku terpengaruh banyak kebiasaan, yang oleh orang-orang bodoh di sini tidak diterima. Aku lebih baik dari yang lainnya. Tapi mereka mengatakan bahwa aku setan, sebab aku banyak membaca, aku menernakkan unggas yang aku jual kepada orang-orang Romawi dan aku dapat menyembuhkan orang-orang lewat tanam-tanaman obat. Ketika aku masih muda, karena seorang perempuan, aku berkelahi dengan seorang Romawi - waktu itu aku di Cintium - dan aku menikamnya. Dia tewas, aku kehilangan satu mata dan seluruh kesehatanku dan aku dihukum penjara seumur hidup. Tapi aku tahu bagaimana menyembuhkan orang, dan aku menyembuhkan anak perempuan salah seorang sipir. Dengan demikian aku mendapatkan persahabatan dan sedikit kebebasan… Aku mempergunakannya untuk melarikan diri. Aku bertindak jahat, sebab orang itu pastilah membayar pelarianku dengan nyawanya. Tapi kebebasan tampak sungguh indah apabila orang adalah seorang tahanan…" "Tidak sungguh indah sesudahnya?" "Tidak. Penjara, apabila orang sendirian, lebih baik dari berhubungan dengan manusia yang tidak membiarkanmu sendirian dan datang sekeliling kita untuk membenci kita…" "Apa kau belajar filsafat?" "Aku dulu seorang guru di Cintium… Aku seorang proselit…" "Dan sekarang?" "Sekarang aku bukan apa-apa. Aku hidup seturut realita fakta. Dan aku membenci, seperti aku dulu dan aku masih membenci." "Siapa yang membencimu?" "Semua orang. Dan Allah yang utama. Perempuan itu adalah istriku… dan Allah membiarkannya berlaku tidak setia terhadapku dan menghancurkanku. Aku dulu bebas dan terhormat, dan Allah membiarkanku menjadi seorang narapidana yang menjalani hukuman seumur hidup. Allah meninggalkan aku, manusia tidak adil. Baik Allah dan manusia menghancurkan aku. Tidak ada yang tersisa di sini…" dan dia menebah dahinya dan dadanya. "Padahal, di sini, dalam kepalaku, ada pikiran-pikiranku, pengetahuanku. Di sini yang tidak ada apa-apa" dan dia meludah penuh kebencian. "Kau salah. Kau masih punya dua hal di sana." "Apa itu?" "Kenangan dan kebencian. Singkirkanlah. Jadilah sama sekali kosong… dan Aku akan memberimu sesuatu yang baru untuk ditempatkan di sana." "Apa?" "Cinta." "Ah! Ah! Engkau membuatku tertawa. Aku sudah tidak tertawa selama tigapuluh lima tahun, sobat. Sejak aku punya bukti bahwa perempuan itu tidak setia padaku dan berselingkuh dengan si Romawi saudagar anggur. Cinta! Cinta bagiku! Adalah seperti aku melemparkan perhiasan-perhiasan berharga pada ayam-ayamku! Mereka akan mati akibat tak dapat mencernanya, terkecuali mereka mengeluarkannya bersama kotoran mereka. Hal yang sama akan terjadi atasku. Cinta-Mu akan menjadi suatu beban untukku, jika aku tidak dapat mencernanya…" "Tidak, sobat! Jangan berkata begitu!" Yesus menempatkan tangan-Nya ke atas pundak si laki-laki, Ia tenggelam dalam duka mendalam dan secara terbuka. Laki-laki tu menatap pada-Nya dengan satu-satunya matanya dan apa yang dia lihat pada wajah yang teramat manis dan elok itu membuatnya kelu terkesima dan mengubah ekspresinya. Dari sarkastik dia menjadi sangat serius dan lalu sangat sedih. Dia menundukkan kepalanya dan dengan suara yang berubah dia bertanya: "Siapakah Engkau?" "Yesus dari Nazaret. Mesias." "Engkau!!!" "Aku. Tidakkah kau tahu mengenai Aku, sebab kau sangat banyak membaca?" "Aku tahu… Tapi aku tidak tahu bahwa Engkau hidup dan… lebih dari itu semua, aku tidak tahu ini. Aku tidak tahu bahwa Engkau sangat baik terhadap semua orang… dengan demikian… juga terhadap pembunuh… Ampunilah aku atas apa yang sudah aku katakan… tentang Allah dan cinta… Sekarang aku mengerti mengapa Engkau ingin memberiku cinta… Sebab tanpa cinta dunia adalah neraka, dan Engkau, Mesias ingin menjadikan sebuah firdaus darinya." "Sebuah firdaus dalam setiap hati. Berikan pada-Ku kenangan dan kebencian yang membuatmu sakit dan biarkan Aku menempatkan cinta dalam hatimu!" "Oh! Andai aku mengenal Engkau sebelumnya!... maka… Tapi ketika aku membunuh, Engkau tentunya belum lahir… Tapi sesudahnya… ketika aku bebas, sebebas seekor ular dalam hutan, aku hidup untuk meracuni orang dengan kebencianku." "Tapi kau juga melakukan kebaikan. Bukankah kau katakan bahwa kau menyembuhkan orang-orang lewat tanam-tanaman obat?" "Ya. Untuk bertoleransi. Tapi berapa kali aku harus bergulat melawan hasratku untuk meracuni mereka lewat ramuan beracun!... Lihat? Aku mencari pengungsian di sini sebab… ini adalah tempat di mana dunia diacuhkan dan yang diacuhkan dunia. Suatu tempat terkutuk. Di tempat-tempat lain aku membenci dan dibenci dan aku takut dikenali orang… Tapi aku jahat."         "Kau menyesal sudah mencelakai sipir penjara. Tidakkah kau lihat bahwa masih ada kebaikan dalam dirimu? Kau tidak jahat… Satu-satunya masalahmu adalah bahwa kau punya sebuah luka besar yang menganga, yang tak disembuhkan siapa pun… Kebaikanmu mengalir darinya bagai darah dari sebuah luka. Tapi jika seseorang merawat lukamu dan menyembuhkannya, saudara-Ku terkasih, kebaikan akan meningkat dalam dirmu, sebab kebaikan tidak akan lagi lenyap sebab membentuk..."  Laki-laki itu mencucurkan airmata dengan kepala tertunduk berusaha menyembunyikan airmatanya. Hanya Yesus Yang berjalan di sampingnya melihatnya. Ia memperhatikan tapi tidak berkata apa-apa lebih lanjut. Mereka tiba di sebuah gua yang terbuat dari puing-puing dan gua-gua gunung. Laki-laki itu berusaha membuat suaranya kedengaran mantap lalu berkata: "Di sini. Silakan Engkau masuk." "Terima kasih, teman-Ku. Jadilah baik." Laki-laki itu tidak mengatakan apapun dan tetap tinggal di tempatnya, sementara Yesus bersama para rasul-Nya melangkahi batu-batu besar yang pastilah bagian dari tembok-tembok yang sangat kokoh, mengagetkan kadal-kadal hijau dan serangga-serangga bertampang jelek lainnya, memasuki sebuah grotto besar yang berasap, yang pada tembok-temboknya masih ada tanda-tanda gambar zodiac dan hal-hal serupa. Di suatu pojok yang dihitamkan oleh asap, terdapat sebuah ceruk dan di bawahnya ada sebuah lubang yang kelihatan seperti sebuah lubang riol untuk air. Kelelawar-kelelawar yang bergantungan dalam gerombolan-gerombolan menjijikkan, menghiasi langit-langit dan seekor burung hantu, yang terganggu oleh terang dari sepotong dahan yang telah dinyalakan Yakobus guna memastikan bahwa mereka tidak menginjak kelajengking atau asp [= ular kecil berbisa], mengeluh dengan mengepak-ngepakkan sayapnya dan menutup mata jeleknya yang tak dapat menahan terang. Burung itu bertengger di ceruk, dan bau busuk bangkai tikus, weasel dan burung yang membusuk yang ada di kakinya bercampur dengan bau busuk tahi hewan dan tanah yang lembab.         "Sungguh suatu tempat yang menawan!" kata Petrus. "Tabormu dan lautanmu jauh lebih menyenangkan, bocah!" Dan lalu ia berkata pada Yesus: "Guru, puaskan Yudas segera sebab ini bukan… aula kerajaan Antipas!" "Tentu. Apa yang ingin kau ketahui?" Ia bertanya pada Yudas Keriot. "Baiklah… aku ingin tahu apakah dan mengapakah Saul berdosa dengan datang ke sini… Aku ingin tahu apakah mungkin seorang perempuan memanggil arwah. Aku ingin tahu apakah… Oh! Lebih baik jika Engkau berbicara. Aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada-Mu." "Itu suatu cerita yang panjang. Setidak-tidaknya marilah kita keluar ke sana, di bawah matahari, di atas bebatuan… Kita akan menyingkir dari suasana lembab dan bau busuk," pinta Petrus. Dan Yesus setuju. Mereka duduk senyaman yang mungkin di puing-puing tembok. "Dosa Saul hanyalah satu dari dosa-dosanya. Diawali dan diikuti oleh banyak dosa lainnya. Semuanya dosa berat. Kedurhakaan ganda terhadap Samuel yang telah mengurapinya sebagai raja dan yang sesudahnya menghilang agar tidak berbagi dengan raja penghormatan dari rakyat. Dia beberapa kali tidak tahu berterima kasih kepada Daud yang menyelamatkannya dari Goliat dan mengampuni nyawanya di gua-gua di En-Gedi dan Hakhila. Dia bersalah atas banyak tindak ketidak-taatan dan atas menggemparkan rakyatnya dengan perbuatan amoral. Dia bersalah mendukakan Samuel penolongnya dengan kurang cinta kasih. Dia bersalah atas iri hati, atas upaya mencabut nyawa Daud, yang adalah penolongnya yang lain, dan akhirnya, atas kejahatan yang dilakukannya di sini." "Terhadap siapa? Dia tidak membunuh siapa pun di sini." "Dia membunuh jiwanya di sini, dia selesai membunuhnya. Mengapa kau menundukkan kepalamu?" "Aku sedang berpikir, Guru." "Kau sedang berpikir. Aku bisa lihat itu. Apa yang sedang kau pikirkan? Mengapa kau ingin ke sini? Kau harus akui bahwa itu bukan sekedar rasa ingin tahu belaka dari seorang terpelajar." "Kita selalu mendengar orang berbicara mengenai tukang sihir, ahli tenung, memanggil arwah… Aku ingin melihat apakah aku dapat menemukan sesuatu… Aku ingin tahu bagaimana hal itu dilakukan… Aku pikir bahwa sebab kami ditakdirkan untuk membuat orang takjub guna menarik perhatian mereka, kami seharusnya, agaknya, menjadi penyihir juga. Engkau adalah Engkau dan Engkau melakukan hal-hal melalui sarana kuasa-Mu. Tapi kami harus memohon kuasa, memohon pertolongan demi melakukan perbuatan-perbuatan yang luar biasa, yang adalah penting…" "Apa kau gila? Apa yang kau bicarakan ini?" teriak banyak dari antara mereka. "Tenanglah. Biarkan dia bicara. Dia tidak gila." "Ya, aku pikir dengan datang ke sini sedikit sihir dari masa lalu akan merasuki aku dan menjadikan aku lebih hebat. Demi kepentingan-Mu, percayalah padaku." "Aku tahu bahwa keinginanmu yang sekarang adalah keinginan yang tulus. Tapi Aku akan menjawabmu dengan perkataan abadi, sebab perkataan itu dari Kitab Suci dan Kitab Suci akan ada sepanjang manusia ada. Dipercayai ataupun ditertawakan, dipergunakan untuk membela kebenaran ataupun dicemooh, Kitab Suci akan selalu ada. Di sana tertulis: 'Dan Hawa, melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, dia mengambil dan memakannya dan memberikannya juga kepada suaminya… Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu bahwa mereka telanjang dan mereka membuat cawat bagi diri mereka… Dan Allah berkata: "Bagaimana kalian tahu bahwa kalian telanjang? Hanya karena kalian makan dari buah terlarang." Dan Ia mengusir mereka dari taman kesukaan.' Dan dalam kitab mengenai Saul, tertulis: 'Samuel menampakkan diri dan berkata: "Mengapa engkau mengganggu aku dengan menyihir aku muncul? Mengapa engkau bertanya kepadaku, padahal Allah telah undur dari padamu? Allah akan melakukan kepadamu seperti yang pernah aku katakan kepadamu… karena engkau tidak mentaati suara Allah."' Nak, janganlah ulurkan tanganmu pada buah terlarang. Tidaklah bijaksana bahkan mendekatinya saja. Janganlah ingin tahu hal-hal yang supernatural, agar racun setaniknya tidak menaklukkanmu. Hindarilah kuasa atau praktek supernatural dan apa yang tak dapat dijelaskan. Satu hal saja yang harus diterima dengan iman yang kudus: Allah. Tetapi hindarilah apa yang bukan Allah dan apa yang tak dapat dijelaskan oleh akal manusia atau tak dapat dilakukan oleh kuasa manusia, sehingga sumber kejahatan tidak terbuka bagimu dan kau dapat tahu bahwa kau 'telanjang'. Telanjang: menjijikkan dalam kemanusianmu bercampur setanisme. Mengapa kau ingin membuat orang takjub melalui hal-hal gaib yang gelap? Buatlah mereka takjub melalui kekudusanmu, yang seharusnya secemerlang hal-hal yang berasal dari Allah. Janganlah antusias menyingkapkan selubung yang memisahkan yang hidup dari yang mati. Janganlah mengganggu yang mati. Dengarkanlah mereka, jika mereka bijaksana, sementara mereka masih di dunia, hormatilah mereka dengan mentaati mereka juga sesudah kematian mereka. Tetapi janganlah mengganggu kehidupan kedua mereka. Barangsiapa tidak mentaati suara Allah, kehilangan Allah. Dan Allah telah melarang praktek supernatural, sihir, setanisme dalam segala bentuknya. Apa lagi yang ingin kau ketahui selain dari Sabda yang sudah diwartakan kepadamu? Apa lagi yang ingin kau lakukan selain dari kebaikan dan kuasa-Ku yang memampukanmu untuk melakukannya? Janganlah merindukan dosa, melainkan kekudusan, nak. Janganlah merasa malu. Aku senang bahwa kau menyingkapkan kemanusiaanmu. Banyak orang, terlalu banyak, suka apa yang kau sukai. Tapi tujuan dari keinginanmu: 'menjadi berkuasa guna menarik orang kepada-Ku' menyingkirkan suatu beban berat dari kemanusiaan itu dan menempatkan sayap padanya. Tapi itu adalah sayap-sayap burung malam. Tidak, Yudas-Ku terkasih. Kenakanlah sayap-sayap yang seterang matahari, sayap-sayap seorang malaikat pada rohmu. Dengan angin lembut yang disebabkan oleh kepakan sayapmu, kau akan menarik hati orang dan akan menghantar mereka dalam kesadaranmu akan Allah. Bisa kita pergi?" "Ya, Guru! Aku sudah bersalah…" "Tidak. Kau seorang yang penuh ingin tahu… Dunia akan selalu penuh dengan mereka. Ayo. Mari kita pergi dari bau busuk tempat ini. Marilah kita pergi menuju matahari! Dalam beberapa hari Paskah akan tiba, dan sesudahnya kita akan pergi ke rumah ibumu. Aku akan menyihirnya muncul untukmu: rumahmu yang manis, ibumu yang kudus. Betapa damai!" Seperti biasa, kenangan akan ibunya dan pujian sang Guru untuk ibunya, menggembirakan Yudas.  Mereka keluar dari puing-puing dan mulai menuruni jalanan yang saat kedatangan tadi mereka daki. Laki-laki yang buta satu matanya masih ada di sana. "Kau masih di sini?" tanya Yesus berpura-pura tidak memperhatikan wajahnya yang basah sebab derasnya airmata yang dicucurkannya. "Ya, aku masih di sini. Aku akan mengikuti Engkau jika Engkau mengijinkanku. Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu…" "Jadi, ikutlah dengan-Ku. Apa yang ingin kau katakan pada-Ku?" "Yesus… aku mendapati bahwa guna memiliki kekuatan untuk berbicara dan untuk mengerjakan sihir kudus mengubah diriku, menyihir muncul jiwaku yang mati sebagaimana si penyihir memanggil arwah Samuel bagi Saul, aku harus mengucapkan Nama-Mu, yang adalah semanis mata-Mu, dan sekudus suara-Mu. Engkau sudah memberiku suatu hidup baru, tapi hidup itu kekurangan bentuk dan energi, seperti hidup seorang bayi yang baru dilahirkan sesudah suatu kelahiran yang sulit. Hidup itu masih bergulat dalam cengkeraman kebiasaan-kebiasaan lama yang jahat. Tolonglah aku untuk keluar dari kematianku." "Ya, sahabat-Ku." "Aku… aku sudah tahu bahwa masih ada sedikit kemanusiawian dalam hatiku. Aku tidak sepenuhnya binatang buas, dan aku masih dapat mengasihi dan dikasihi, mengampuni dan diampuni. Kasih-Mu, yang adalah pengampunan, telah mengajarkannya padaku. Bukankah demikian?" "Ya, sahabat-Ku." "Jadi… bawalah aku bersama-Mu. Aku Felix! Betapa ironi! Tapi berilah aku sebuah nama baru. Supaya masa laluku dapat sungguh mati. Aku akan mengikuti Engkau seperti seekor anjing yang tersesat, yang pada akhirnya mendapatkan seorang tuan. Aku akan menjadi budak-Mu, jika Engkau menghendakinya. Tapi janganlah meninggalkan aku sendirian…" "Ya, sahabat-Ku." "Nama apakah yang akan Engkau berikan padaku?" "Sebuah nama yang Aku sayangi: Yohanes. Sebab kau adalah rahmat yang dianugerahkan oleh Allah." "Maukah Engkau membawaku bersama-Mu?" "Ya, untuk sementara waktu. Di kemudian hari kau akan mengikuti Aku bersama para murid-Ku. Tapi bagaimana dengan rumahmu?" "Aku sudah tidak punya rumah lagi. Aku akan meninggalkan apa yang aku punya untuk kaum miskin. Hanya saja berilah aku kasih dan roti." "Marilah." Yesus berbalik dan memanggil para rasul-Nya. "Aku berterima kasih kepada kalian, sahabat-sahabat-Ku, dan khususnya kau, Yudas. Melaluimu, Yudas, melalui kalian semua, suatu jiwa datang kepada Allah. Ini seorang murid baru. Dia akan ikut bersama kita sampai kita dapat mempercayakannya pada para murid saudara-saudara kita. Bergembiralah sebab kalian sudah menemukan satu hati dan muliakanlah Allah bersama-Ku." Tetapi Keduabelas rasul tidak sungguh kelihatan sangat senang. Tapi demi ketaatan dan kebaikan hati mereka menyambutnya. "Jika Engkau tak berkeberatan, aku akan pergi mendahului. Engkau akan mendapatiku di pintu rumahku." "Ya, pergilah." Laki-laki itu pun berlari pergi. Dia kelihatan seperti seorang yang lain. "Dan sekarang sesudah kita sendirian, Aku perintahkan kepada kalian, dan ini adalah suatu perintah, untuk bersikap baik terhadapnya dan tidak menyinggung masa lalunya pada siapa pun. Aku akan segera menolak siapa pun yang berbicara atau tidak berbaik hati terhadap saudara kita yang sudah ditebus ini. Apa itu jelas? Dan lihatlah betapa baiknya Allah! Kita datang kemari untuk suatu tujuan manusiawi dan Ia mengijinkan kita untuk pergi sesudah melakukan suatu perbuatan adikodrati. Oh! Aku bersukacita sebab sukacita yang sekarang di Surga bagi orang yang baru bertobat itu." Mereka tiba di rumah itu. Si laki-laki di sana, di ambang rumah, mengenakan sehelai jubah gelap yang bersih dan sebuah mantol yang sepadan, sepasang sandal baru dan mencangklong sebuah tas kain besar di bahunya. Dia menutup pintu dan lalu, betapa mengherankan melihat laki-laki yang dianggap sebagai berhati batu itu, dia merenggut seekor ayam betina putih, mungkin peliharaan kesayangannya, yang duduk dengan jinak dalam kedua tangannya, dia menciuminya sembari mencucurkan airmata dan meletakkannya kembali ke tanah.   "Marilah kita pergi… dan maafkan aku. Tapi ayam-ayamku selalu mencintaiku… aku biasa berbicara kepada mereka dan… mereka mengerti aku…" "Aku mengertimu juga… dan Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku akan memberikan kepadamu segenap cinta yang dijauhkan dunia darimu selama tigapuluh lima tahun…"   "Oh! Aku tahu! Aku dapat merasakannya! Itulah sebabnya mengapa aku ikut. Tapi bersabarlah terhadap seorang yang… mencintai binatang yang sudah lebih setia padanya daripada manusia…"   "Ya… Lupakan masa lalumu. Kau akan punya sangat banyak hal yang perlu dilakukan! Dan, sebab kau berpengalaman, kau akan melakukannya dengan sangat baik. Simon, kemarilah dan kau juga, Matius. Lihat? Orang ini dulu lebih parah dari seorang tahanan, dia seorang kusta. Dan yang ini… seorang pendosa. Dan mereka sangat Aku sayangi, sebab mereka tahu bagaimana memahami hati yang menderita… Benar begitu?" "Syukur terima kasih atas kebaikan-Mu, Tuhan-ku. Tapi kau dapat yakin, sobatku, bahwa semuanya dibatalkan dengan melayani-Nya. Hanya damai yang tinggal," kata Zelot. "Ya. Damai dan suatu permulaan yang baru mengambil alih kejahatan dan kebencian masa lalu. Aku dulu seorang pemungut cukai. Sekarang aku seorang rasul. Dunia ada di depan kita. Dan kita tahu semua mengenainya. Kita bukan anak-anak masa bodoh yang lewat dekat buah yang berbahaya dan tanaman yang membungkuk dan yang tidak melihat fakta-fakta. Kita tahu. Kita dapat menghindari yang jahat dan mengajarkan pada orang-orang lain bagaimana menghindarinya. Dan kita dapat menegakkan mereka yang membungkuk. Sebab kita tahu betapa melegakannya memperoleh dukungan. Dan kita tahu Siapa Yang mendukung: Dia," kata Matius.     "Itu benar! Sungguh benar! Kalian akan membantuku. Terima kasih. Aku merasa seolah aku baru melewati suatu tempat gelap berbau busuk menuju alam terbuka di suatu padang rumput berbunga… Aku merasakan yang sama ketika aku keluar, pada akhirnya bebas, sesudah duapuluh tahun masa penjara dan kerja brutal di pertambangan-pertambangan di Anatolia dan aku mendapati diriku - aku meloloskan diri di suatu malam berbadai - di atas puncak sebuah gunung liar, tapi di alam terbuka, di suatu tempat yang bermandikan sinar matahari pada saat fajar, dan diselimuti pepohonan yang harum… Kebebasan! Tapi yang sekarang ini lebih baik! Semuanya lebih mulia! Aku sudah tidak dirantai selama limabelas tahun. Tapi kebencian, ketakutan dan kesepian masih bagai rantai bagiku… Tapi sekarang rantai itu sudah dikebaskan!... Di sini kita di rumah laki-laki tua yang menghantarkan Engkau kepadaku. Ehi! Sobat!" Si laki-laki tua bergegas menghampiri mereka dan tercengang melihat si teman yang buta satu matanya itu kelihatan bersih, mengenakan pakaian baru dan tersenyum. "Ini, ambillah. Ini kunci rumahku. Aku pergi, demi kebaikanku. Aku berterima-kasih padamu sebab kau adalah penolongku. Kau sudah memberiku sebuah keluarga. Perbuatlah apa yang kau suka dengan propertiku… dan peliharalah ayam-ayamku. Perlakukan mereka dengan baik. Seorang Romawi datang setiap hari Sabat dan membeli telur… Kau akan mendapatkan keuntungan… Perhatikan ayam-ayam betina kecilku… dan semoga Allah mengganjarimu untuk itu." Si laki-laki tua terperanjat… Dia menerima kunci dan berdiri melongo. Yesus berkata: "Ya, lakukan seperti yang dikatakannya padamu dan Aku akan berterima-kasih padamu juga. Aku memberkatimu dalam nama Yesus." "Si Orang Nazaret! Engkau! Kasihanilah! Aku sudah berbicara kepada Tuhan! Sobat perempuan! Sobat laki-laki! Mesias di sini!" Dia berteriak-teriak bagai seekor elang dan orang banyak bergegas datang dari segala penjuru. "Berkatilah kami! Berkatilah kami!' mereka berteriak. Sebagian berseru: "Tinggalah di sini!" dan yang lainnya: "Ke manakah Engkau hendak pergi? Setidaknya katakan pada kami kemana Engkau hendak pergi." "Ke Nain. Aku tak dapat tinggal." "Kami akan mengikuti Engkau. Apakah Engkau berkeberatan?" "Marilah. Damai dan berkat bagi mereka yang tinggal di sini." Mereka pun pergi ke jalanan utama dan menyusurinya. Si laki-laki, yang berjalan dekat Yesus dan nyaris tak dapat membawa tas kainnya, menarik perhatian Petrus. "Apa yang kau bawa di sana hingga begitu berat?" tanyanya. "Pakaian-pakaianku… dan buku-buku… Sahabat-sahabatku sesudah dan sekaligus sama seperti ayam-ayam. Aku tak dapat berpisah darinya. Tapi buku-buku ini berat." "Eh! Pengetahuan itu berat! Tentu saja! Dan siapakah yang menyukainya, eh?" "Buku-buku ini menghindarkanku dari menjadi gila."        "Eh! Kau pasti sangat menyukainya! Buku-buku apa itu?" "Filsafat, sejarah, puisi Yunani dan Romawi…" "Bagus, pasti bagus. Tapi… apa kau pikir kau akan dapat membawanya bersamamu?" "Mungkin aku akan dapat berpisah darinya. Tapi kau tak dapat melakukan semuanya seketika itu juga, ya kan, Mesias?" "Panggil Aku Guru. Tidak, kau tak dapat. Tapi Aku akan mengijinkanmu memiliki suatu tempat di mana kau akan dapat menyimpan sahabat-sahabatmu, buku-bukumu. Buku-buku itu dapat membantumu untuk mendiskusikan Allah dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah." "Oh! Betapa bebas pemikiran-Mu dari segala batasan-batasan!" Yesus tersenyum dan Petrus berseru: "Tidak heran! Ia adalah Kebijaksanaan!"  "Dan Kebaikan, percayalah padaku. Dan apa kau seorang terpelajar?" "Aku? Oh! Sangat terpelajar. Aku dapat membedakan seekor ikan allice dari ikan carp dan pengetahuanku berakhir di sana. Aku seorang nelayan, sobatku!" dan Petrus tersenyum dengan rendah hati dan jujur.  "Kau seorang yang jujur. Itu adalah pengetahuan yang kau pelajari sendiri. Dan yang sangat sulit untuk dipelajari. Aku suka kau." "Dan aku suka kau juga. Sebab kau tulus. Juga ketika kau mendakwa dirimu sendiri. Aku memaafkan semuanya, aku membantu semua orang. Tapi aku seorang musuh yang beringas bagi orang-orang munafik. Mereka membuatku muak." "Kau benar. Seorang yang munafik itu tak bermoral." "Seorang yang tak bermoral. Kau benar. Katakan, apa kau keberatan memberikan tasmu padaku sebentar? Bagaimanapun, kau dapat yakin bahwa aku tidak akan lari dengan buku-buku ini… Aku pikir kau kesulitan membawanya…" "Duapuluh tahun kerja rodi di pertambangan membuatmu patah punggung… Tapi kenapa kau mau bersusah-payah?"  "Sebab Guru telah mengajarkan kepada kita untuk saling mengasihi satu sama lain seperti saudara. Berikan padaku. Dan bawalah tas kainku. Tasku tidak berat… Tidak ada sejarah, tidak ada puisi di dalamnya. Sejarahku, puisiku dan hal-hal lain yang kau sebutkan, adalah Ia, Yesus-ku, Yesus kita." | ||||||
|  |