Siapa Yesus Menurutmu?
oleh: P. Gregorius Kaha, SVD

Saya pernah membaca kisah tentang legenda tempat di Tretes yang bernama “Kakek Bodo”. Kanon dulu hidup seorang bapak yang sangat sederhana. Dia bekerja pada sebuah keluarga Belanda. Ia sangat baik dan rajin, sehingga tuan dan nyonya senang kepadanya. Pada suatu hari, setelah sekian lama bekerja, ia pamit untuk istirahat. Bapak ini lalu pergi menyepi di suatu tempat dekat air terjun di lingkungan yang damai dan tenang. Karena lama tidak pulang, majikan yang merasa kehilangan pekerja yang baik itu berusaha mencari. Sesudah menemukannya, ia membujuknya untuk kembali dan berjanji untuk menaikan gajinya empat kali lipat. Tetapi bapak itu menolak dan menyatakan bahwa ia lebih suka hidup sederhana dan bersemadi. Tuan dan nyonya tersebut sangat kecewa dan menyebut pak tua ini “Kakek Bodo” (= kakek bodoh). Dia disebut mereka bodoh karena ada kesempatan kerja dengan gaji yang baik dan jaminan hidup yang cukup, tetapi dia memilih untuk hidup sederhana dalam keheningan dan kedamaian hati.
Pesan singkatnya adalah bahwa manusia memiliki ukuran tersendiri tentang apa yang baik bagi dirinya. Kadang ukuran itu berbeda satu dengan yang lain.
Dalam Injil kita membaca Tuhan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya tentang “Siapa DiriNya”. Menariknya, Tuhan Yesus meminta dengan dua sisi: minta penilaian dari diri orang lain dan minta penilaian dari diri mereka sendiri. Bisa jadi Tuhan Yesus ingin mengetahui motivasi mereka: apakah mereka benar-benar mengikuti Dia dari hati, ataukah mereka mengikuti Dia karena pengaruh / ikut-ikutan orang lain, atau mereka justru memiliki harapan-harapan yang tersembunyi dalam mengikuti Yesus. Coba amati reaksi Petrus. Rasul Petrus memang dengan tegas memberi jawaban, tetapi jawaban itu menjadi goyah ketika Tuhan Yesus berbicara tentang sesuatu yang di luar harapan Petrus. Dia protes dan menuntut supaya Yesus berbicara dan bertindak sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. Yesus dengan tegas menolak dan mengajarkan kepada murid-murid-Nya komitmen kuat dan tegas pada apa yang sudah menjadi pilihan.
Guna memurnikan motivasi para murid, Yesus lalu menyampaikan secara terus terang syarat untuk mengikuti Dia: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, dia harus menyangkal diri, memanggul salibnya dan mengikuti Aku.” Menyangkal diri berarti orang harus melepaskan diri dari segala yang mengikat dan membelenggu hidupnya. Memang zaman ini, hidup manusia diikat oleh pelbagai macam pengaruh; entah datang dari dalam dirinya seperti ambisi, ego, kecemasan hidup dll, maupun yang datang dari luar seperti harta kekayaan, status dan pangkat. Untuk menjadi murid Kristus, orang harus melepaskan diri dari keterikatan itu. Memanggul Salib berarti orang harus siap menderita bersama Kristus. Mengikuti Yesus tidak bisa hanya mau dengar kata-kata Yesus yang enak dan ringan saja; tidak bisa hidup yang enak-enak saja atau ikut ajaran yang cocok dengan dirinya saja. Mengikuti Yesus berarti siap menderita, bergumul menuju tujuan hidup dengan sukacita. Karena percaya Yesus ada di pihak kita.
Pesan sederhana untuk kita minggu ini:
Pertama, berusahalah menemukan “siapa Yesus” menurut pribadimu. Karena jawaban atas pertanyaan itu menentukan kualitas hidupmu sebagai orang beriman dan cara hidupmu sehari-hari.
Kedua, iman harus menjadi bagian utuh dari kehidupan kita. Kelemahan yang sering dilakukan adalah bahwa kita kadang tinggalkan iman itu di rumah. Ke kantor orang tidak mau bawa iman, takut merepotkan dalam mengambil keputusan; ke tempat belanja sering tidak bawa iman, sehingga banyak pembelanjaan bersifat boros; ke tempat rekreasi juga kadang tidak mau bawa iman, nanti tidak bebas. Saudara-saudari, iman itu harus menjadi bagian utuh dari kehidupan seseorang. Bersediakah kita “menggendong iman” kemana-mana? Kalau ya, jangan tunda: tersenyumlah.
|