Keutamaan Ketaatan:
Kewajiban Kita, Mahkota Kita
“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
~ Filipi 2:8
Umat Katolik secara istimewa menjunjung tinggi ketaatan, sebab teladan Kristus Sendiri dan sebab dalam diri para superior kita yang sah, kita melihat wakil Kristus Sendiri. Superior adalah mereka kepada siapa Allah mendelegasikan sebagian otoritas-Nya atas kita: orangtua, guru, para imam, pemimpin, dan sebagainya.
Apakah yang Dimaksud dengan Keutamaan Ketaatan?
P John Anthony Hardon, S.T.D. (1914-2000) - seorang teolog Yesuit terkenal - dalam bukunya “Pocket Catholic Dictionary” mendefinisikan ketaatan sebagai: “Kebajikan moral yang mencondongkan kehendak agar tunduk pada kehendak yang lain yang mempunyai wewenang untuk memerintah.” Sebab itu, orang yang bertaut pada ketaatan menyerahkan kehendaknya pada orang yang mempunyai otoritas sah atas dirinya. St Thomas Aquinas (1225-1274) dalam Summa Theologica memaklumkan bahwa Allah harus ditaati dalam segala hal, sementara otoritas manusia harus ditaati dalam hal-hal tertentu. P Hardon menerangkan: “… ketaatan kepada Allah adalah tanpa batas, sedangkan ketaatan kepada manusia dibatasi oleh hukum yang lebih tinggi yang tidak boleh dilanggar, dan oleh kompetensi atau otoritas dia yang memberikan perintah.”
Katekismus Gereja Katolik membicarakan keutamaan ketaatan dengan bahkan menyebutnya sebagai suatu kewajiban: “Kewajiban taat menuntut dari semua orang supaya memberi penghormatan yang pantas kepada orang yang berwenang dan pribadi-pribadi yang melaksanakan tugasnya dan menyampaikan kepada mereka - sesuai dengan jasanya - tanda terima kasih dan simpati” (#1900).
Beberapa Contoh Keutamaan Ketaatan dalam Perbuatan:
Yesus Kristus, Putra Allah yang kekal, taat kepada BapaNya dengan menjadi manusia melalui kuasa Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria; selanjutnya Yesus taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib di Kalvari, demi keselamatan manusia.
Santa Perawan Maria taat kepada Allah yang Mahakuasa dengan memberikan persetujuannya menjadi Bunda Perawan dari Messias yang telah lama dinantikan.
St Yosef mengindahkan perkataan malaikat Allah dan membawa Bayi Yesus dan Maria ke Mesir sebab Raja Herodes bermaksud membunuh sang Bayi.
Segenap umat beriman yang dibaptis Kristen digerakkan oleh ketaatan iman untuk mendengarkan dan tunduk pada Sabda Allah.
Anak-anak taat, hormat dan berdoa bagi orangtua mereka, bersyukur bahwa Allah telah memberikan ayah dan ibu kepada mereka.
Para imam taat kepada uskup atau superior mereka, sebagai misal, dengan menerima tugas-tugas baru yang dipercayakan kepada mereka.
Mereka yang dikonsekrasikan kepada Kristus dengan mengucapkan kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, taat pada superior mereka sehubungan dengan karya apostolik yang harus mereka lakukan.
Mereka yang mempunyai pembimbing rohani mendengarkan dan taat pada pembimbing rohani mengenai bagaimana mereka mencapai kesempurnaan Kristiani dalam perkara-perkara tertentu.
Umat Katolik taat kepada Allah dan kepada Gereja dengan mengindahkan Sepuluh Perintah Allah dan Lima Perintah Gereja, sebagai misal dengan ikut ambil bagian dalam Kurban Kudus Misa pada Hari Minggu dan pada Hari-Hari Raya yang diwajibkan, dengan mentaati hukum Gereja mengenai Sakramen Perkawinan, dsb.
Warga negara membayar pajak kepada otoritas yang berwenang dan membela negara dari serangan musuh.
P Hardon menambahkan: “Sebagai suatu kebajikan, ketaatan menyenangkan Allah sebab itu berarti kurban kehendak diri demi kasih kepada Allah.”
Ketaatan Katolik adalah Senantiasa Ketaatan kepada Iman
Adalah ajaran Gereja bahwa ketaatan merupakan bagian dari keadilan, salah satu dari keempat kebajikan pokok, yang ada di bawah kebajikan teologis: Iman, harapan dan kasih. Jadi, iman lebih besar dari ketaatan! Oleh karenanya, jika tindakan ketaatan dapat menodai iman, maka seorang Katolik berkewajiban untuk tidak mentaati superiornya.
“Terkadang apa yang diperintahkan oleh seorang superior adalah melawan Allah; karenanya, para superior tidak harus ditaati dalam segala hal.” ~ St Thomas Aquinas
“Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia” (Galatia 1:8).
Bagaimana Orang Gagal Mengamalkan Keutamaan Ketaatan?
Seturut tradisi, para teolog membedakan antara dosa cacat dalam ketaatan (= sins in defect) dan dosa berlebihan dalam ketaatan (= sins in excess).
Dosa cacat dalam ketaatan adalah ketidaktaatan, yang adalah pelanggaran suatu perintah yang ada dalam otoritas superior dan, karenanya, merupakan suatu perintah yang sah. Orang tidak taat apabila ia secara sengaja tidak melakukan atau mengabaikan sesuatu yang diperintahkan oleh otoritasnya yang sah.
Dosa berlebihan dalam ketaatan adalah perhambaan, yang ditandai dengan kesetiaan pada suatu perintah yang bertentangan dengan hukum atau peraturan yang lebih tinggi. Seorang bersalah akan perhambaan jika ia taat kepada suatu hukum sipil yang bertentangan dengan hukum moral Allah.
Ketaatan yang Benar
Allah harus senatiasa ditaati tanpa peduli apapun yang mungkin Ia kehendaki dari kita. Demikianlah teladan iman Abraham.
Dom Gregory Manise, O.S.B., dalam “Dictionary of Moral Theology” mengatakan: “Ketaatan kepada seorang superior manusia dalam perintah-perintah yang sah, jika tidak digerakkan oleh alasan-alasan egois, melainkan motivasi yang jujur, tidak merendahkan melainkan meluhurkan manusia, sebab merupakan penyerahan diri kepada Allah Sendiri, dari siapa segala kuasa berasal. Juga ketaatan memberikan kepastian bebas dari salah: seorang superior dapat salah dalam memberi perintah, tetapi orang tak pernah dapat dipersalahkan karena mentaati suatu perintah yang sah.”
Pernahkah ada suatu peristiwa di mana orang harus menolak untuk mentaati perintah suatu otoritas manusia?
Ya, jika seorang superior manusia memerintahkan sesuatu yang melawan hukum Allah. Kita wajib menolak untuk mentaati perintah-perintah yang bertentangan dengan hukum Allah sebab mereka tidak sungguh sah. Superior manusia yang sejati adalah mereka kepada siapa Allah mendelegasikan sebagian otoritas-Nya. Jika mereka menyalahgunakan otoritas itu dengan memerintahkan yang bertentangan dengan Pencipta, maka rakyat atau umat terikat untuk tidak mentaati mereka. St Petrus dan rasul-rasul lain benar ketika tanpa takut mereka memaklumkan: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kisah Para Rasul 5:29).
“Sejauh hukum manusia sesuai dengan akal budi yang benar, ia mempunyai hakikat hukum; maka ia dengan jelas berasal dari hukum abadi. Tetapi sejauh ia menyimpang dari akal budi, ia dinamakan hukum yang tidak adil dan dengan demikian ia tidak mempunyai hakikat suatu hukum, tetapi sebaliknya hakikat satu perkosaan.” ~ St Thomas Aquinas
Pikirkanlah para pejabat sipil di begitu banyak tempat yang menggalakkan penyimpangan-penyimpangan tak terlukiskan yang bertentangan dengan Allah dan rancangan-rancangan-Nya yang bijak: pembunuhan bayi-bayi yang tak berdosa dalam rahim, mempercepat kematian seorang lanjut usia, sterilisasi sepihak orang-orang yang cacat mental, “perkawinan” laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, dan sebagainya. Tak seorang Kristen pun pantas membela atau secara sengaja menyetujui penghinaan-penghinaan keji ini melawan Pencipta yang Mahapengasih dan Hukum-Nya yang kekal.
“Dan tak ada alasan mengapa mereka yang lebih mentaati Allah daripada manusia harus didakwa sebagai menolak ketaatan, sebab jika kehendak penguasa berlawanan dengan kehendak dan hukum-hukum Allah, penguasa ini melampaui batas kuasa mereka sendiri dan mencemarkan keadilan, maka otoritas mereka tidak dapat sah, sebab apabila tak ada keadilan, maka tidak sah.” ~ Paus Leo XIII
Ketaatan yang Benar vesus Ketaatan yang Salah
Beberapa contoh:
Ketidaktaatan
|
:
|
Paus tak memiliki wewenang atasku.
|
Ketaatan yang Salah
|
:
|
Paus memiliki infallibilitas dalam segala yang ia katakan dan lakukan.
|
Ketaatan yang Benar
|
:
|
Paus, sebagai Vicar Kristus, diberi Kristus wewenang langsung atas seluruh Gereja dan dianugerahi oleh-Nya karisma "tidak dapat sesat" dalam masalah-masalah iman dan susila, tetapi tidak dalam segala perkataan dan tindakannya.
|
 |
 |
 |
Ketidaktaatan
|
:
|
Aku tak hendak mentaati manusia, meski mereka adalah abdi Allah, entah uskup atau imam.
|
Ketaatan yang Salah
|
:
|
Aku akan taat pada uskup atau imam, bahkan meski apabila mereka tidak taat kepada Allah dengan meninggalkan Tradisi.
|
Ketaatan yang Benar
|
:
|
Aku dengan senang hati mentaati para abdi Allah, para uskup atau imam, tetapi tidak, apabila aku tahu mereka menghantar orang berpaling dari Allah.
|
 |
 |
 |
Ketidaktaatan
|
:
|
Hukuman-hukuman Gereja seperti ekskomunikasi atau skorsing tidak ada artinya.
|
Ketaatan yang Salah
|
:
|
Bahkan skorsing atau ekskomunikasi yang tidak adil atau tidak tepat, secara sah mengikat.
|
Ketaatan yang Benar
|
:
|
Hukuman-hukuman Gereja merupakan sarana hukum Allah yang mengerikan apabila secara sah dijatuhkan, tetapi apabila hukuman-hukuman itu tak berdasar, maka hukuman-hukuman itu tidak sah.
|
Allah menghendaki kita berkembang dalam keutamaan ketaatan sebab Ia tahu bahwa nasib akhir kita masih belum pasti. Dengan Yesus sang Imam Agung Abadi sebagai teladan cemerlang, BundaNya dan Bapa AsuhNya sebagai pendamping setia kita, kita akan mampu melaksanakan dengan baik kewajiban taat kepada Tuhan kita dan kepada superior manusia yang berwenang atas kita hingga suatu hari kelak kita boleh menikmati sukacita abadi di surga.
sumber : 1. “The Virtue of Obedience: Our Duty, Our Crown by Monsignor Charles M. Mangan”; 2. “Where is Catholic Obedience Today? - Not Where You Might Think!”; Copyright 1999-2007 CSM; 3. Katekismus Gereja Katolik
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|