“BAPA KAMI yang ada di surga,”
Kenapa Bukan “BAPA-KU yang ada di surga”?
oleh: P. Gregorius Kaha, SVD
Baru-baru ini dalam kunjungan ke lingkungan, ada yang bertanya kepada saya, “Romo, apakah bisa saya mengganti doa `Bapa Kami yang ada di surga' dengan `Bapa-ku yang ada di surga', soalnya rasanya tidak pas kalau saya sendiri, tidak ada orang lain di samping saya waktu doa, tetapi saya harus menyebut Bapa dalam doa dengan Bapa Kami. Rasanya lebih tepat dan pas kalau saya katakan `Bapa saya atau Bapa-ku yang ada di surga.'” Menurut romo apakah ini bisa?
Pertanyaan ini bukan soal “bisa atau tidak bisa”; tetapi lebih dari itu, apa yang Tuhan Yesus maksudkan ketika mengajari para murid berdoa, apa sesungguhnya hakekat doa Bapa Kami itu? Doa Bapa kami adalah doa yang diajarkan Yesus kepada para murid. Dengan menyebut “Bapa Kami” kita sebenarnya menyatakan bahwa doa bukanlah tindakan yang kita lakukan sendiri, seorang diri saja, tetapi kita berdoa bersama yang lain.
PERTAMA, BERSAMA YESUS KITA BERDOA.
Tuhan Yesus tidak hanya mengajari bagaimana kita berdoa, tetapi juga bersama / menyertai kita ketika kita berdoa, bahkan Yesus-lah yang mempersatukan doa kita dengan kehendak Bapa di surga. Maka, doa biasanya ditutup dengan kata-kata, “dengan pengantaraan Kristus, demi Yesus Kristus... atau dalam nana Yesus, kami berdoa.”
KEDUA, BERSAMA ORANG LAIN KITA BERDOA.
Yesus mengajarkan doa Bapa kami kepada setiap pengkikut-Nya. Artinya sejak dibaptis dalam nama Yesus, setiap orang percaya menyebut Tuhan sebagai Bapa. Walaupun ada banyak macam penghayatan, tetapi kita hanya punya satu Bapa. Maka ketika kita berdoa, sebenarnya kita berdoa bersama orang-orang percaya lainnya.
BERBUAT BAIK & BERDOA DENGAN TAK JEMU-JEMU.
Belajar dari pengalaman Musa bersama bangsa Israel (Bacaan I). Ketika bangsa Israel berperang, Musa berdiri merentangkan tangan berdoa ditemani Harun dan Hur. Setiap kali dia menurunkan tangannya, bangsa Israel dipukul mundur; tetapi setiap kali dia mengangkat tangannya, bangsa Israel menjadi lebih kuat lagi. Maka Harun dan Hur menopang tangan Musa agar Israel memperoleh kemenangan.
Belajar dari pengalaman Yesus bersama para Murid-Nya (bacaan Injil). Yesus meminta para murid agar tidak jemu-jemu berdoa. Perumpamaan tentang hakim yang tidak takut pada Allah dan tidak menghormati siapapun, mau mengajak para murid untuk menyadari bahwa hidup ini bukan sendirian saja; kita ada bersama dengan yang lain, kita harus saling menolong.
Maka Rasul Paulus menasihati kita (Bacaan II) untuk tetap berpegang pada Sabda Tuhan. Menerima Sabda dalam kehidupan kita dan siap sedia mewartakan Sabda itu dengan kesaksian hidup tiap-tiap kita.
Pesan akhir ini ingin saya garisbawahi: Dunia kita sekarang dibelenggu oleh segala sesuatu yang serba “instan”, kadang dalam hal doa dan kehidupan rohani juga demikian; kita begitu tergantung pada apa yang disebut waktu. Lihatlah berapa banyak hal rohani yang tidak kita lakukan atas nama: “tidak ada waktu, sibuk sekali, atau masih ada lain yang lebih penting?” Kalau kita jujur: yang namanya WAKTU itu Tuhan sudah siapkan, masalahnya ada KERINDUAN atau tidak dalam diri kita untuk bertemu dengan Tuhan kita? Jangan sampai kita keliru menggunakan waktu, dan waktu kita justru dirampas oleh hal-hal yang tidak mendatangkan keselamatan.
Tuhan Yesus ingin para murid melengkapi diri dengan kesabaran dan ketekunan. Buah berkat akan terasa dalam hidup orang beriman kalau orang sabar dan tekun. Orang-orang percaya, berdoalah dengan tidak jemu-jemu: “Bapa Kami yang ada di surga, dimuliakanlah nama-Mu... (dahulu, hari ini dan esok / selama-lamanya).”
|