![]() |
![]() Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Anda Bertanya, Kami Menjawab
![]() ![]() ![]() Ambil Bagian dalam Misa
![]() Penjelasan Tahap demi Tahap
![]() Oleh Romo Thomas Richstatter, O.F.M *
![]() Budi adalah seorang teman saya yang tertarik untuk menjadi seorang Katolik. Ia mulai menghadiri Misa setiap hari Minggu. Suatu hari sepulang dari Misa, Budi singgah ke rumah saya untuk menanyakan ritual yang kita lakukan dalam Misa. "Romo," katanya, "hal yang paling membedakan antara gereja saya yang lama dengan gereja Katolik ialah bahwa umat Katolik nampaknya selalu tahu apa yang akan terjadi berikutnya! Dalam gereja saya, kami duduk, kadang-kadang mendengarkan dan sekali waktu menyanyi, tetapi dalam liturgi Katolik umat harus tahu apa yang perlu dilakukan."
![]() Apa yang dikatakan Budi itu benar: Kita umat Katolik selalu "tahu apa yang akan terjadi berikutnya." Salah satu ciri cara kita berdoa adalah ritual. Kita melakukannya dan melakukannya lagi. Ketika imam berkata, "Tuhan sertamu," maka tanpa berpikir panjang atau pun ragu umat menjawab, "Dan sertamu juga."
Kehidupan kita sehari-hari juga memiliki ritualnya sendiri: cara kita berjabat tangan, makan dengan sendok dan garpu, serta menjawab surat. Dan jika kita telah terbiasa melakukan suatu hal dengan cara tertentu, kita jarang bertanya mengapa kita melakukannya dengan cara demikian. Dalam Ekaristi, kita juga punya banyak ritual yang kita lakukan tanpa bertanya mengapa.
Penjelasan "ambil bagian" dalam Misa ini akan menerangkan kepada kita mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan dalam Misa. Saya berharap agar penjelasan-penjelasan yang akan disampaikan berikut ini berguna bagi sebagian besar umat Katolik yang menghadiri Misa secara teratur, namun kurang memahami alasan mengapa kita melakukan berbagai tindakan ritual tertentu dalam Misa.
Apa itu Misa?
Suatu cara yang baik untuk menjelaskan Misa ialah dengan mengatakan bahwa Misa adalah mengenangkan kembali Kamis Putih, Jumat Agung dan Minggu Paskah dalam bentuk ritual (=upacara). Konsili Vatikan II mengajukan ketiga misteri ini dalam menggambarkan Misa: "Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan korban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang akan datang" (Sacrosanctum Concilium, #47).
"Bentuk" dasar dari ritual Misa dapat digambarkan sebagai suatu perjamuan. Bukan maksudnya untuk mengatakan bahwa Misa adalah "suatu sarapan yang lain" atau kita mengabaikan Misa sebagai korban. Bukan itu maksudnya. Akan membantu sekali jika dalam "ambil-bagian" dalam Misa, kita membayangkan Misa sebagai suatu "bentuk perjamuan".
Ketika teman-teman berkumpul bersama untuk suatu perjamuan, mereka duduk dan bercakap-cakap: kemudian mereka menuju ke meja perjamuan, mengucap syukur, membagikan makanan serta makan dan minum, dan akhirnya undur diri dan pulang ke rumah. Dalam ambil bagian dalam Misa kita juga mengikuti pola yang sama: kita melakukan ritual dalam 1) Ritus Pembuka, 2) Liturgi Sabda, 3) Liturgi Ekaristi dan 4) Ritus Penutup.
PERSIAPAN
Datang dan berkumpul bersama menjadi satu adalah inti perayaan Misa.
AIR SUCI : Salah satu hal pertama yang dilakukan oleh umat Katolik pada saat mereka memasuki gereja ialah mencelupkan tangan kanan mereka ke dalam air suci dan membuat tanda salib. Ritual ini bertujuan untuk mengingatkan kita akan Sakramen Baptis. Kita dibaptis dengan air dan ditandai dengan tanda salib. Setiap kali kita melakukan ritual ini kita memperbaharui janji Baptis kita. Dengan Sakramen Baptis-lah kita disahkan menjadi anggota gereja.
BERLUTUT: Pada abad pertengahan, ada suatu kebiasaan di Eropa untuk menekukkan satu lutut (= genuflect) di hadapan seorang raja atau seorang yang berkedudukan tinggi. Umat Katolik berlutut untuk menghormati altar dan menghormati kehadiran Kristus dalam Tabernakel sebelum duduk di bangku gereja.
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() BAGIAN PERTAMA : RITUS PEMBUKA
Tujuan dari setiap ritual pada bagian pertama dimaksudkan untuk menyatukan kita semua menjadi satu tubuh, siap mendengarkan Sabda Allah dan memecahkan roti bersama-sama.
![]() Ketika Misa dimulai, semua umat berdiri. Berdiri adalah salah satu sikap doa orang Kristen. Berdiri menunjukkan perhatian kita kepada Sabda Tuhan serta kesiapan kita untuk mengamalkannya. Kita memulai Misa dengan menyanyi bersama. Adakah yang lebih indah selain dari berkumpul bersama, menyatukan segala pikiran dan suara kita dalam suatu kesatuan kata, nada dan irama. Sementara umat menyanyi, Imam, diakon, putera altar memasuki ruangan. Perarakan Imam menjadi tanda kehadiran Tuhan di tengah umat.
![]() Imam akan meminta kita agar memulai dengan tanda salib untuk mengingatkan kita akan pembaptisan kita.
![]() Imam menyampaikan salam kepada kita dengan berkata "Tuhan sertamu." Kita akan sering mendengar salam seperti ini. Artinya banyak sekali, seperti "selamat pagi", "hallo" dan "sampai jumpa." Salam tersebut dapat berarti pengharapan (semoga Tuhan besertamu) dan dapat juga berarti suatu pernyataan iman yang mendalam (karena kita berkumpul bersama untuk beribadat, maka Tuhan beserta kita). "Tuhan sertamu" adalah bentuk sapaan kuno seperti dalam Injil: Boaz kembali dari Betlehem (Ruth 2:4) dan menyapa para pekerjanya, "Tuhan sertamu!" Jawaban ritual atas sapaan ini adalah, "Dan sertamu juga," dengan mana kita membalas sapaan hallo, pengharapan dan pernyataan iman tersebut.
![]() Imam mengarahkan umat kepada inti misteri yang dirayakan.
![]() Imam mengajak umat mengakui dosa dengan sikap tobat.
![]() Semua ritual pada bagian pertama ini dimaksudkan untuk mempersatukan kita dalam suatu ibadat bersama. Kita diajak untuk hening dan merenungkan kebutuhan kita akan karya penyelamatan.
![]() "Kemuliaan kepada Allah di Surga" dinyanyikan atau didaraskan. Kemuliaan telah menjadi bagian Misa sejak abad keenam!
![]() Di akhir bagian pertama Misa, imam akan mengajak kita untuk menyatukan segala pikiran kita dalam doa, dan setelah hening sejenak ia akan mempersembahkan intensi-intensi kita dalam suatu doa di mana kita semua akan menjawab "Amin", bahasa Ibrani yang artinya "Terjadilah demikian."
BAGIAN KEDUA : LITURGI SABDA
Jika kita berkumpul bersama di rumah seorang teman untuk suatu perjamuan, kita selalu memulainya dengan percakapan. Dalam Misa setelah upacara pembukaan, kita duduk dan mendengarkan Sabda Tuhan. Pada hari Minggu ada tiga bacaan dari Kitab Suci.
![]() Bacaan Pertama diambil dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Kita diajak untuk mengingat kembali sejarah perjanjian kita. Bacaan pertama ada hubungannya dengan Injil hari itu; tujuannya memberi latar belakang sehingga menambah pengertian/pemahaman kita akan apa yang akan dilakukan Yesus dalam Injil.
![]() Kemudian umat akan menanggapi Sabda Tuhan dengan menyanyikan atau mendaraskan sebuah mazmur - nyanyian yang diilhami oleh Allah sendiri karena diambil dari Kitab Mazmur.
![]() Bacaan Kedua biasanya diambil dari salah satu surat Rasul Paulus atau tulisan-tulisan apostolik lainnya.
![]() ALLELUYA. Semua umat berdiri sebagai ungkapan hormat pada Sabda Allah.
![]() Bacaan Ketiga diambil dari salah satu dari keempat Injil. Kita, umat Katolik, biasanya tidak dikenal sebagai umat yang gemar membaca Kitab Suci, namun demikian pada dasarnya keseluruhan Misa diambil dari Kitab Suci. Bahkan orang Katolik sendiri pun akan terkejut mendapati betapa banyaknya bagian Misa yang diambil dari Kitab Suci: bukan hanya ketiga bacaan dan mazmur, bukan hanya doa-doa yang secara nyata dikutip dari Kitab Suci seperti Kudus, Kudus, Kuduslah Tuhan dan doa Bapa Kami, tetapi hampir semua kata dan kalimat doa dalam Misa diambil dari Kitab Suci.
Karena kehadiran Kristus yang unik pada waktu Injil dibacakan, maka sejak lama telah menjadi kebiasaan umat berdiri dengan sikap penuh perhatian untuk mendengarkan Sabda Allah. Kita percaya bahwa Kristus "hadir dalam sabda-Nya, karena Ia sendirilah yang berbicara ketika Kitab Suci dibacakan di gereja" (Konstitusi tentang Liturgi Kudus #7). Imam akan sekali lagi menyapa kita dengan "Tuhan sertamu." Kemudian Imam memberi pengantar pada bacaan Injil dengan berkata, "Inilah Injil Yesus Kristus menurut …." sambil membuat tanda salib kecil di kening, bibir dan hati dengan ibu jarinya dan berdoa dalam hati supaya Tuhan membersihkan pikirannya dan juga hatinya dan agar supaya bibirnya layak mewartakan Injil. Gerakan ritual imam ini juga diikuti oleh seluruh umat. Kemudian kita duduk untuk mendengarkan bacaan Injil.
![]() Imam mengakhiri bacaan Injil dengan, "Demikianlah Injil Tuhan," dan kita menjawab, "Terpujilah Kristus." Sekali lagi kita menyatakan iman di hadapan Kristus yang hadir dalam sabda-Nya. Sesudah itu umat duduk untuk mendengarkan homili.
![]() "Homili" memiliki arti lebih dari sekedar khotbah tentang bagaimana kita harus hidup atau pun tentang apa yang kita percayai. Homili adalah mewujudnyatakan ibadat berdasarkan bacaan Misa khususnya bacaan-bacaan Kitab Suci yang baru saja disampaikan. Homili mengambil pesan-pesan dari dalamnya dan menerapkannya dalam situasi kehidupan sekarang. Sama seperti sebuah roti besar dipecah-pecahkan guna memberi makan setiap orang, demikianlah Sabda Tuhan harus disingkapkan sehingga dapat diterima dan dicerna oleh setiap umat. Homili selalu diikuti dengan hening sejenak di mana kita masing-masing berterima kasih kepada Tuhan atas sabda yang telah kita dengarkan dan berusaha menerapkan pesan yang disampaikan dalam bacaan hari itu dalam kehidupan kita sehari-hari.
![]() Kita berdiri dan bersama-sama mendaraskan Syahadat Aku Percaya. Syahadat lebih dari sekedar daftar hal-hal yang kita percayai, tetapi merupakan pernyataan iman kepada sabda yang telah kita dengar dan dari homili, dan pernyataan iman yang memimpin kita untuk saling mengasihi satu sama lain seperti Kristus yang telah memberikan nyawa-Nya bagi kita. Pada mulanya syahadat adalah pernyataan iman bagi mereka yang hendak dibaptis dalam perayaan Misa.
![]() Liturgi Sabda diakhiri dengan Doa Umat. Sebelum kita pergi meninggalkan rumah untuk suatu perjamuan, kita pasti mematut diri di depan cermin untuk memastikan bahwa penampilan kita sudah pantas -rambut tertata rapi, kancing telah dikancingkan dengan benar- dan mungkin kita melakukan pembenahan-pembenahan terakhir sehingga gambaran diri kita seperti yang kita inginkan sesuai dengan yang terlihat di cermin.
Demikianlah halnya dengan Doa Umat dalam Misa. Dengan Sakramen Baptis kita menjadi Tubuh Kristus. Sekarang saat kita bersiap-siap untuk menuju meja Ekaristi, kita mematut diri dalam bacaan-bacaan Kitab Suci, sama seperti di depan cermin, dan bertanya: Sudah layakkah kita? Apakah Tubuh Kristus yang sekarang berkumpul ini sudah mirip dengan Tubuh Kristus yang digambarkan dalam bacaan-bacaan Kitab Suci? Biasanya belum! Jadi kita perlu melakukan pembenahan diri; kita berdoa agar kita sungguh menjadi serupa dengan Tubuh Kristus, pembawa damai, perlindungan bagi mereka yang tidak mempunyai rumah, penyembuh bagi mereka yang sakit, makanan bagi mereka yang lapar.
Kita berdoa bagi Gereja, bagi negara dan para pemimpin masyarakat, bagi orang-orang dengan kepentingan khusus dan bagi kepentingan umat paroki - biasanya permohonan dikelompokkan dalam keempat kategori ini. Seorang wakil umat akan memanjatkan doa, umat diberi kesempatan untuk mendoakan intensi tersebut dalam hati, dan kemudian menjawab serentak "Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan."
BAGIAN KETIGA : LITURGI EKARISTI
Setelah Liturgi Sabda kita bergerak ke meja perjamuan. Sama seperti perjamuan di rumah seorang teman, kita 1) mempersiapkan perjamuan, 2) mengucap syukur dan 3) membagi makanan (kita makan dan minum). Dalam Misa ritual seperti itu disebut 1) persembahan, 2) doa syukur agung dan 3) komuni.
![]() ![]() Pada jaman gereja perdana, setiap umat membawa roti dan anggur ke gereja untuk digunakan dalam Misa dan dibagikan kepada petugas gereja dan kaum fakir miskin. Sekarang persembahan serupa diwujudkan dalam bentuk persembahan kolekte. Petugas liturgi akan mengumpulkan uang kolekte dari jemaat dan menyerahkannya kepada imam di altar bersama-sama dengan persembahan roti dan anggur. Imam meletakkan roti dan anggur di meja altar. Kemudian imam mencampurkan air dengan anggur dan membasuh tangannya untuk membantu kita mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir. (Mencampurkan air dan anggur serta membasuh tangan adalah hal yang biasa dilakuan orang-orang Yahudi dalam perjamuan di jaman Yesus).
![]() Imam mengajak kita untuk berdoa agar persembahan kita diterima oleh Tuhan. Kita menjawab "Amin' atas Doa Persiapan Persembahan dan berlutut / berdiri untuk mengikuti Doa Syukur Agung.
![]() Doa yang panjang ini membawa kita ke puncak perayaan Misa dan inti iman kita. Meskipun kata-kata dalam Doa Syukur Agung ini bervariasi dari Minggu ke Minggu, tetapi susunannya tetap sama: 1) Kita memohon kepada Tuhan untuk mengingat segala karya penyelamatan yang mengagumkan dalam sejarah penyelamatan kita. 2) Kita mengenangkan puncak karya penyelamatan kita yaitu, Yesus Kristus, dan teristimewa kenangan yang ditinggalkan-Nya bagi kita pada malam sebelum Ia wafat. Kita mengenangkan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. 3) Setelah kita mengenangkan dengan penuh syukur segala karya penyelamatan yang telah dilakukan Tuhan bagi kita di masa lampau, kita memohon Tuhan untuk tetap melakukan karya penyelamatan Kristus di masa kini: Kita berdoa agar kita dapat menjadi satu tubuh, satu roh dalam Kristus.
![]() Doa diawali dengan dialog antara imam dan umat. Pertama-tama imam menyapa kita dengan "Tuhan bersamamu." Kemudian imam bertanya apakah kita telah siap untuk menuju meja perjamuan dan memperbaharui janji baptis kita serta menyerahkan diri kepada Tuhan: "Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan." Dan kita menjawab bahwa kita sudah siap: "Sudah kami arahkan." Kita diajak untuk bersyukur kepada Tuhan Allah kita. Dan kita menjawab: "Sudah layak dan sepantasnya." Dalam bahasa Yunani 'ucapan syukur' disebut 'eukaristia.'
![]() Imam masuk dalam Prefasi - 'prefasi' diambil dari bahasa Latin yang artinya "di hadapan muka", di hadapan hadirat Tuhan. Kita dibawa kehadirat Tuhan dan diingatkan betapa baiknya Allah kepada kita.
![]() Sementara perbuatan Allah yang ajaib dinyatakan kepada umat, umat tidak dapat menahan luapan kegembiraan mereka dan bernyanyi dengan nyaring: "Wow! Wow! Wow! Betapa luar biasanya Allah kita!" Dalam bahasa ritual Misa, seruan itu dinyatakan dengan "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan, Allah segala kuasa, surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu."
Imam melanjutkan doanya, memuji dan memuliakan Tuhan, serta memohon rahmat Roh Kudus untuk mengubah persembahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Ia kemudian mengenangkan kejadian pada saat Perjamuan Malam Terakhir - dasar Ekaristi. Pada saat yang penting ini kita menyatakan misteri iman kita: "Kristus telah wafat, Kristus telah bangkit, Kristus akan kembali." Imam melanjutkan kenangan akan karya penyelamatan yang agung: sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.
Doa untuk persatuan dan bantuan doa. Rasa syukur atas karya penyelamatan Allah mendorong kita untuk berani menyampaikan permohonan dengan penuh keyakinan, yaitu permohonan kita yang paling pokok dalam setiap Ekaristi: Kita berdoa untuk persatuan. "Kami mohon agar kami yang menerima Tubuh dan Darah Kristus dihimpun menjadi satu umat oleh Roh Kudus" (DSA II). Dalam doa tersebut kita menambahkan doa untuk Bapa Suci di Roma dan untuk Bapa Uskup kita; kita berdoa untuk kaum beriman, semua orang lain yang telah meninggal dunia dan teristimewa untuk diri kita sendiri, yaitu bahwa dengan bantuan doa para kudus kelak kita boleh datang ke perjamuan kudus di surga.
Kita rindu akan hari yang mulia itu dan saat imam mengangkat roti dan anggur yang telah dikonsekrasikan, imam bersama-sama dengan para kudus di surga mengangkat suara dan berdoa demi kemuliaan Tuhan dalam nama Kristus: "Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagi-Mu, Allah Bapa yang Mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan sepanjang segala masa. Kata "Amin" yang kita ucapkan sesudah doa ini menyatakan persetujuan serta partisipasi kita dalam seluruh rangkaian doa Ekaristi.
![]() ![]() Kita mempersiapkan diri untuk makan dan minum di meja perjamuan Tuhan dengan kata-kata yang diajarkan oleh Yesus "Berilah kami rejeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami."
![]() Imam mengucapkan doa yang diakhiri dengan “…….sambil mengharapkan kedatangan Penyelamat kami, Yesus Kristus.”
![]() Doa imam disambut oleh umat, “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.”
![]() Sungguh sadar bahwa komuni (dari bahasa Latin 'communio' berarti persekutuan) adalah tanda serta sumber rekonsiliasi serta persekutuan kita dengan Tuhan dan dengan umat satu dengan lainnya, maka kita membuat gerak-isyarat persekutuan dan pengampunan kepada mereka yang berada di sekeliling kita dengan berjabat tangan sebagai tanda damai.
![]() Imam memecahkan Hosti diiringi dengan seruan Anak Domba Allah.
![]() Kemudian Imam memperlihatkan kepada kita Tubuh Kristus dan mengundang kita untuk datang ke meja perjamuan: "Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya." Maka, bersama imam, umat menjawab, "Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh." Umat mempersiapkan diri dengan sikap doa pribadi, kemudian maju ke altar dalam suatu prosesi.
![]() Sama seperti Tuhan memberi makan nenek moyang kita dalam perjalanan di padang gurun, demikian juga Tuhan memberi kita makan untuk perjalanan hidup kita. Kita berjalan mendekati imam yang membagikan Hosti sambil mengucapkan "Tubuh Kristus," dan kita menjawab "Amin." (Dalam kesempatan khusus imam menawarkan piala berisi anggur sambil berkata "Darah Kristus." Sekali lagi kita menjawab "Amin.")
![]() Setelah komuni selesai, Imam membersihkan patena dan piala.
![]() Kemudian kita berdoa dengan hening dalam hati, mengucap syukur dan memuji Tuhan serta mohon berkat dari sakramen yang telah kita terima.
![]() Umat menyatukan suara, pikiran dan kehendak dalam lagu-lagu pujian, karena Tubuh dan Darah Kristus telah mempersatukan kita.
![]() Imam menyatukan semua doa kita dalam Doa Sesudah Komuni yang kemudian kita jawab "Amin."
BAGIAN KEEMPAT : RITUS PENUTUP
![]() Akhirnya kita siap untuk kembali ke dunia di mana kita tinggal. Beban yang kita tinggalkan di depan pintu gereja untuk mengikuti Ekaristi, sekarang kita kenakan lagi - tetapi sekarang kita telah dikuatkan oleh Ekaristi dan komunitas gereja. Mungkin ada pengumuman-pengumuman untuk mengingatkan kita akan kegiatan-kegiatan penting di paroki.
![]() Umat mendengarkan amanat perayaan yang disampaikan secara singkat oleh imam.
![]() Kemudian imam berkata, "Tuhan sertamu" - kali ini sapaan ritual ini merupakan salam perpisahan.
![]() Kita menundukkan kepala untuk menerima berkat. Ketika imam menyerukan Tritunggal Mahakudus - Bapa, Putera dan Roh Kudus - kita membuat tanda salib. Kemudian imam mengakhiri Misa dengan berkata: "Marilah pergi! Kita diutus" dan kita memberikan jawaban "ya" secara liturgi, "Amin."
![]() Seluruh umat memberi hormat kepada altar. Imam dan para pelayan meninggalkan ruang altar.
Kita pulang dan meninggalkan gereja - tetapi kita membawa misi bersama kita. Pasangan yang baru saja menikah meninggalkan upacara pernikahan tetapi mereka membawa pernikahan bersama mereka. Dan apa yang terjadi berhari-hari bahkan bertahun-tahun kemudian setelah pernikahan memberi makna yang lebih mendalam pada simbol-simbol yang saling mereka tukarkan dalam upacara pernikahan (misalnya cincin kawin).
Sama halnya dengan Ekaristi. Apa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari memberi makna yang lebih dalam pada ritual yang kita rayakan dalam Misa. Dengan memikul salib kita sehari-hari bersama Dia yang disalibkan, kita menemukan makna yang lebih dalam dari roti yang terpecah. Dengan mencurahkan cinta kasih kita kepada mereka yang miskin papa serta terasing, kita menemukan makna yang lebih dalam dari piala yang tercurah. Hanya dengan mewujudkannya dalam kehidupan kita sehari-hari makna seutuhnya dari ritual Misa menjadi jelas bagi kita.
*Thomas Richstatter, O.F.M., has a doctorate in theology from the Institut Catholique de Paris. A popular writer and lecturer, Father Richstatter teaches sacramental and liturgical theology at St. Meinrad (Indiana) School of Theology.
Sumber: Catholic Update ©1989 - A Walk Through the Mass; www.americancatholic.org
Disesuaikan dengan : 1.“Tata Perayaan Ekaristi” oleh Konferensi Waligereja Indonesia; Penerbit Kanisius; 2. Katekismus Gereja Katolik
![]() Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|
![]() |