YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Roti dan Anggur
oleh: Romo William P. Saunders *


Baru-baru ini saya melihat berita mengenai seorang gadis kecil di New Jersey yang Komuni Pertamanya tidak disahkan oleh Uskup. Tampaknya anak itu alergi gandum, dan imam memberinya komuni dengan hosti yang terbuat dari beras. Mengapakah ia tidak dapat menerima hosti dari beras, dan bukan gandum; bukankah ia alergi? Apakah yang harus dilakukan?
~ seorang pembaca di Washington


Kita patut ingat definisi sakramen seperti diajarkan dalam Katekismus Gereja Katolik: Sakramen adalah tanda lahiriah yang ditetapkan oleh Kristus guna mendatangkan rahmat. Tuhan kita menetapkan sakramen-sakramen, dan Gereja mengemban tanggung jawab untuk memelihara integritas sakramen-sakramen tersebut.

Point pertama dalam membahas masalah ini adalah bertanya, “Bagaimanakah Kristus menetapkan Sakramen Ekaristi Kudus?” Dalam kisah-kisah Perjamuan Malam Terakhir dalam Injil, Yesus merayakan perjamuan Paskah bersama para rasul-Nya. Menurut Injil St Matius, “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: `Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.' Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: `Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa'” (26:26-28). Kisah yang sama kita dapati juga dalam Injil St Markus dan St Lukas. Walau Injil St Yohanes tidak menceritakan peristiwa pemecahan roti ini dalam kisah Perjamuan Malam Terakhir, tetapi pengajaran yang indah mengenai Roti Hidup dicatat di mana Yesus menyebut Dirinya sebagai Roti Hidup (bdk Yoh 6). Berdasarkan kisah-kisah Injil dan dari kenyataan bahwa Perjamuan Malam Terakhir diadakan dalam konteks perjamuan Paskah, dapat dipastikan bahwa Tuhan kita mempergunakan roti gandum tidak beragi dan air anggur.

Sebab itu, sejak masa Gereja perdana, setidak-tidaknya dalam tradisi Barat, dan dalam setiap kisah awali mengenai Misa yang dicatat oleh para Bapa Gereja, tidak pernah didapati penyimpangan dalam penggunaan roti gandum tak beragi dan air anggur. (Patut dicatat, yang dimaksudkan di sini adalah tradisi Barat, yaitu Ritus Latin; Gereja-gereja Timur mempunyai tradisi mempergunakan roti gandum beragi dan air anggur.) Oleh karena alasan ini, Kitab Hukum Kanonik (Kanon 924) memandatkan, “Kurban Ekaristi Mahakudus harus dipersembahkan dengan roti dan air anggur yang dicampur sedikit air. Roti haruslah dibuat dari gandum murni dan masih baru, sehingga tidak ada bahaya telah membusuk. Air anggur haruslah alamiah dari buah anggur serta belum membusuk”    

Kanon 926 memaklumkan, “Dalam perayaan Ekaristi, sesuai tradisi Gereja latin yang kuno, imam hendaknya hanya menggunakan roti tak-beragi di mana pun ia merayakannya.”

Ketentuan-ketentuan ini juga dipertegas dalam “Pedoman Umum Misale Romawi” (No 320) dan yang paling akhir dalam “Redemptionis Sacramentum” (“Bahan Ekaristi Mahakudus,” No 48).

Berdasarkan ajaran di atas mengenai bagaimana Kristus menetapkan sakramen dan bagaimana Gereja telah memeliharanya sejak masa apostolik, maka agar dapat merayakan Ekaristi Kudus secara sah, imam wajib mempergunakan roti gandum tak beragi dan air anggur (yang bersama-sama merupakan materia sacramenti) dan mendaraskan kata-kata konsekrasi seperti yang ditentukan dalam Misale Romawi (yang merupakan forma sacramenti). Perlu diingat, materia sacramenti adalah tanda lahiriah dan forma sacramenti adalah doa-doa yang didaraskan; menyimpang dari materia atau forma sacramenti yang telah ditetapkan menjadikan sakramen tidak sah; artinya tidak ada sakramen.

“Redemptionis Sacramentum” menyatakan hal ini dengan jelas, “Karena itu roti yang dibuat dari bahan lain, sekalipun dari butir padi atau yang dicampur dengan suatu bahan lain yang bukan gandum sedemikian rupa sehingga orang tidak lagi memandang itu sebagai roti, tidak merupakan bahan sah untuk dipergunakan pada Kurban dan Sakramen Ekaristi. Adalah pelanggaran berat untuk memasukkan bahan lain ke dalam roti untuk Ekaristi itu, misalnya buah-buahan atau gula atau madu.” Patut dicatat bahwa ajaran ini bukanlah ajaran baru, melainkan ajaran yang terus-menerus diulang kembali.   

Guna memperjelas hal ini, jika seorang hendak membuat air, ia mempergunakan hidrogen dan oksigen; jika ia mempergunakan hidrogen dan nitrogen, maka tidak akan ada air. Dalam Misa, agar dapat merayakan Ekaristi Kudus, imam wajib mempergunakan roti gandum tak beragi dan air anggur; mempergunakan bahan selain dari roti gandum tak beragi dan air anggur, maka tidak ada perayaan Ekaristi Kudus.

Dengan pemahaman ini, mengenai kisah yang dipertanyakan di atas, gadis kecil yang menerima hosti yang dibuat dari beras itu memang tidak menerima Ekaristi Kudus. Walau siaran-siaran berita mungkin melaporkan bahwa uskup “tidak mensahkan” Komuni Pertama anak itu, sesungguhnya Uskup hanya memperingatkan bahwa anak itu tidak menerima Ekaristi Kudus. Hosti yang terbuat dari beras memang tidak dapat ditranssubstansiasikan menjadi Ekaristi Kudus. Patut dicamkan bahwa Gereja tidak bersikukuh pada “peraturan-peraturan yang dibuat manusia,” seperti yang didakwakan sebagian orang; melainkan Gereja memelihara serta melindungi apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan kita.

Point lainnya: Seorang imam seharusnya tahu benar mengenai hal ini. Secara obyektif, menyelewengkan materia dan forma sacramenti adalah dosa berat.

Jadi, bagaimanakah kemungkinan jalan keluarnya? Pertama, gadis kecil yang alergi terhadap unsur gluten yang terkandung dalam gandum itu dapat menyambut Komuni Pertamanya dengan menerima Darah Mahasuci dari piala. Kepenuhan rahmat sungguh ada dan dilimpahkan kepada siapa pun yang menerima baik Hosti Kudus saja, atau Darah Mahasuci saja, atau keduanya.

Kedua, hosti gandum dapat dibuat di mana kandungan gluten dalam gandum telah nyaris seluruhnya dihilangkan. Beberapa biara suster-suster, yang membuat hosti guna membantu menopang hidup mereka secara finansial, sekarang menawarkan hosti gandum di mana hampir seluruh kandungan glutennya telah dihilangkan.  

Yang terpenting, hendaknya kita tidak kehilangan fokus akan apa yang pokok dalam diskusi ini. Konsili Vatikan Kedua mengajarkan, “Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paska kita dan Roti Hidup, yang karena Daging-Nya yang dihidupkan oleh Roh Kudus dan menjadi sumber kehidupan mengurniakan kehidupan kepada manusia” (“Presbyterorum Ordinis,” No 5).


* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Bread and Wine” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”