237. MAGDALENA DISERTAI OLEH MARIA DI ANTARA PARA MURID.
30 Juli 1945
"Aku pikir akan ada badai hari ini, Guru. Dapatkah Engkau lihat awan-awan hitam itu yang bergerak maju dari balik Hermon? Dan lihat bagaimana danau beriak-riak! Dan Engkau dapat merasakan hembusan kencang angin utara bergantian dengan hembusan kencang sekonyong-konyong Sirocco yang hangat. Angin puyuh: tanpa pasti datangnya badai."
"Dalam berapa lama, Simon?"
"Sebelum jam satu berakhir. Lihat bagaimana para nelayan bergegas kembali. Mereka bisa mendengar danau menderu dan menggeram. Danau akan segera menjadi gelap juga, lalu akan menjadi hitam pekat dan akhirnya akan meledak dalam segala murkanya."
"Tapi danau kelihaan sangat tenang!" kata Tomas tak percaya.
"Kau mengenal baik emas, sedangkan aku mengenal baik air. Akan terjadi seperti yang aku katakan. Bahkan bukan badai yang sekonyong-koyong. Melainkan terjadi dengan tanda-tanda yang jelas. Permukaan air tenang, hanya riak-riak kecil saja, seolah bukan apa-apa. Tapi jika kau di luar dalam perahu! Kau akan mendengar ribuan gemeretak menghantam perahu dan mengguncang perahu dengan cara yang aneh. Air sudah bergelembung-gelembung di bawah. Nantikan saja tanda dari langit dan lalu kau akan melihat!... Biarkan angin utara bergabung dengan Sirocco! Dan lalu!... Ehi! Perempuan-perempuan! Bawa masuk apa yang kau jemur di luar dan masukkan binatang-binatang peliharaanmu. Sebentar lagi akan hujan deras."
Sesungguhnya langit menjadi semakin kehijauan, dengan gurat-gurat abu-abu keunguan yang gelap diakibatkan oleh aliran terus-menerus awan-awan yang tampaknya diletuskan oleh Hermon besar. Mereka menggiring fajar kembali ke tempat dari mana ia berasal, seolah waktu mundur kembali menjadi malam dan bukannya maju menjadi tengah hari. Hanya seberkas sinar matahari yang bertahan bersinar menembusi batas awan-awan gelap dan mewarnai puncak sebuah bukit di sisi barat daya Kapernaum dengan rona hijau-kuning yang imajiner. Danau sudah berubah dari biru-langit menjadi biru-ungu dan buih dari gelombang-gelombang kecil pertama yang memecah tampak putih aneh menghempas air yang gelap. Tidak ada perahu di danau sekarang. Para nelayan bergegas menarik perahu mereka ke pantai, menyimpan semua jala, keranjang, layar dan dayung, sementara para petani bergegas membawa masuk tuaian mereka, mereka memastikan bahwa tenda-tenda rumah sudah diikatkan dengan baik ke tiang-tiang dan mereka mengandangkan ternak mereka di kandang; para perempuan bergegas ke sumur sebelum hujan turun, atau mereka mengumpulkan anak-anak, yang sudah bangun pagi-pagi, dan mendorong mereka masuk ke dalam rumah, bagai induk-induk ayam yang tahu akan datangnya badai es.
"Simon, ikutlah dengan-Ku. Panggil juga pelayan Marta dan Yakobus saudara-Ku. Ambil kain layar yang besar. Yang besar dan kuat. Ada dua orang perempuan di jalan dan kita harus pergi dan menemui mereka."
Petrus menatap pada-Nya penuh tanda tanya, tetapi dia taat tanpa berlambat. Dalam perjalanan, sementara mereka berlari ke arah selatan melalui desa, Simon bertanya: "Tetapi siapakah mereka?"
"BundaKu dan Maria dari Magdala."
Shock begitu rupa hingga Petrus berhenti sesaat seolah dia dipakukan ke tanah dan dia berseru: "BundaMu dan Maria dari Magdala!? Bersama!?" Dia lalu kembali berlari, sebab baik Yesus maupun Yakobus maupun si pelayan tidak berhenti. Tetapi dia mengulang: "BundaMu dan Maria dari Magdala! Bersama!... Sejak kapan?"
"Sejak dia menjadi Maria dari Yesus. Cepatlah, Simon, sudah mulai hujan…"
Petrus berusaha mengejar rekan-rekannya, yang lebih tinggi dan lebih cepat darinya. Awan-awan debu sekarang naik dari jalanan yang kerontang, dihembus oleh angin, yang menjadi semakin kencang setiap saat, meriakkan danau dan membangkitkan gelombang-gelombang besar, yang menghempas dengan menggelegar di pantai. Apabila memungkinkan orang melihat danau, danau tampak bagai sebuah kuali raksasa yang sedang bergolak mendidih. Gelombang-gelombang setinggi tiga atau empat kaki bangkit di segala penjuru, saling menerjang, menyatu, menggelombang, lalu berpencar ke arah-arah yang berlawanan, mencari gelombang-gelombang lain untuk dihempas: suatu pertempuran buih dari puncak-puncak gelombang, dari massa air yang menggelombang, dari gemuruh ombak yang memecah di pantai dan mendera rumah-rumah di dekatnya. Sementara rumah-rumah menyembunyikan pemandangan atas danau, danau menyatakan kehadirannya dengan raungan yang melampaui deru angin yang membungkukkan pepohonan, menyerakkan dedaunan dan buah-buahnya: suatu raungan memekakkan telinga yang melampaui gemuruh panjang guntur yang dahsyat, dengan didahului oleh kilatan-kilatan halilintar, yang menjadi semakin kerap dan dahsyat.
"Aku berpikir betapa pasti ketakutannya para perempuan itu," gumam Petrus terengah-engah.
"Tidak BundaKu. Aku tidak tahu mengenai yang lain. Tapi jika kita tidak bergegas mereka pasti akan basah kuyup."
Mereka telah meninggalkan Kapernaum sekitar seratus yard di belakang, dengan menerobos awan-awan debu dan hujan sangat lebat, sungguh dicurahkan, yang membuat galur-galur curahan menyamping pada angin kencang dengan begitu dahsyat hingga hujan seolah dilumatkan dan dengan demikian membutakan mereka dan menyesakkan napas mereka, ketika mereka melihat dua perempuan berlari dan mencari naungan di bawah sebuah pohon besar.
"Mereka di sana. Ayo kita lari!"
Walau kasih Petrus kepada Maria mempercepat langkahnya, namun sebab kakinya pendek dan dia bukan seorang pelari yang gesit, dia tiba ketika Yesus dan Yakobus sudah menyelubungi kedua perempuan itu dengan selembar kain layar yang besar.
"Kita tidak bisa berhenti di sini. Ada bahaya petir dan sebentar lagi jalanan akan menjadi sungai. Marilah kita pergi, Guru. Setidaknya hingga ke rumah terdekat," kata Petrus tersengal.
Mereka berangkat dengan kedua perempuan di tengah-tengah mereka, sambil memegangi kain layar di atas kepala dan punggung mereka. Kata pertama yang dilontarkan Yesus kepada Maria, yang masih mengenakan gaun yang dikenakannya pada sore perjamuan di rumah Simon, dengan sehelai mantol Santa Perawan menutupi pundaknya, adalah: "Apa kau takut, Maria?"
Maria Magdalena, yang kepalanya tertunduk di bawah kerudungnya dan yang rambutnya sudah menjadi sama sekali acak-acakan sebab berlari dalam siraman hujan, menundukkan kepalanya bahkan terlebih dalam, wajahnya memerah dan dia menjawab lirih: "Tidak, Tuhan-ku."
Juga Bunda Maria kehilangan beberapa jepit rambut-Nya dan Ia kelihatan seperti seorang gadis kecil dengan jalinan-jalinan rambutnya terjuntai di punggung-Nya. Ia tersenyum pada PutraNya yang ada di samping-Nya dan berbicara kepada-Nya melalui senyuman itu.
"Engkau basah kuyup, Maria," kata Yakobus Alfeus seraya meraba kerudung dan mantol Bunda Maria.
"Tidak mengapa. Kita tidak kehujanan lagi sekarang. Betul begitu, Maria? Dia sudah menyelamatkan kita juga dari hujan," kata Maria lembut kepada Magdalena, yang rasa malunya yang menyakitkan Ia ketahui benar. Maria mengangguk setuju.
"Saudarimu akan senang melihatmu. Dia di Kapernaum. Dia mencarimu," kata Yesus.
Maria mendongak sesaat dan menatap pada Yesus dengan matanya yang indah, sementara Yesus berbicara kepadanya dengan keakraban seperti yang biasa Ia perlihatkan pada para murid perempuan lainnya. Tetapi dia tidak berkata apa-apa. Dia tercekik oleh terlalu banyak emosi.
Yesus mengakhiri: "Aku senang bahwa Aku telah menahannya. Aku akan membiarkanmu pergi sesudah Aku memberkatimu."
Perkataan terakhir-Nya tenggelam dalam gelegar sambaran petir dekat sana. Magdalena dicekam ketakutan sesaat. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, menundukkan kepalanya dan meledak dalam tangis.
"Jangan takut!" kata Petrus membesarkan hatinya. "Sudah berakhir sekarang. Kau jangan pernah takut apabila kau bersama Yesus."
Juga Yakobus, yang ada di samping Magdalena, berkata padanya: "Janganlah menangis. Rumah-rumah sudah tidak jauh lagi."
"Aku bukannya menangis karena takut… Aku menangis karena Ia berkata padaku bahwa Ia akan memberkatiku… aku… aku…" tetapi dia tak lagi bisa berkata-kata.
Santa Perawan campur tangan guna menenangkannya dengan berkata: "Maria, kau sudah mengatasi badaimu. Jangan memikirkannya lagi. Sekarang semuanya tenang dan damai. Betul begitu, PutraKu?"
"Ya, Bunda. Semuanya itu sungguh benar. Tak lama lagi matahari akan bersinar, dan semuanya akan kelihatan lebih indah, lebih bersih dan lebih segar dari kemarin. Sama halnya denganmu, Maria."
Dan BundaNya Yang Terberkati, dengan meremas tangan Magdalena melanjutkan: "Aku akan mengulang perkataanmu kepada Marta. Aku bahagia aku bisa segera bertemu dengannya dan mengatakan padanya betapa Maria-nya penuh dengan kehendak baik."
Petrus, yang berkecipak di lumpur encer dan dengan sabar menghadapi hujan lebat, muncul dari bawah kain layar dan berlari menuju sebuah rumah untuk meminta tumpangan.
"Tidak, Simon," kata Yesus. "Kita semua lebih suka pulang ke rumah. Betul begitu?"
Semua setuju dan Petrus kembali ke bawah kain layar.
Kapernaum menjadi seperti sebuah padang gurun. Angin, hujan, kilat dan petir berkuasa di sana, bersama hujan es, yang sekarang menerpa rumah-rumah dan teras-teras dengan menimbulkan bunyi bising dan memental. Danau terkesan mengerikan. Gelombang-gelombang mendera rumah-rumah di dekatnya, sebab pantai kecil itu sudah menghilang dan perahu-perahu yang ditambatkan dekat rumah-rumah kelihatannya sudah tenggelam karena begitu penuh air, yang terus-menerus dituangkan oleh gelombang-gelombang besar ke dalamnya, sementara air yang sudah ada di dalamnya meluap.
Mereka lari masuk ke dalam kebun sayur-mayur dan buah-buahan, yang sudah menjadi sebuah kubangan besar dengan sampah terapung-apung di atas air yang berlumpur, dan mereka lalu memasuki dapur di mana mereka semua berkumpul.
Marta memekik ketika dia melihat saudarinya digandeng oleh Maria. Dia menepuk lehernya, tetapi tanpa menyadari betapa kuyup saudarinya itu, dia menciumnya dan menyebutnya: "Mirì, Mirì, sayangku!" Mungkin itu nama kesayangan dengan mana mereka menyebut Magdalena semasa dia masih seorang gadis kecil.
Maria menangis, dengan kepalanya beristirahat pada bahu saudarinya, dan menutupi gaun Marta yang gelap dengan rambut keemasannya yang lebat, satu-satunya yang berkilau dalam dapur gelap di mana sebuah perapian kecil dari ranting-ranting semak belukar memberikan penerangan, sedangkan sebuah lampu kecil nyaris tidak memberikan cahayanya.
Para rasul tercengang dan begitu pula tuan rumah dan istrinya, yang melihat ke dalam dapur begitu mendengar pekikan Marta, dan sesaat sesudah rasa ingin tahunya terpuaskan mereka undur diri diam-diam.
Ketika luapan kasihnya sudah agak mereda, Marta memperhatikan Yesus dan Maria dan menyadari bahwa adalah aneh bahwa mereka semua bersama-sama. Demikianlah dia bertanya kepada saudarinya, Bunda Maria dan Yesus - aku tak bisa mengatakan lebih ditujukan kepada siapakah pertanyaannya -: "Tetapi… bagaimana kamu semua bisa bersama-sama?"
"Badai, Marta, sudah dekat. Aku pergi bersama Simon, Yakobus dan pelayanmu untuk menyongsong kedua peziarah ini."
Marta begitu terperanjat hingga tak terpikirkan olehnya kenyataan bahwa Yesus begitu yakin dalam pergi menyongsong mereka dan tidak bertanya: "Tetapi… apakah Engkau tahu?" Pertanyaan itu, bagaimanapun, dilontarkan oleh Tomas, yang tidak mendapat tanggapan sebab Marta berkata kepada saudarinya: "Tetapi mengapa kau bersama Maria?"
Magdalena menundukkan kepalanya.
Bunda Maria datang menolongnya dengan meraih tangannya dan mengatakan: "Dia datang kepada-Ku seperti seorang peziarah pergi ke suatu tempat di mana dapat diberitahukan kepadanya jalan mana yang harus ditempuh guna mencapai tujuannya. Dan dia berkata kepada-Ku: 'Ajarilah aku apa yang harus aku lakukan supaya menjadi milik Yesus.' Dan sebab dia digerakkan oleh sepenuhnya kehendak baik, dia memahami kebijaksanaan itu segera! Dan Aku mendapati bahwa dia siap untuk digandeng dan dihantarkan kepada-Mu, PutraKu, dan kepadamu, Marta yang baik, dan kepadamu, para murid yang saling bersaudara, dan mengatakan kepadamu: "Inilah murid-Mu dan saudarimu, yang akan memberikan sukacita semata kepada Tuhan-nya dan kepada saudara-saudaranya.' Aku memintamu untuk percaya pada-Ku dan untuk mengasihinya seperti Yesus dan Aku mengasihinya."
Para rasul lalu berkumpul sekelilingnya menyambut saudari baru mereka. Ada, tentu saja, tingkat keingintahuan yang pasti… Tetapi bagaimanakah itu dapat dihindarkan?! Bagaimanapun… mereka masih manusia…
Adalah akal sehat Petrus yang mengatakan: "Itu semua sungguh sangat baik. Kamu sudah memastikan pertolongan dan persahabatan suci kepadanya. Tetapi kita harus memikirkan juga bahwa Bunda dan saudari kita ini basah kuyup sepenuhnya… Kami basah juga, aku katakan sejujurnya padamu… Tapi keadaan mereka lebih parah. Rambut mereka meneteskan air seperti pohon-pohon willow sesudah badai dan pakaian mereka basah dan berlumpur. Marilah kita menyalakan api, dan mengambilkan pakaian untuk mereka dan menyediakan sedikit makanan hangat…"
Semua orang menjadi sibuk: Marta membawa kedua pengelana yang basah kuyup itu masuk ke dalam kamar, api dinyalakan dan pakaian-pakaian yang basah, kerudung serta mantol dijemur di depan api. Aku tidak tahu persiapan apa yang mereka lakukan dalam ruangan… Aku melihat bahwa Marta, yang sudah menemukan sekali lagi energinya sebagai seorang pengurus rumah tangga yang sangat cakap, datang dan pergi dengan penuh perhatian, membawakan baskom-baskom dan air panas, cawan-cawan berisi susu panas, pakaian-pakaian yang dipinjam dari nyonya rumah, untuk membantu kedua Maria…
|
|