294. DI ARBELA.
4 Oktober 1945
Tepat orang pertama yang mereka hampiri ketika bertanya tentang Filipus anak Yakub membuat mereka tahu betapa banyak pekerjaan yang sudah dilakukan murid muda itu. Orang yang mereka tanyai adalah seorang perempuan tua kecil yang keriput, yang dengan susah payah membawa sebuah tempayan penuh air. Menatap dengan mata kecilnya yang tajam pada wajah tampan Yohanes yang mengajukan pertanyaan, sesudah menyapanya, "Damai sertamu," dengan begitu lemah lembut hingga mempesonanya, dia berkata, "Apakah kau Mesias?"
"Bukan. Tapi aku murid-Nya. Dia akan segera datang, Dia ada di sana."
Perempuan tua itu meletakkan tempayannya di tanah, bertatih-tatih ke arah yang ditunjukkan kepadanya dan berlutut di depan Yesus.
Yohanes, yang tetap bersama Simon dekat tempayan yang sudah terjungkir dan menumpahkan sebagian isinya, berkata kepada temannya sambil tersenyum, "Sebaiknya kita memungut tempayan ini dan menggabungkan diri dengan perempuan tua itu." Dia melakukannya sementara temannya menambahkan, "Kita bisa menggunakannya untuk minum. Kita semua haus."
Ketika mereka tiba di tempat perempuan tua itu berada - yang sebab tidak tahu tepatnya harus berkata apa, terus mengulangi, "Putra Yang Kudus dan menawan dari Bunda Yang Tersuci" - dengan masih berlutut dan dengan terpesona memandangi figur Yesus, Yang tersenyum mendengar ucapannya yang diulang-ulang dan menjawab, "Berdirilah, Ibu" - ketika mereka tiba, Yohanes berkata kepadanya, "Kami telah membawa tempayanmu. Tetapi tempayan itu terjungkir dan hanya tinggal sedikit air tersisa di dalamnya. Jika Ibu memberikannya kepada kami, kami akan meminum air ini dan lalu kami akan mengisi tempayannya untukmu."
"Ya, anak-anakku, tentu saja. Dan aku menyesal hanya punya air untukmu. Aku berharap aku punya susu di dadaku seperti ketika aku menyusui Yudas-ku, untuk memberimu hal termanis yang ada di bumi ini: susu seorang ibu. Aku ingin punya anggur, anggur pilihan, untuk menguatkanmu. Tapi Marianne bin Elisa sudah tua dan miskin..."
"Airmu adalah anggur dan susu bagi-Ku, Ibu, sebab diberikan dengan kasih," jawab Yesus dan Dia adalah yang pertama minum dari tempayan itu yang diserahkan kepada-Nya oleh Yohanes. Lalu yang lain-lain minum.
Perempuan tua itu, yang akhirnya berdiri, memandangi mereka seolah-olah dia sedang memandang Firdaus dan ketika, sesudah mereka semua minum, dia melihat bahwa mereka akan membuang air yang tersisa di dalam tempayan, untuk mengisinya di sumber air yang menggelegak di ujung jalan, dia bergegas maju, mempertahankan tempayannya dan berkata, "Tidak, jangan. Air ini lebih suci daripada air pentahiran, sebab Dia minum darinya. Aku akan menyimpannya dengan cermat supaya aku bisa dibasuh dengannya ketika aku mati." Dan dia merenggut tempayannya dengan berkata, "Aku akan membawanya pulang. Aku punya banyak dan aku akan mengisinya. Tetapi pertama-tama datanglah, ya Yang Kudus, supaya aku dapat menunjukkan kepada-Mu rumah Filipus," dan dia berlari kecil dengan cepat, dengan tubuh bungkuknya, dengan seulas senyum di wajahnya yang keriput dan mata kecilnya berbinar penuh sukacita. Dia berlari-lari kecil sementara menggenggam pinggiran mantol Yesus di tangannya, seolah dia takut Dia akan lari darinya, dan dia mempertahankan tempayannya dari para rasul yang bersikeras, yang tidak ingin dia membawa beban itu. Dia berlari kecil dengan bahagia, dengan melihat ke jalanan yang sepi dan rumah-rumah di Arbela yang sudah ditutup karena hari mulai gelap, dan dia tampak bagai seorang penakluk yang bahagia dengan kemenangannya.
Akhirnya, mereka melewati jalan samping dan masuk ke sebuah jalan yang lebih utama, di mana ada orang-orang yang bergegas pulang - dan orang-orang melihat perempuan itu yang begitu terpesona, menunjuk padanya dan menanyainya - dan, sesudah menunggu orang-orang datang mengelilinginya, dia berseru, "Ada bersamaku Mesias-nya Filipus. Bergegaslah dan beritahu semua orang dan terutama keluarga Yakub agar mereka bersiap untuk menghormati Sang Orang Kudus." Dia berseru dengan lantang. Dia bisa membuat orang-orang taat. Inilah momen otoritas dari seorang perempuan tua kecil tak dikenal yang miskin dan sendirian. Dan dia melihat seluruh kota begitu tersentuh oleh perintahnya.
Yesus, yang jauh lebih tinggi dari perempuan tua itu, tersenyum padanya ketika dia sesekali menatap pada-Nya dan Dia meletakkan tangan-Nya di atas kepala-Nya yang terhormat, dalam suatu belaian bakti seorang anak, yang memenuhi perempuan itu dengan kebahagiaan.
Rumah Yakub berada di jalan utama. Rumah itu terbuka dan terang dengan lampu menyala dan melalui pintu orang bisa melihat suatu aula panjang di mana ada orang-orang memegang lampu, dan mereka bergegas keluar penuh sukacita begitu Yesus muncul di jalan: si murid muda Filipus, ayah dan ibunya, sanak saudaranya, para pelayan dan teman-temannya.
Yesus berhenti dan menanggapi dengan khidmad Yakub yang membungkuk dalam, Dia lalu membungkuk pada ibu Filipus yang berlutut untuk menghormati-Nya, dan Dia membangkitkannya, memberkatinya, dan berkata, "Senantiasalah bahagia karena imanmu." Dia lalu menyapa si murid yang sudah datang dengan orang lain yang bersamanya, dan yang juga disapa Yesus.
Namun, si Marianne tua, tidak melepaskan pinggiran mantol maupun tempatnya di samping Yesus sampai mereka hendak memasuki aula masuk. Dia kemudian berbisik, "Berkatilah aku supaya aku bahagia! Engkau sekarang akan tinggal di sini... Aku akan pulang ke rumahku yang miskin dan... dan hal yang indah ini semuanya berakhir sudah!" Betapa dalam penyesalan dalam nada suara tuanya!
Yakub, kepada siapa istrinya sudah berbicara dengan suara pelan, berkata, "Tidak, Marianne bin Elisa. Tetaplah di rumahku seolah kau seorang murid. Tinggallah selama Guru bersama kami dan dengan demikian kau bahagia."
"Kiranya Allah memberkatimu, sobat. Kau tahu apa itu amal kasih."
"Guru... dia membawa Engkau ke rumahku. Engkau telah memberikan kepadaku rahmat dan kasih. Aku hanya membalas, dan dengan cara yang jauh dari pantas, apa yang sudah aku terima dari-Mu dan dan darinya dengan begitu berlimpah. Mari masuk, dan biarkan rumahku menyambut-Mu."
Kerumunan orang banyak di luar di jalanan melihat mereka masuk dan berseru, "Dan bagaimana dengan kami? Kami ingin mendengar sabda-Nya."
Yesus berbalik, "Sudah malam dan kamu letih. Persiapkan jiwamu melalui istirahat yang suci dan besok kamu akan mendengar Suara Allah. Untuk sementara ini, damai dan berkat besertamu." Dan pintu depan ditutup dalam kebahagiaan rumah itu.
Yakobus Zebedeus mengamati Tuhan selama pembasuhan sesudah perjalanan, "Mungkin lebih baik segera berbicara dan pergi saat fajar. Ada beberapa orang Farisi di kota. Filipus mengatakannya padaku. Mereka akan menyusahkan-Mu."
"Orang-orang yang mungkin disusahkan oleh mereka berada nun jauh. Masalah yang mungkin mereka sebabkan untuk-Ku tidaklah penting. Ada kasih yang akan membatalkannya..."
Pagi berikutnya... Yesus keluar di antara sanak kerabat Filipus yang bersukacita dan para rasul. Si perempuan tua mengikuti mereka. Dia menemui orang-orang Arbela yang dengan sabar menantikan-Nya. Dia menuju alun-alun utama di mana Dia mulai berbicara.
"Kita membaca dalam bab delapan kitab kedua Ezra, yang sekarang akan Aku ulangi untukmu, 'Ketika tiba bulan yang ketujuh...' (Yesus berkata kepadaku, "Jangan tulis apa pun lainnya. Aku akan mengulangi perkataan kitab itu secara lengkap.")
Bilamanakah suatu bangsa kembali ke negerinya? Ketika bangsa itu kembali ke tanah leluhurnya. Aku telah datang untuk membawamu kembali ke tanah Bapa-mu, ke Kerajaan Bapa. Dan Aku bisa melakukannya karena Aku diutus untuk itu. Jadi Aku telah datang untuk membawamu ke Kerajaan Allah dan oleh karenanya adalah wajar untuk membandingkanmu dengan mereka yang dipulangkan bersama Zerubabel ke Yerusalem, kota Tuhan, dan adalah wajar untuk melakukan kepadamu apa yag ahli Taurat Ezra lakukan kepada orang-orang yang sekali lagi berkumpul di dalam tembok-tembok suci. Karena adalah kebodohan yang tiada bandingnya untuk membangun kembali suatu kota yang dipersembahkan kepada Tuhan, tanpa memulihkan jiwa-jiwa, yang adalah seperti banyak kota-kota kecil Allah.
Bagaimana kota-kota rohani kecil ini, yang bobrok karena begitu banyak peristiwa, dapat dipulihkan? Material mana yang harus digunakan untuk menjadikannya kokoh, indah, tahan lama? Bahan-bahannya ada dalam perintah Allah: kesepuluh perintah Allah, yang kamu ketahui, karena Filipus, seorang putra dari kotamu dan murid-Ku, telah mengingatkanmu tentangnya. Dua perintah yang paling suci dari perintah-perintah suci itu adalah: 'Kasihilah Allah dengan seluruh keberadaanmu. Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.' Keduanya adalah intisari Hukum. Dan Aku mengkhotbahkannya sebab melalui perintah itu kamu pasti mendapatkan Kerajaan Allah. Dalam kasih kamu mendapatkan kekuatan untuk bertekun dalam kekudusan atau menjadi kudus, kekuatan untuk mengampuni, kekuatan gagah berani dalam keutamaan. Semuanya bisa ditemukan dalam kasih. Ketakutan tidak menyelamatkan: takut akan penghakiman Allah, takut akan hukuman manusia, takut akan penyakit. Ketakutan tidak pernah membangun, tetapi menggentarkan, meremukkan, menjerumuskan ke dalam kekacauan, menghancurkan. Ketakutan menghantar pada keputusasaan, menghantar hanya pada menyembunyikan perbuatan jahat dengan licik, membuat orang takut, karena kejahatan sudah ada dalam diri kita.
Siapa yang berpikir tentang berperilaku bijak, demi kepentingan tubuhnya, ketika orang sehat? Tidak ada. Tetapi begitu gigil pertama demam mengaliri pembuluh darah kita atau suatu cemar membuat kita berpikir tentang penyakit najis, maka rasa takut menjadi suatu siksaan tambahan atas penyakit dan itu menjadi suatu kekuatan menghancurkan dalam tubuh yang sudah rusak karena penyakit. Kasih, sebaliknya, membangun. Kasih membangun, memantapkan, menyatukan, dan memelihara. Kasih memberikan pengharapan dalam Allah. Kasih menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Kasih membuat manusia menangani secara bijak dengan pribadinya sendiri, yang adalah bukan pusat semesta, seperti yang diyakini dan dijadikan demikian oleh mereka yang egois, pecinta palsu diri mereka sendiri, karena mereka mencintai hanya satu bagian saja: yang kurang mulia, hingga merusakkan bagian yang abadi dan suci; yang sesungguhnya adalah tugas kita untuk memeliharanya agar sehat, sepanjang Allah menghendaki, agar bermanfaat bagi diri kita sendiri, bagi sanak saudara kita, bagi kota kita dan bagi seluruh negeri.
Penyakit datang tanpa terelakkan. Tidak benar bahwa setiap penyakit merupakan konsekuensi dari kejahatan atau hukuman. Ada penyakit-penyakit suci yang dikirimkan oleh Tuhan kepada orang-orang benar, sehingga di dunia, yang menganggap dirinya sebagai akhir dan sarana kenikmatan, akan ada orang-orang kudus yang bagai tawanan-tawanan perang demi keselamatan orang lain, dan mereka secara pribadi membayar silih melalui penderitaan mereka, bagian kesalahan yang tiap hari ditimbun dunia dan yang akan berakhir dengan menimpa Umat manusia, menguburnya di bawah kutuknya.
Apa kamu ingat Musa yang lanjut usia berdoa sementara Yosua bertempur dalam nama Tuhan? Kamu harus berpikir bahwa mereka yang menderita dengan suci, memberikan perlawanan terhebat kepada prajurit paling ganas yang ada di dunia, yang bersembuyi di bawah tampilan manusia dan orang, kepada Setan, Si Penyiksa, Asal segala kejahatan, dan mereka berperang atas nama semua manusia. Tetapi betapa jauh perbedaan antara penyakit suci demikian yang dikirimkan Tuhan, dengan penyakit yang disebabkan oleh kejahatan melalui cinta indera yang penuh dosa! Penyakit yang pertama adalah bukti kehendak Allah Yang Maharahim; penyakit yang terakhir adalah bukti kerusakan setani. Oleh sebab itu, adalah penting untuk mengasihi, agar menjadi kudus, karena kasih menciptakan, memelihara, dan menguduskan.
Seperti Nehemia dan Ezra, Aku juga, memaklumkan kebenaran ini, dengan mengatakan kepadamu, 'Hari ini adalah suci bagi Tuhan, Allah kita. Jangan berkabung, jangan menangis.' Karena semua perkabungan berakhir, ketika orang hidup pada hari Tuhan. Kekejaman kematian berakhir, karena kehilangan seorang anak, seorang suami, seorang ayah, ibu atau saudara menjadi suatu perpisahan yang sementara dan terbatas. Sementara, karena berakhir dengan kematian kita. Terbatas, karena dibatasi oleh raga dan budi. Jiwa kita tidak kehilangan apa pun ketika seorang saudara kita meninggal dunia. Kebebasannya terbatas pada satu pihak saja, pada kita, sebagai orang yang selamat dengan jiwa kita masih terbungkus dalam daging, sementara pihak lainnya, yang telah beralih ke kehidupan kedua, menikmati kebebasan dan kuasa untuk mengawasi kita dan memperolehkan bagi kita jauh lebih banyak daripada ketika ia mengasihi kita dari penjara raganya.
Seperti Nehemia dan Ezra, aku berkata kepadamu, 'Pergilah, makanlah daging berlemak, minumlah anggur manis dan berilah sebagian kepada orang yang tidak memilikinya, karena hari ini adalah suci bagi Tuhan, dan oleh karenanya jangan seorang pun menderita sepanjang hari ini. Janganlah bersedih, karena sukacita Tuhan Yang ada di antara kamu, adalah kubu bagi mereka yang menerima rahmat dari Tuhan Yang Mahatinggi di dalam tembok-tembok dan di dalam hati mereka.'
Kamu tidak lagi bisa mendirikan Tabernakel. Waktunya sudah lewat. Tetapi dirikanlah tabernakel rohani dalam hatimu. Dakilah gunung, yakni, naik menuju Kesempurnaan. Kumpulkanlah cabang-cabang zaitun, murad, palem, oak, hisop dan setiap pohon yang indah. Cabang-cabang keutamaan damai, kemurnian, kegagah-beranian, matiraga, kekuatan, pengharapan, keadilan, dari semua keutamaan. Hiasilah jiwamu dengan merayakan pesta Tuhan. Tabernakel-Nya menantikanmu. Dan tabernakel-Nya indah, suci, abadi, terbuka bagi semua orang yang hidup dalam Tuhan. Dan bersama- Ku, putuskan hari ini untuk melakukan penitensi bagi masa lalu dan untuk memulai hidup yang baru.
Jangan takut kepada Tuhan. Dia memanggilmu sebab Dia mengasihimu. Jangan takut. Kamu adalah anak-anak-Nya seperti semua orang di Israel. Juga bagimu Dia menciptakan Alam Semesta dan Surga, Dia mengutus Abraham dan Musa, Dia membelah lautan, Dia membuat tiang awan, Dia turun dari Surga untuk memberikan Hukum Taurat, dan Dia membuka awan agar bisa menghujankan manna, dan Dia membuat batu karang membualkan air. Dan sekarang bagimu juga Dia mengutus Roti Surga yang hidup untuk memuaskan rasa laparmu dan Anggur sejati dan Sumber Mata Air Hidup yang kekal untuk memuaskan dahagamu. Dan melalui bibir-Ku Dia berkata kepadamu, 'Masuklah dan milikilah Negeri yang atasnya Aku telah mengangkat tangan-Ku untuk memberikannya kepadamu.' Negeri rohani: Kerajaan Surga."
Orang banyak saling bertukar perkataan antusias... Kemudian giliran orang-orang sakit. Ada begitu banyak. Yesus memerintahkan mereka untuk berbaris dalam dua lajur, dan sementara ini dilakukan, Dia bertanya kepada Filipus dari Arbela, "Mengapa kau tidak menyembuhkan mereka?"
"Supaya mereka bisa memiliki apa yang kumiliki: disembuhkan oleh-Mu."
Yesus berjalan lewat dengan memberkati orang-orang sakit seorang demi seorang dan mukjizat yang biasa terjadi pun berulang: yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang bisu berbicara, yang lumpuh berdiri tegak, demam, segala penyakit dan kelemahan lenyap.
Penyembuhan berakhir. Di penghujung, sesudah orang sakit terakhir, ada dua orang Farisi yang pergi ke Bozrah bersama dua orang lainnya. "Damai serta-Mu, Guru. Tidakkah Engkau mengatakan sesuatu kepada kami?"
"Aku berbicara kepada semua orang."
"Tetapi kami tidak membutuhkan perkataan itu. Kami adalah orang-orang kudus Israel."
"Kepadamu, yang adalah para guru, Aku katakan: komentar atas bab selanjutnya, bab kesembilan dari kitab kedua Ezra, dengan mengingat berapa banyak kali sejauh ini Allah telah berbelas-kasihan kepadamu, dan ulangilah akhir dari kitab, seolah itu adalah doa, dengan menebah dadamu."
"Benar sekali, Guru, benar sekali. Dan apakah murid-murid-Mu melakukannya?"
"Ya. Ini adalah hal pertama yang aku tuntut dari mereka."
"Semuanya? Juga para pembunuh yang ada dalam kelompok-Mu?"
"Apakah darah berbau busuk bagimu?"
"Itu adalah suara yang berteriak ke Surga."
"Jika demikian, jangan meniru mereka yang menumpahkannya."
"Kami bukan pembunuh!"
Yesus menatap tajam mereka, menusuk mereka dengan mata-Nya. Mereka tidak berani menambahkan satu kata pun untuk beberapa saat. Tetapi mereka mengikuti kelompok yang kembali ke rumah Filipus, yang merasa berkewajiban untuk mengundang mereka masuk dan bergabung dalam perjamuan.
"Dengan senang hati! Kami akan tinggal lebih lama bersama Guru," mereka berkata sembari membungkuk sangat dalam.
Tetapi begitu tiba di rumah, mereka berkelakuan seperti anjing pelacak... Mereka mengamati, mereka mengintip, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan licik kepada para pelayan, dan mereka menghampiri bahkan si perempuan tua, yang terus menempel pada Yesus bagai besi menempel pada magnet. Tetapi dia menjawab serta-merta, "Baru kemarin aku melihatnya. Kamu pasti mimpi. Aku yang membawa mereka kemari, dan hanya ada satu Yohanes: bocah berambut pirang yang sebaik malaikat itu."
Mereka mengecam perempuan tua itu dan berbalik ke tempat lain. Tetapi seorang pelayan, tanpa menjawab mereka secara langsung, membungkuk di depan Yesus, Yang sedang duduk berbincang dengan tuan rumah, dan bertanya kepada-Nya, "Di manakah Yohanes En-Dor? Tuan ini mencarinya."
Si Farisi melemparkan tatapan tajam kepada si pelayan dan mencelanya sebagai 'tolol'. Tetapi Yesus sekarang sadar akan niat mereka dan adalah perlu untuk mengatasinya dengan cara sebaik mungkin. Si Farisi berkata, "Itu adalah untuk memberi selamat kepada-Mu, Guru, atas menakjubkannya doktrin-Mu ini dan menghormati-Mu melalui si orang yang bertobat."
"Yohanes berada jauh untuk selamanya dan dia akan semakin jauh."
"Apakah dia kambuh lagi dalam dosa?"
"Tidak. Dia sedang mendaki menuju Surga. Teladanilah dia, dan kamu akan bertemu dengannya di kehidupan selanjutnya."
Keempat Farisi tidak tahu harus berkata apa dan mereka dengan bijak mengubah topik pembicaraan. Para pelayan mengumumkan bahwa santapan sudah siap dan mereka semua masuk ke dalam ruang makan.
|
|