291. DI BOZRAH.            


1 Oktober 1945  

Bozrah tampak sangat suram dalam kabut pagi, baik karena musim maupun karena kota tertutup dalam jalan-jalan sempitnya. Kota itu terlihat suram dan kotor. Para rasul, yang telah kembali dari berbelanja di pasar, membicarakannya. Praktik penginapan pada masa itu dan di tempat-tempat yang demikian sangatlah antik, bahwa orang harus mengurus makanannya sendiri. Pemilik penginapan jelas tidak mau kehilangan uang. Jadi mereka memasak hanya apa yang dibawa para pelanggan, dan marilah berharap bahwa mereka tidak mencuri dari sana. Paling jauh yang mereka lakukan adalah membeli makanan untuk pelanggan atau menjual kepada pelanggan apa yang mereka miliki dalam persediaan, dengan bekerja sebagai tukang daging, jika perlu, menyiapkan anak domba kurus untuk dipanggang.

Petrus tidak suka membeli dari pemilik penginapan dan sekarang bertengkar dengannya. Laki-laki itu, dengan wajah agak jahat, bahkan hingga pada tahap menghina sang rasul, dengan menyebutnya, "Galilea," sementara Petrus membalas, dengan menunjuk pada seekor babi kecil, yang baru saja dibantai si tuan rumah untuk beberapa orang tamu, "Aku Galilea, dan kamu babi, kamu kafir. Aku tak sudi tinggal di penginapanmu yang bau walau sejam saja, jika itu tergantung padaku. Kau pencuri dan... (dan dia menambahkan di sini suatu julukan yang sangat jelas... yang aku tinggalkan di penaku)." Aku sadar bahwa di antara orang-orang Bozrah dan orang-orang Galilea ada satu dari antara banyak ketidakcocokan regional ataupun religius, di mana Israel, atau lebih tepatnya Palestina penuh dengan ketidakcocokan yang demikian.

Tuan rumah berteriak lebih keras, "Jika kau tidak bersama Orang Nazaret itu, dan aku tidak lebih baik dari kaum Farisimu yang kotor yang membenci-Nya tanpa alasan kuat, aku akan mencuci mukamu dengan darah babi ini, supaya kau akan harus pergi dari sini dan bergegas mentahirkan dirimu. Tapi aku menghormati Dia, Yang kuasa-Nya sudah dikenal. Dan aku katakan padamu, terlepas dari semua ocehanmu, kamu adalah orang berdosa. Kami lebih baik darimu. Kami tidak menjebak pun kami tidak mengkhianati. Kamu, cis! Kamu adalah kawanan pengkhianat yang tidak adil dan bajingan dan kamu bahkan tidak menghormati segelintir orang kudus di antaramu."

"Siapa yang kau sebut pengkhianat? Kami? Ah! Dalam kebenaran Allah aku..." Petrus sangat berang dan hendak menghajar laki-laki itu, ketika saudaranya dan Yakobus menahannya, dan Simon Zelot ikut campur tangan bersama Matius.

Tetapi murka Petrus berkurang bukan karena intervensi mereka melainkan oleh suara Yesus yang muncul di salah satu pintu dan berkata, "Kau sekarang, Simon, diam. Dan kau juga, sobat."

"Tuhan, orang ini yang pertama menyindir dan mengancam."

"Orang Nazaret, aku yang dihina lebih dulu."

Aku, dia. Dia dan aku. Kedua orang yang bersalah saling melempar kesalahan.

Yesus maju dengan wajah serius dan tenang. "Kamu berdua salah. Dan kau, Simon, lebih bersalah dari dia. Karena kau tahu doktrin cinta kasih, pengampunan, kelemah-lembutan, kesabaran dan persaudaraan. Supaya tidak diperlakukan buruk sebagai orang Galilea, kau harus membuat dirimu dihormati sebagai orang kudus. Dan kau, sobat, diberkatilah Allah jika kau merasa bahwa kau lebih baik daripada yang lain dan berusaha untuk menjadi layak dengan menjadi lebih dan lebih baik. Dan di atas semua itu, jangan mencemari jiwamu dengan tuduhan palsu. Murid-murid-Ku tidak mengkhianati juga tidak menjebak."

"Apakah Engkau yakin, Orang Nazaret? Baik, kalau begitu, mengapa keempat orang itu datang dan bertanya kepadaku apakah Engkau telah datang, bersama siapa Engkau dan begitu banyak pertanyaan lainnya?"

"Apa? Siapa mereka? Di mana mereka?" Para rasul berkumpul sekelilingnya, lupa bahwa mereka sedang mendekati seorang yang masih basah oleh darah babi, yang sekejab sebelumnya membuat mereka ngeri dan menjauhkan diri.

"Pergi dan uruslah perkaramu sendiri. Kau boleh tinggal, Misace."

Para rasul masuk ke dalam ruangan dari mana Yesus keluar, dan hanya Yesus dan pemilik penginapan yang tinggal di halaman; mereka saling berhadapan. Sang saudagar beberapa langkah jaraknya dari Yesus dan mengamati peristiwa itu dengan tercengang.

"Katakan kepada-Ku yang sebenarnya, sobat. Dan maafkan jika darah membuat seorang dari murid-Ku marah. Siapa keempat orang itu dan apa yang mereka katakan?"

"Aku tidak tahu pasti siapa mereka. Mereka tentunya para ahli Taurat dan kaum Farisi dari daerah lain. Aku tidak tahu siapa yang membawa mereka ke sini. Aku belum pernah melihat mereka. Tetapi mereka tahu banyak informasi tentang Engkau. Mereka tahu dari mana Engkau datang, ke mana Engkau akan pergi, dengan siapa Engkau berada. Tetapi mereka ingin konfirmasi dariku. Tidak. Aku mungkin seorang bajingan. Tapi aku tahu urusanku. Aku tidak kenal siapa pun dan aku tidak melihat apa pun. Aku tidak tahu apa apa. Sehubungan dengan orang-orang lain, tentu saja. Sejauh menyangkut aku, aku tahu segalanya. Tetapi mengapa aku harus memberi tahu orang-orang lain, khususnya orang-orang munafik itu, apakah yang aku ketahui? Apa aku seorang bajingan? Ya. Jika perlu aku berpihak juga kepada para perampok. Bagaimanapun, Engkau tahu ... Tapi aku tidak bisa mencuri atau berusaha mencuri kebebasan, kehormatan dan kehidupan-Mu. Dan mereka - aku bukan lagi Phara dari Ptolemeus jika apa yang aku katakan tidak benar - dan mereka mengintai-Mu, untuk mencelakai-Mu. Dan siapa yang mengirim mereka? Mungkin seorang dari Perea atau Dekapolis? Atau seseorang dari Trachonitis atau Gaulanitis atau Hauran? Bukan. Kami entah tidak mengenal-Mu, atau jika kami sudah mendengar tentang-Mu, kami menghormati-Mu sebagai seorang benar jika kami tidak percaya Engkau adalah seorang kudus. Jadi, siapakah yang mengirim mereka? Seorang dari pihak-Mu dan mungkin salah seorang teman-Mu, sebab mereka tahu terlalu banyak hal..."

"Mudah mendapatkan informasi dari caravanku..." kata Misace.

"Tidak, saudagar. Bukan dari engkau, tetapi dari orang-orang lain yang bersama Yesus. Aku tidak tahu dan aku tidak ingin tahu. Aku tidak melihat dan aku tidak ingin melihat. Tetapi aku katakan kepada-Mu: jika Engkau bersalah, perbaikilah, jika Engkau tahu bahwa Engkau telah dikhianati, lakukan tindakan yang perlu."

"Aku tidak bersalah, sobat, ataupun dikhianati. Satu-satunya masalah adalah bahwa Israel tidak mengerti Aku. Tapi bagaimana kau tahu tentang Aku?"

"Lewat seorang bocah. Bocah laki-laki berandal yang punya reputasi buruk di Bozrah dan di Arbela. Di sini, karena dia datang kemari untuk melakukan dosa-dosanya, di sana karena dia membuat aib keluarganya. Kemudian dia bertobat dan menjadi lebih benar dari seorang benar. Dan dia lewat bersama murid-murid-Mu, dia sendiri sebagai seorang murid, dan menantikan-Mu di Arbela, untuk menghormati-Mu bersama ayah dan ibunya. Dan dia mengatakan kepada semua orang bahwa Engkau telah mengubah hatinya melalui doa ibunya. Jika wilayah ini pernah menjadi wilayah yang kudus, Filipus anak Yakobus yang akan beroleh ganjaran telah menguduskannya. Dan jika ada orang yang percaya kepada-Mu di Bozrah, itu karena dia."

"Di mana para ahli Taurat itu sekarang, siapa yang datang kemari?"

"Aku tidak tahu. Mereka pergi karena aku katakan kepada mereka bahwa aku tidak punya kamar untuk mereka. Sesungguhnya aku punya, tetapi aku tidak mau memberi tumpangan kepada ular dan dengan demikian mendekatkan mereka kepada merpati. Mereka pasti di daerah ini. Berhati-hatilah."

"Terima kasih, sobat. Siapa namamu?"

"Phara. Aku melakukan tugasku. Ingatlah aku."

"Ya. Dan kau harus ingat Allah. Dan maafkan Simon-Ku. Kasihnya yang luar biasa kepada-Ku terkadang membutakannya."

"Tidak ada salahnya. Aku menyinggung dia juga... Tapi adalah menyakitkan apabila dihina. Engkau tidak menghina..."

Yesus menghela nafas... Dia lalu berkata, "Maukah kau membantu Orang Nazaret?"

"Jika aku bisa..."

"Aku akan senang berbicara dari halaman ini..."

"Dan aku akan mempersilakan-Mu berbicara. Kapan?"

"Antara jam enam dan sembilan."

"Pergilah ke mana pun Engkau suka dan jangan khawatir. Bozrah akan tahu bahwa Engkau akan berbicara. Aku akan memastikannya."

"Kiranya Allah mengganjarimu untuk itu," dan Yesus tersenyum kepadanya, senyum yang sudah merupakan suatu ganjaran. Kemudian Dia pergi ke ruangan di mana Dia sebelumnya berada.

Alexander Misace berkata, "Guru, maukah Engkau tersenyum kepadaku, seperti itu?... Aku juga akan memberitahu penduduk untuk datang dan mendengarkan Kemurahan Yang sedang berbicara. Aku tahu banyak. Selamat tinggal."

"Kiranya Allah mengganjarimu juga," dan Yesus tersenyum kepadanya.

Yesus memasuki ruangan. Para perempuan ada di sekeliling Maria, Yang wajah-Nya berduka dan Dia segera bangkit dan menghampiri PutraNya. Maria tidak berbicara. Seluruh sikapnya adalah ketidakpastian. Yesus tersenyum kepadanya dan Dia menjawab kepada-Nya dengan berkata kepada semua orang, "Luangkan waktu jam enam. Aku akan berbicara di sini kepada orang banyak. Sementara itu pergilah, semua orang, terkecuali Simon Petrus, Yohanes dan Ermasteus. Pergi dan maklumkan Aku dan berikan sedekah yang berlimpah."

Para rasul pun pergi.

Petrus perlahan-lahan menghampiri Yesus Yang ada dekat para perempuan dan bertanya, "Mengapakah Engkau tidak mengutusku juga?"

"Ketika orang terlalu memperturutkan kata hati, dia tinggal di rumah. Simon, Simon! Kapan kau akan belajar bermurah hati kepada sesamamu? Untuk sementara waktu adalah nyala api, tetapi hanya untuk-Ku, adalah mata pisau yang tajam dan kokoh, tetapi hanya untuk-Ku. Bersikaplah lembut, Simon anak Yunus."

"Engkau benar, Guru. BundaMu telah menegurku, sebab Dia tahu bagaimana caranya, tetapi tanpa menyakiti hati. Meski demikian teguran itu menembus masuk ke lubuk hatiku. Tapi... tegurlah aku juga, tapi jangan menatapku dengan begitu sedih."

"Jadilah baik... Sintikhe, Aku ingin berbicara denganmu secara pribadi. Naiklah ke teras. Maukah Engkau datang juga, Bunda..."

Dan di teras pedesaan, yang menaungi satu sayap bangunan, di bawah sinar matahari yang menghangatkan udara, dengan berjalan perlahan di antara Maria dan perempuan Yunani itu, Yesus berkata, "Besok kita akan berpisah sebentar. Ketika dekat Arbela, kamu perempuan, bersama Yohanes En-Dor, akan pergi menuju Laut Galilea dan akan terus bersama hingga Nazaret. Tetapi sebab Aku tak hendak mengutusmu sendirian bersama seorang yang nyaris cacat, Aku akan minta saudara-saudara-Ku dan Simon Petrus menemanimu. Aku bisa melihat bahwa akan ada keengganan untuk berpisah. Tetapi ketaatan adalah keutamaan orang benar. Ketika kamu melintasi wilayah yang dalam pengawasan Khuza atas nama Herodes, Yohana akan dapat menemukan lebih banyak orang untuk mengawalmu sepanjang sisa perjalanan. Kemudian kamu akan mengirim kembali kedua putra Alfeus dan Simon Petrus. Tetapi alasan mengapa Aku memintamu untuk naik ke atas sini adalah sebagai berikut. Aku ingin memberitahumu, Sintikhe, bahwa Aku telah memutuskan kau akan tinggal untuk sementara waktu di rumah BundaKu. Dia sudah tahu. Yohanes En-Dor dan Marjiam akan tinggal bersamamu. Tinggallah di sana dengan sukarela, dengan lebih dan lebih lagi menyempurnakan dirimu dalam Kebijaksanaan. Aku ingin kau merawat dengan baik Yohanes yang malang. Aku tidak mengatakan ini kepada BundaKu sebab Dia tidak membutuhkan nasihat apapun. Kau bisa memahami Yohanes dan bersimpati kepadanya, dan dia bisa melakukan banyak hal baik untukmu sebab dia adalah seorang guru yang berpengalaman. Aku akan datang kemudian. Oh! Segera! Dan kita akan sering bertemu. Aku berharap mendapatimu semakin bijaksana dalam Kebenaran. Aku teristimewa memberkatimu, Sintikhe. Ini adalah perpisahan-Ku denganmu, untuk saat ini. Kau akan mendapatkan kasih dan kebencian di Nazaret seperti di tempat lain manapun. Tetapi di rumah-Ku kau akan mendapatkan damai. Selalu."

"Nazaret tak akan ambil peduli padaku dan aku tak akan ambil peduli pada Nazaret. Aku akan hidup dengan memberi makan diriku dengan Kebenaran dan dunia tidak akan ada artinya bagiku, Tuhan."

"Sangat bagus. Kau boleh pergi, Sintikhe. Dan jangan katakan kepada siapa pun, untuk sementara ini. Bunda, Engkau tahu... Aku mempercayakan mutiara-mutiara milikku yang terkasih ini kepada-Mu. Sementara kita dalam damai, di antara kita sendiri, Bunda, biarkan YesusMu menyejukkan Diri-Nya dalam belaianMu..."

"Betapa banyak kebencian, Nak!"

"Betapa banyak kasih!"

"Betapa banyak kepahitan, YesusKu terkasih!"

"Betapa banyak kemanisan!"

"Betapa banyak tidak dipahami, PutraKu!"

"Betapa banyak dipahami, Bunda!"

"Oh! SayangKu, PutraKu Terkasih!"

"Bunda! Sukacita Allah dan sukacitaKu! Bunda!"

Mereka saling mengecup dan tinggal bersama, di bangku batu di tembok teras yang rendah: Yesus memeluk BundaNya, pelindung yang penuh kasih, Maria menyandarkan kepala-Nya pada bahu PutraNya, tangan Bunda dalam tangan PutraNya: bahagia... Dunia begitu jauh... terkubur dalam gelombang-gelombang kasih dan kesetiaan...
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama