286. DARI RAMOT KE GERASA.            


26 September 1945  

Keunikan desa ini yang terletak pada sebuah landasan tinggi berbatu-batu di tengah sebuah puncak dari puncak-puncak gunung, yang sebagian lebih tinggi, sebagian lebih rendah darinya, tampak dalam segala keindahan khasnya dalam cahaya yang cukup terang di pagi yang agak berangin. Desa itu tampak bagai sebuah nampan granit raksasa dengan bangunan-bangunan, rumah-rumah kecil, jembatan-jembatan, sumber-sumber air yang ada di atasnya, sebagai mainan seorang anak raksasa.

Rumah-rumah tampaknya dipahat pada batu kapur yang merupakan material dasar di daerah tersebut. Bentuknya persegi empat dan dibangun dengan balok-balok yang diletakkan satu di atas yang lain, sebagian tidak diplester, sebagian dari balok-baloknya masih dalam keadaan alaminya yang kasar, benar-benar terlihat seperti rumah-rumah kecil yang menghiasi gua Natal yang dibangun dengan kubus-kubus oleh seorang bocah besar yang cerdik.

Dan sekeliling desa kecil itu orang dapat mengagumi negerinya yang subur, diselimuti pepohonan, diolah dengan berbagai macam cara, sehingga dari atas terlihat seperti karpet berbentuk kotak-kotak, trapesium, segitiga; sebagian berwarna coklat karena tanah yang baru saja dicangkul, sebagian berwarna hijau zamrud karena rerumputan yang tumbuh sesudah hujan musim gugur, sebagian berwarna kemerahan karena daun-daun terakhir dari kebun-kebun anggur dan kebun-kebun buah-buahan, sebagian berwarna hijau abu-abu karena pepohonan poplar atau willow, atau berwarna hijau enamel karena pepohonan oak dan carob, atau hijau perunggu karena pepohonan cypress dan conifer. Indah, sangat indah!

Dan orang dapat melihat jalan-jalan yang, seperti pita-pita terurai dari simpul, terbentang dari desa ke dataran yang jauh, atau ke pegunungan tinggi dan menghilang di hutan-hutan atau membelah dengan sebuah garis abu-abu padang-padang rumput hijau atau ladang-ladang dibajak yang berwarna coklat .

Dan ada suatu aliran air yang menyenangkan, yang keperakan di luar desa menuju mata airnya, dan menjadi biru yang memudar ke hijau lumut di sisi lainnya, di mana ia mengalir turun ke lembah di antara ngarai-ngarai dan lereng-lereng, dan ia muncul dan menghilang dengan jenaka, dan menjadi semakin kuat dan semakin biru sementara volume airnya meningkat, dengan demikian mencegah buluh-buluh dan rerumputan, yang sudah tumbuh pada palung sungainya sepanjang bulan-bulan kemarau, mengubah aliran berwarna hijau, dan dengan demikian ia dapat memantulkan langit, sesudah menguburkan batang-batang itu dalam airnya yang dalam.

Langit berwarna biru tak nyata: suatu skala berharga biru enamel yang dalam, tanpa cacat cela sedikit pun dalam teksturnya yang menakjubkan.

Dan caravan pun berangkat kembali, dengan para perempuan masih menunggang bagal, karena, seperti dikatakan sang saudagar, jalanan sangat sulit sesudah desa dan adalah perlu berjalan cepat agar tiba di Gerasa sebelum malam. Mereka semua membisu dan melangkah maju dengan cepat, sebab mereka beristirahat cukup, menyusuri sebuah jalan yang mendaki melintasi hutan-hutan yang mengagumkan, melintasi lereng-lereng tertinggi dari sebuah gunung terpencil, yang menjulang bagai sebuah balok raksasa yang bertumpu pada bahu-bahu pegunungan lain di bawahnya. Sungguh raksasa seperti yang bisa dilihat orang di bagian-bagian tertinggi Pegunungan Apennine kita.

"Gilead," kata sang saudagar seraya menunjuk; dia tetap berada dekat Yesus Yang menggiring bagal kecil Santa Perawan dengan memegang tali-tali kekangnya. Dan saudagar itu menambahkan, "Sesudah ini, jalan jauh lebih baik. Apakah Engkau pernah kemari?"

"Tidak, tidak pernah. Dulu Aku ingin datang kemari waktu musim semi. Tetapi Aku ditolak di Galgala."

"Engkau ditolak? Betapa mengerikan!"

Yesus menatap padanya dan diam.

Sang saudagar telah membawa naik Marjiam ke atas pelananya, sebab si bocah dengan kaki-kakinya yang pendek merasa kesulitan untuk mengimbangi langkah cepat bagal-bagal itu. Dan Petrus tahu benar betapa itu adalah langkah yang cepat! Dia berjalan susah payah sekuat tenaga, dengan diikuti oleh yang lain-lainnya, tapi dia selalu tertinggal oleh caravan. Dia basah oleh keringat, tetapi dia bahagia sebab dia bisa mendengar Marjiam tertawa, dia melihat Bunda Maria beristirahat dan Tuhan bahagia. Dia terengah-engah ketika berbicara kepada Matius dan kepada saudaranya - Andreas, yang tertinggal bersamanya, dan dia membuat mereka tertawa dengan mengatakan bahwa andai sebagai tambahan kakinya, dia punya sayap juga, dia akan sangat bahagia pagi itu. Dia menyingkirkan semua beban, seperti yang lain juga, dengan mengikatkan tas-tasnya ke pelana tunggangan para perempuan, tapi jalannya sungguh-sungguh mengerikan, batu-batunya licin karena embun. Kedua Yakobus bersama Yohanes dan Tadeus lebih pintar, mereka dapat mengikuti langkah bagal-bagal yang ditungangi para perempuan. Simon Zelot berbicara kepada Yohanes En-Dor. Timoneus dan Ermasteus juga menggiring bagal.

Akhirnya jalanan yang paling sulit berakhir dan suatu pemandangan yang sama sekali berbeda terbentang di hadapan mata mereka yang penuh kagum. Lembah Yordan telah sama sekali lenyap. Di sebelah timur, mata dapat menjelajah suatu wilayah dataran tinggi yang amat luas, di mana hanya ada perbukitan yang berlekak-lekuk yang berusaha muncul untuk menginterupsi bentang dataran yang rata. Aku tidak akan pernah berpikir sebelumnya bahwa ada hal seperti itu di Palestina. Tampaknya setelah badai batu di pegunungan, badai itu sendiri sudah menjadi tenang dan dengan ketakutan membatu dalam sebuah gelombang raksasa yang ditinggalkan tergantung di antara tingkat bawah dan langit, dengan hanya satu kenangan akan murka awalnya pada garis-garis kecil di perbukitan, busa-busa dari puncaknya yang memadat di sana-sini, sementara air dari gelombang besar telah menyebar ke seluruh permukaan dataran yang indah dan mengagumkan. Dan orang mencapai area yang damai cerah ini melalui ngarai terakhir, yang seliar jurang di antara dua gelombang besar yang saling bertabrakan, dua gelombang terakhir dari badai laut, yang di kedalamannya ada aliran deras berbuih segar yang mengalir ke barat dan datang dari timur, yang marah tersiksa di antara batu-batu karang dan air-air terjun yang sangat kontras dengan kedamaian di kejauhan di dataran tinggi yang luas itu.

"Jalannya akan baik sekarang. Jika Engkau tidak keberatan, aku akan memberi perintah untuk berhenti," kata sang saudagar.

"Aku dibimbing olehmu, sobat. Kau tahu itu."

Mereka semua turun dari hewan tunggangan dan menyebar di sepanjang lereng-lereng untuk mencari kayu untuk memasak makanan, dan air untuk melegakan kaki mereka yang letih dan tenggorokan mereka yang kering. Hewan-hewan itu, begitu dibebaskan dari bebannya, melahap rerumputan yang lebat atau turun ke aliran air yang jernih.  Bau damar dan daging panggang merebak dari api-api kecil yang dinyalakan untuk memasak beberapa ekor anak domba.

Para rasul telah menyalakan api mereka sendiri di mana mereka memanaskan beberapa ekor ikan asin sesudah mencucinya di air sejuk mata air. Tetapi sang saudagar melihat mereka dan dia datang membawa seekor anak domba kecil yang sudah dikuliti, atau seekor anak kambing kecil, apa pun itu, dan membuat mereka menerimanya. Dan Petrus bersiap memanggangnya sesudah membubuhinya dengan mint segar.

Makanan segera siap dan segera berakhir. Dan di bawah matahari tengah hari yang tepat di atas kepala, mereka melanjutkan perjalanan di sepanjang jalan yang lebih baik, yang mengikuti aliran air timur laut di daerah yang sangat subur dan tanahnya diusahakan dengan baik, dengan banyak kawanan domba dan babi, yang melarikan diri sambil melenguh di depan caravan.

"Kota berbenteng itu adalah Gerasa, Tuhan-ku. Kota dengan masa depan yang cerah. Sekarang kota itu sedang berkembang, dan aku pikir aku tidak salah mengatakan bahwa ia akan segera bersaing dengan Yope, Askelon, dengan Tirus dan banyak kota lainnya, dalam hal keindahan, perdagangan dan kekayaan. Bangsa Romawi telah menyadari pentingnya, di jalan ini yang dari Laut Merah, yaitu, dari Mesir menuju Laut Euxine (Laut Hitam) melalui Damaskus. Dan mereka membantu orang-orang Gerasa untuk membangun... Mereka berpikiran cerdas dan punya kemampuan tajam untuk mengenali sesuatu. Untuk sementara ini, kota hanya memiliki perdagangan yang sangat baik, tapi kelak!... Oh! Ia akan menjadi indah dan kaya! Sebuah Roma kecil, dengan kuil-kuil, kolam, sirkus, pemandian air panas. Aku tadinya hanya berdagang dengan mereka. Tetapi sekarang aku sudah membeli banyak tanah, untuk membangun pusat perdagangan, yang nantinya akan aku jual dengan harga tinggi, dan mungkin aku akan membangun sebuah rumah elit di sana, di mana aku bisa tinggal di masa tuaku, ketika Baltasar, Nabor, Felix, dan Sydmia masing-masing sudah akan bisa mengurus dan mengelola pusat perdagangan di Sinope, Tirus, Yope dan Aleksandria di muara Sungai Nil. Sementara itu ketiga anak laki-laki lainnya akan tumbuh besar dan aku akan memberi mereka pusat perdagangan di Gerasa, Askelon dan mungkin di Yerusalem. Dan gadis-gadis yang kaya dan cantik itu akan banyak yang menginginkannya dan mereka akan mendapatkan pasangan yang sangat serasi dan memberiku banyak cucu...," saudagar itu mengkhayalkan hari-hari indah masa mendatang.

Yesus bertanya kepadanya dengan tenang, "Dan kemudian?"

Saudagar itu tersadar, menatapnya dengan bingung dan lalu berkata, "Dan kemudian? Selesai. Kemudian kematian akan datang... Menyedihkan. Tapi begitulah."

"Dan akankah kau meninggalkan semua bisnismu? Pusat perdaganganmu? Kasih sayangmu?"

"Tuhan-ku! Aku tidak mau. Tetapi sebab aku lahir aku juga harus mati. Dan aku akan harus meninggalkan segalanya," dan dia menghela napas yang sebegitu panjang hingga seolah mendorong caravan itu maju bersamanya...

"Tapi siapa yang mengatakan padamu bahwa begitu kau mati, kau meninggalkan segalanya?"

"Siapa? Kenyataan hidup! Begitu kau mati... selesai. Kau tidak punya tangan, tidak punya mata, tidak punya telinga..."

"Kau bukan hanya tangan, mata, dan telinga."

"Aku manusia. Aku tahu. Aku punya hal-hal lain. Tetapi semuanya akan berakhir dengan kematian. Itu seperti terbenamnya matahari. Terbenamnya membinasakannya..."

"Tetapi fajar menciptakannya sekali lagi, atau lebih tepatnya, ia menghadirkannya kembali. Kau seorang manusia, kau sendiri yang mengatakannya. Kau bukan seekor binatang seperti yang kau tunggangi. Binatang, begitu mati, benar-benar selesai. Tapi tidak denganmu. Kau punya jiwa. Tidakkah kau tahu? Apa kau bahkan tak tahu itu lagi?"

Sang saudagar mendengar celaan sedih itu, sedih tapi lemah lembut, dan dia menundukkan kepalanya seraya berbisik, "Aku masih tahu itu..."

"Jadi? Tidak tahukah kau bahwa jiwa bertahan hidup?"

"Aku tahu."

"Baik, jadi? Tidak tahukah kau bahwa jiwa masih punya aktivitas di kehidupan selanjutnya? Suatu aktivitas kudus jika jiwa kudus. Suatu aktivitas jahat jika jiwa jahat. Dan jiwa punya perasaan. Oh! Jiwa sungguh punya itu! Perasaan kasih, jika jiwa kudus. Perasaan benci, jika jiwa terkutuk. Benci terhadap siapa? Terhadap penyebab dari kebinasaannya. Dalam kasusmu: bisnismu, pusat perdaganganmu, kasih sayang manusiawi yang eksklusif. Kasih sayang kepada siapa? Untuk hal yang sama. Dan betapa berkat yang dapat diberikan suatu jiwa kepada anak-anaknya dan aktivitas mereka ketika jiwa dalam damai Tuhan!"

Laki-laki itu termenung. Dia mengatakan, "Sudah terlambat. Aku sudah tua, sekarang." Dan dia menghentikan bagalnya.

Yesus tersenyum dan menjawab, "Aku tidak akan memaksamu. Aku menasihatimu," dan Dia berbalik untuk melihat para rasul, yang dalam perhentian itu, sebelum memasuki kota, menolong para perempuan untuk turun dari tunggangannya dan mengambil tas kain mereka.

Caravan pun berangkat kembali dan segera memasuki kota yang sibuk melalui gerbang yang dijaga oleh pengawas menara.

Sang saudagar kembali kepada Yesus, "Apakah Engkau mau tetap bersamaku?"

"Jika kau tidak mengusir-Ku pergi, mengapa Aku harus tidak mau?"

"Karena apa yang tadi aku katakan kepada-Mu. Aku pasti sudah membuat Engkau, Yang Kudus, muak."

"Oh! Tidak! Aku datang untuk orang-orang sepertimu, yang Aku kasihi, sebab kau yang paling membutuhkan. Kau masih belum mengenal Aku. Tapi Aku adalah Kasih yang lewat dengan mengemis kasih."

"Jadi, Engkau tidak membenciku?"

"Aku mengasihimu."

Air mata kelihatan berkilau di kedalaman mata laki-laki itu. Tetapi dia berkata sambil tersenyum, "Kalau begitu kita akan tetap bersama. Aku berhenti di Gerasa untuk urusan bisnis selama tiga hari. Aku meninggalkan bagal di sini dan membawa unta-unta. Di tempat-tempat perhentian utama aku punya perhentian caravan dan seorang pelayan yang mengurus hewan-hewan yang aku tinggalkan di setiap tempat. Dan apakah yang akan Engkau lakukan?"

"Aku akan menginjili pada hari Sabat. Aku pasti sudah meninggalkanmu, andai kau tidak berhenti, karena hari Sabat adalah kudus bagi Tuhan."

Laki-laki itu mengernyitkan alisnya, termenung dan dengan agak sulit menyetujui, "... Tentu saja... Itu benar. Sabat itu kudus bagi Allah Israel. Kudus... sungguh..." Dia menatap pada Yesus, "Jika Engkau mengizinkanku, aku akan menguduskannya untuk Engkau."

"Untuk Allah. Bukan untuk HambaNya."

"Untuk Allah dan untuk Engkau, dengan mendengarkan-Mu. Aku akan melakukan bisnisku hari ini dan besok pagi. Dan kemudian aku akan mendengarkan-Mu. Apakah Engkau akan pergi ke penginapan sekarang?"

"Aku tidak punya pilihan lain. Ada padaku perempuan-perempuan dan Aku tidak dikenal di sini."

"Ini dia, ini milikku. Milikku karena istalku ada di sini dari tahun ke tahun. Aku punya ruangan-ruangan yang besar untuk barang-barang. Jika Engkau ingin..."

"Kiranya Allah mengganjarimu. Marilah kita pergi."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama