284. YESUS MENINGGALKAN BETANIA MENUJU TRANS-YORDAN.           


24 September 1945  

"Lazarus, sahabat-Ku terkasih, Aku memintamu untuk ikut dengan-Ku," kata Yesus yang muncul di pintu aula di mana Lazarus sedang membaca sebuah gulungan, setengah berbaring di atas sebuah pembaringan kecil.

"Aku akan datang segera, Guru. Kemanakah kita akan pergi?" tanya Lazarus yang segera bangun.

"Menjelajah negeri. Aku perlu sendirian saja bersamamu."

Lazarus menatap-Nya dengan ekspresi khawatir dan bertanya, "Apakah Engkau hendak menyampaikan secara rahasia suatu berita sedih kepadaku ? Atau... Tidak, aku bahkan tak mau memikirkan itu..."

"Tidak, Aku hanya ingin minta saran darimu dan bahkan udara pun harus tidak boleh tahu mengenai apa yang akan kita bicarakan. Perintahkan agar sebuah kereta dipersiapkan, sebab Aku tidak ingin kau lelah. Setelah kita berada di wilayah terbuka, Aku akan berbicara kepadamu."

"Kalau begitu aku sendiri yang akan mengendarainya. Jadi tidak akan ada pelayan yang tahu apa yang kita katakan."

"Ya, lakukan itu."

"Aku pergi segera, Guru. Aku akan segera siap," dan dia pun pergi.

Yesus juga keluar setelah berdiri agak termenung di tengah aula yang megah itu. Ketika sedang asyik berpikir, Dia secara mekanis memindahkan dua atau tiga objek dan mengambil gulungan yang jatuh di lantai, dan ketika meletakkannya kembali di tempatnya dalam kabinet, karena insting bawaan-Nya akan keteraturan, yang begitu mengakar dalam Yesus; Dia tetap dengan tangan-Nya terangkat, mengamati suatu karya seni aneh dari beberapa benda yang berjejer di kabinet, yang berbeda dari karya seni saat itu di Palestina. Dengan karya timbul dan desain meniru ornamen kuil-kuil Yunani kuno dan guci pemakaman, benda-benda itu kelihatannya adalah amphora- amphora dan cawan-cawan yang sangat kuno. Apa yang Dia lihat di luar benda-benda itu sendiri, aku tidak tahu... Dia meninggalkan aula dan memasuki halaman dalam, di mana para rasul berada.

 "Kemanakah kita akan pergi, Guru?" mereka bertanya ketika melihat Yesus merapikan mantol-Nya.

"Tidak kemana-mana. Aku akan pergi dengan Lazarus. Kamu akan tinggal di sini dan menunggu-Ku. Aku akan segera kembali."

Keduabelas rasul saling menatap satu sama lain. Mereka kurang senang...

Petrus berkata, "Apakah Engkau pergi seorang diri? Berhati-hatilah..."

"Jangan khawatir. Sementara menunggu, janganlah berpangku tangan. Ajarilah Ermasteus, agar dia punya pengetahuan yang lebih baik tentang Hukum dan jadilah teman yang baik seorang dengan yang lain, tanpa perdebatan ataupun kekasaran. Bersabar dan saling mengasihi satu sama lain."

Ia berangkat menuju kebun dan mereka semua mengikuti-Nya. Sebuah kereta tertutup segera tiba dengan Lazarus di dalamnya.

"Apakah Engkau pergi dengan kereta itu?"

"Ya, supaya Lazarus tidak lelah kakinya. Selamat tinggal, Marjiam. Jadilah anak baik. Damai sertamu semua."

Ia naik ke dalam kereta, yang menggilas kerikil di jalanan dan meninggalkan kebun, lalu berbelok ke jalan utama.

"Apakah Engkau akan pergi ke Air Jernih, Guru?" Thomas berteriak kepada-Nya.

"Tidak. Sekali lagi Aku katakan kepadamu, jadilah baik."

Kuda memulai perjalanan dengan derap yang mantap. Jalanan terbentang dari Betania ke Yerikho melintasi negeri, yang semakin kosong. Semakin mereka turun ke dataran, semakin terasa pudar pemandangan tumbuh-tumbuhan hijau di ladang.

Yesus termenung. Lazarus membisu dan pikirannya hanya mengendalikan kereta. Ketika mereka turun ke dataran, suatu dataran yang subur, yang siap untuk memberi makan biji-biji dari bakal jagung, dan di mana semua kebun anggur tampaknya tertidur, seperti seorang perempuan yang baru saja melahirkan buah rahimnya dan tengah beristirahat sesudah kerja kerasnya yang membahagiakan, Yesus meminta Lazarus berhenti. Lazarus berhenti seketika dan menggiring kudanya ke suatu jalan kecil, yang menghantar ke rumah-rumah di kejauhan... dan dia menjelaskan, "Kita akan lebih aman di sini daripada di jalan utama. Pepohonan ini akan menyembunyikan kita dari mata banyak orang." Sesungguhnya serumpun pepohonan rendah bertindak sebagai tabir dari rasa ingin tahu mereka yang lalu lalang. Lazarus berdiri di depan Yesus, menanti.

"Lazarus, Aku harus mengirim pergi Yohanes En-Dor dan Sintikhe. Kau dapat melihat bahwa baik kebijaksanaan maupun cinta kasih menasihati-Ku untuk melakukannya. Akan merupakan suatu ujian yang berbahaya dan dukacita yang sia-sia bagi mereka berdua mengetahui aniaya yang dirancangkan terhadap mereka... dan yang, setidaknya bagi seorang dari mereka, dapat mendatangkan kejutan-kejutan yang paling menyedihkan."

"Di rumahku..."

"Tidak. Bahkan tidak di rumahmu. Mungkin mereka tidak akan mengalami masalah secara materiel. Tetapi mereka akan dihinakan secara moral. Dunia ini kejam, menghancurkan kurban-kurbannya. Aku tidak ingin kedua jiwa yang indah dan kuat itu hilang secara demikian. Jadi, seperti dulu Aku menyatukan Ismael dengan Sara, sekarang Aku akan menyatukan Yohanes-Ku yang malang dengan Sintikhe. Aku ingin dia mati dalam damai, Aku tidak ingin dia dibiarkan sendirian, dan dia harus pergi dengan perasaan bahwa dia dikirim ke tempat lain, bukan karena dia dulunya seorang budak galley, tetapi karena dia adalah murid proselit yang dapat dikirim untuk memaklumkan Sang Guru. Dan Sintikhe akan membantunya... Dia adalah jiwa yang indah dan akan menjadi kekuatan besar di Gereja mendatang dan bagi Gereja mendatang. Bisakah kau beri Aku saran ke mana harus Aku mengirim mereka? Aku tidak ingin mereka tinggal di Yudea atau di Galilea dan bahkan tidak di Dekapolis, ke mana Aku pergi bersama para rasul dan murid-murid-Ku. Tidak juga ke dunia kafir. Jadi, ke mana? Di mana, mereka bisa aman dan berguna?"

"Guru... Aku... bagaimana aku bisa memberi-Mu nasihat!"

"Tidak, beritahu Aku. Kau mengasihi Aku, kau tidak mengkhianati Aku, kau mengasihi mereka yang Aku kasihi, kau tidak berpikiran sempit seperti yang lain-lainnya."

"Aku... baiklah... Aku akan menasihatkan-Mu untuk mengirim mereka ke mana aku punya beberapa teman. Ke Siprus atau ke Siria. Tentukan pilihan-Mu. Aku punya orang-orang yang dapat dipercaya di Siprus. Dan bahkan lebih lagi di Siria!... Aku juga punya sebuah rumah kecil, yang diawasi oleh seorang pengurus, yang setia seperti anak domba peliharaan. Filipus tua kita! Dia akan melakukan untukku apa pun yang aku katakan kepadanya. Dan, jika Engkau tidak berkeberatan, mereka yang dianiaya oleh Israel dan yang Engkau kasihi, akan menjadi tamuku mulai dari sekarang, dan akan aman di rumah... Oh! Rumah itu bukan istana! Itu adalah rumah di mana Filipus tinggal sendirian bersama seorang kemenakan, yang merawat kebun-kebun di Antigonium. Kebun-kebun kesayangan ibuku. Kami merawatnya sebagai kenangan akan dirinya. Ibu telah membawa ke sana tanam-tanaman dari kebun-kebunnya di Yudea... tanama-tanaman langka... Ibu!... Betapa banyak kebaikan yang dilakukannya dengan itu untuk orang-orang miskin... Itu adalah tempat tinggal rahasianya... Ibuku... Guru, aku akan segera mengatakan kepadanya, 'Bersukacitalah, ibuku yang baik. Juruselamat ada di bumi.' Dia menantikan-Mu..." Airmata mengalir di wajah sendu Lazarus. Yesus menatapnya dan tersenyum. Lazarus memulihkan kekuatannya, "Tetapi marilah kita berbicara tentang Engkau. Apakah Engkau pikir itu adalah suatu tempat yang baik?"

"Aku rasa begitu. Dan Aku sekali lagi berterima kasih kepadamu, juga atas nama mereka. Kau telah melegakan-Ku dari suatu beban berat..."

"Kapan mereka akan pergi? Aku bertanya supaya aku dapat menyiapkan sepucuk surat untuk Filipus. Akan aku katakan bahwa mereka adalah dua orang temanku, dari sini, yang membutuhkan kedamaian. Dan itu sudah cukup."

"Ya, itu sudah cukup. Tapi, Aku mohon kepadamu, bahkan udara pun tidak boleh tahu akan hal ini. Kau bisa melihatnya sendiri. Mereka memata-matai-Ku..."

"Aku tahu. Aku tidak akan mengatakannya bahkan kepada saudari-saudariku. Tetapi bagaimana Engkau akan membawa mereka ke sana? Ada para rasul bersama-Mu..."

"Sekarang aku akan naik hingga ke Aera tanpa Yudas anak Simon, Tomas, Filipus dan Bartolomeus. Sementara itu Aku akan mengajar Sintikhe dan Yohanes dengan seksama, supaya mereka dapat pergi dengan bekal Kebenaran yang besar. Aku kemudian akan turun ke Danau Merom dan kemudian ke Kapernaum. Dan ketika Aku di sana, Aku akan sekali lagi mengirim keempat rasul, untuk suatu misi lainnya, dan sementara itu Aku akan mengirim keduanya ke Antiokhia. Itulah yang mereka paksa Aku lakukan..."

"Takut kepada bangsa-Mu sendiri. Engkau benar... Guru, aku sedih melihat-Mu khawatir..."

"Tapi persahabatanmu yang penuh kasih merupakan suatu penghiburan besar bagi-Ku… Lazarus, terima kasih... Aku akan pergi esok lusa dan Aku akan membawa saudari-saudarimu pergi. Aku membutuhkan banyak murid perempuan untuk menyembunyikan Sintikhe di antara mereka. Yohana Khuza juga akan datang. Dari Merom dia akan pergi ke Tiberias, di mana dia akan menghabiskan bulan-bulan musim dingin. Suaminya telah memutuskan untuk membuatnya dekat dengannya, karena Herodes akan kembali ke Tiberias untuk beberapa waktu lamanya."

"Terjadilah seusai kehendak-Mu. Saudari-saudariku adalah milik-Mu, seperti aku milik-Mu, seperti rumah-rumahku, para pelayan dan segala harta benda adalah milik-Mu. Semuanya adalah milik-Mu, Guru. Pergunakanlah untuk melakukan kebaikan. Aku akan menyiapkan surat-Mu untuk Filipus. Lebih baik jika aku memberikannya kepada-Mu secara pribadi."

"Terima kasih, Lazarus."

"Hanya itu yang bisa aku lakukan... Andai aku sehat... Sembuhkan aku, Guru, dan aku akan ikut dengan-Mu."

"Tidak, sahabat-Ku terkasih... Aku membutuhkanmu seperti kau adanya."

"Bahkan meski aku tidak melakukan apa-apa?"

"Ya, bahkan meski seperti itu. Oh! Lazarus-Ku!" dan Yesus memeluk dan menciumnya.

Mereka naik kereta dan kembali.

Lazarus sekarang diam dan tenggelam dalam pikirannya, dan Yesus bertanya kepadanya mengapa.

"Aku sedang berpikir bahwa aku akan kehilangan Sintikhe. Aku tertarik oleh pengetahuan dan kebaikannya..."

"Yesus akan mendapatkan dia..."

"Itu benar sekali. Kapankah aku akan bertemu dengan-Mu lagi, Guru?"

"Pada musim semi."

"Apakah aku tidak akan melihat-Mu lagi sampai musim semi? Tahun lalu Engkau ada di sini bersamaku untuk merayakan hari raya Pentahbisan Bait Allah."

"Tahun ini Aku akan memuaskan para rasul. Tapi tahun depan Aku akan banyak bersamamu. Itu adalah janji."

Betania muncul dalam siraman sinar matahari bulan Oktober. Mereka hampir tiba ketika Lazarus menghentikan kudanya untuk berkata, "Guru, Engkau benar telah mengirim pergi pemuda dari Keriot itu. Aku takut padanya. Dia tidak mengasihi-Mu. Aku tidak suka padanya. Aku tidak pernah suka padanya. Dia sensual dan tamak. Dan dengan demikian dia bisa melakukan dosa apa pun. Guru, dialah yang melaporkan-Mu."

"Apa kau punya bukti?"

"Tidak."

"Nah, jika begitu, jangan menghakimi. Kau tidak terlalu pintar menilai. Ingatlah bahwa dulu kau menganggap Maria-mu sebagai orang yang sesat tak terelakkan... Jangan katakan bahwa itu adalah jasa-Ku. Dia yang lebih dulu mencari-Ku."

"Itu benar juga. Tetapi, waspadalah terhadap Yudas."

Tak lama kemudian mereka memasuki kebun, di mana para rasul dengan penuh rasa ingin tahu menantikan mereka.




Absennya keempat rasul, dan terutama Yudas, menjadikan yang tersisa dalam kelompok lebih akrab dan bahagia. Kelompok yang meninggalkan Betania pada suatu pagi yang cerah di bulan Oktober dalam perjalanan ke Yerikho, untuk menyeberang ke seberang sungai Yordan, bagaikan sebuah keluarga, yang kepalanya adalah Yesus dan Maria. Para perempuan berkumpul sekeliling Maria, hanya Annalea yang absen dari kelompok murid perempuan, yang terdiri dari ketiga Maria, Yohana, Susana, Eliza, Marcella, Sara dan Sintikhe. Petrus, Andreas, Yakobus dan Yudas anak Alfeus, Matius, Yohanes dan Yakobus anak Zebedeus, Simon Zelot, Yohanes dari En-Dor, Ermasteus dan Timoneus, berkelompok sekeliling Yesus, sementara Marjiam melompat-lompat kian kemari seperti seorang anak kecil, pergi ke dan dari satu kelompok ke kelompok yang lain, yang hanya dekat saja jaraknya. Meski berbeban tas-tas berat, mereka maju dengan gembira di bawah sinar matahari yang lembut, melintasi negeri yang begitu tenang dalam istirahatnya.

Yohanes En-Dor melanjutkan perjalanan dengan agak kesulitan di bawah beban berat pada pundaknya.

Petrus memperhatikannya dan berkata, "Berikan bebanmu yang tak berguna itu padaku karena kau sudah memutuskan untuk membawanya kemana-mana. Apa kau merindukannya?"

"Guru yang menyuruhku untuk membawanya."

"Ya kah? Betapa baik! Kenapa?"

"Aku tidak tahu. Kemarin sore Dia berkata kepadaku, 'Kemasi lagi buku-bukumu dan bawalah sementara mengikuti Aku."

"Sungguh baik!... Tetapi jika Dia menyuruhmu, itu pasti karena suatu alasan yang baik. Mungkin untuk perempuan itu. Betapa terpelajarnya dia! Apa kau sama terpelajarnya seperti dia?"

"Hampir seperti dia. Dia sangat pintar."

"Tapi kau tidak akan mengikuti kami dengan beban ini sepanjang waktu, eh?"

"Oh! Aku pikir tidak. Aku tidak tahu. Tapi aku pikir aku bisa membawanya sendiri."

"Tidak, sahabatku yang baik. Aku tidak ingin kau jatuh sakit. Kau kelihatan sangat lemah, kau tahu?"

"Aku tahu. Aku merasa seperti aku akan segera mati."

"Jangan konyol! Setidaknya tunggulah sampai kita tiba di Kapernaum. Sungguh indah sekarang bahwa kita sendirian tanpa itu... Terkutuklah lidahku! Aku sudah gagal lagi dalam janjiku kepada Guru!... Guru? Guru?"

"Apa yang kau inginkan, Simon?"

"Aku sudah bicara buruk tentang Yudas, dan aku sudah berjanji kepada-Mu bahwa aku tidak akan melakukannya lagi. Ampuni aku."

"Ya. Tetapi berusahalah untuk tidak melakukannya lagi."

"Aku masih punya 489 kali untuk diampuni oleh-Mu..."

"Apa yang kau bicarakan, Saudaraku?" tanya Andreas yang sama sekali tercengang.

Dan Petrus, yang wajah tenangnya berbinar penuh humor, menempatkan lehernya di bawah beban tas Yohanes En-Dor, seraya berseru: "Tidakkah kau ingat bahwa Dia mengatakan bahwa kita harus mengampuni tujuhpuluh kali tujuh. Jadi aku masih punya 489 kali untuk diampuni dan aku harus menyimpan catatan yang akurat tentangnya..."

Mereka semua tertawa; Yesus juga tidak dapat menahan senyum. Tetapi Dia menjawab, "Lebih baik kau menghitung semua kesempatan di mana kau dapat berbuat baik, kau bocah besar."

Petrus menghampiri-Nya dan dengan tangan kanannya dia memeluk pinggang Yesus seraya berkata, 'Guru-ku yang terkasih! Betapa bahagianya aku bisa bersama-Mu tanpa... Ayo, akui saja! Engkau juga senang... Dan Engkau tahu apa yang aku maksudkan. Kita semua bersaudara di sini. BundaMu ada di sini. Ada juga si bocah. Kita pergi menuju Kapernaum. Musim yang indah... Lima alasan bagus untuk berbahagia. Oh! Dan sungguh indah bepergian bersama-Mu! Di manakah kita akan tinggal malam ini?"

"Di Yerikho."

"Tahun lalu kita bertemu si Perempuan Berkerudung di sana. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya... Aku agak penasaran untuk tahu... Dan kita juga bertemu dengan laki-laki pemilik kebun anggur..." Tawa Petrus begitu keras sehingga menular. Mereka semua tertawa mengingat peristiwa pertemuan dengan Yudas dari Keriot.

"Kau betul-betul tidak bisa diperbaiki, Simon!" komentar Yesus mencela.

"Aku tidak mengatakan apa-apa, Guru. Tetapi aku ingin tertawa mengingat air mukanya ketika dia mendapati kita di sana... di kebun-kebun anggurnya..." Petrus tertawa sepenuh hati hingga dia terpaksa berhenti, sementara yang lain terus tertawa tanpa dapat ditahan.

Petrus dihampiri kelompok perempuan. Maria bertanya kepadanya dengan lembut, "Ada apa denganmu, Simon?"

"Ah! Aku tidak bisa mengatakannya kepada-Mu atau aku akan sekali lagi kurang cinta kasih. Tapi, Bunda, katakan padaku, karena Engkau begitu bijak. Jika aku mengucapkan tuduhan tersembunyi terhadap seseorang, atau lebih buruk lagi, jika aku mengucapkan fitnah mengenai seseorang, aku jelas-jelas berbuat dosa. Tetapi jika aku menertawakan sesuatu, dalam suatu peristiwa, yang diketahui semua orang, sesuatu yang membuat orang tertawa, misalnya, jika kita mengingat rasa terkejut, rasa malu dan alasan-alasan dari seorang pendusta ketika dia ketahuan dan kita tertawa lagi seperti yang kita lakukan di masa lalu, apakah itu masih salah?"

"Itu adalah ketidaksempurnaan terhadap cinta kasih. Itu bukanlah dosa seperti ucapan kebencian, atau fitnah atau tuduhan tersembunyi, tetapi tetap saja itu kurang cinta kasih. Itu adalah seperti seutas benang yang ditarik dari selembar kain; hal itu tidak merobek atau merusakkan kain, tetapi mempengaruhi kekuatan dan keindahan kain dan membuatnya rentan sobek dan berlubang. Tidakkah kau pikir demikian?"

Petrus menggosok-gosok keningnya dan dengan perasaan malu menjawab, "Ya. Aku tidak pernah berpikir demikian."

"Pikirkanlah itu sekarang dan jangan melakukannya lagi. Menertawakan mungkin lebih menyakitkan dalam cinta kasih daripada menampar di wajah. Apakah seseorang sudah melakukan kesalahan? Kita mendapati seseorang bersalah karena berbohong atau karena kesalahan-kesalahan lain? Jadi? Kenapa mengingatnya? Kenapa mengingatkan orang-orang lain? Mari kita tutupi dengan selubung, kesalahan saudara-saudara kita, dengan mengatakan, 'Jika aku adalah orang yang bersalah, apakah aku akan seperti orang lain yang mengingat kesalahanku atau mengingatkan orang-orang lain mengenainya?' Ada orang-orang yang merah padam dalam hatinya, Simon, dan sangat menderita karenanya. Jangan gelengkan kepala. Aku tahu apa yang ingin kau katakan. Tapi, percayalah pada-Ku, juga orang-orang yang bersalah bisa merah padam seperti itu. Kau harus selalu berpikir: 'Apa aku akan suka hal itu dilakukan terhadapku?' Maka kau akan melihat bahwa kau tidak akan lagi berbuat dosa melawan cinta kasih. Dan kau akan selalu punya damai berlimpah dalam hatimu. Lihatlah betapa bahagianya Marjiam melompat dan bernyanyi, karena hatinya tidak khawatir. Dia tidak harus berpikir mengenai rencana perjalanan, biaya, atau apa pun. Dia tahu bahwa seorang lain mengatur semua itu untuknya. Lakukan hal yang sama pada dirimu sendiri. Pasrahkan semua kepada Allah. Juga penghakiman atas orang-orang lain. Selama kau bisa menjadi seperti seorang anak kecil yang dibimbing oleh Allah, mengapa menempatkan ke atas dirimu sendiri beban memutuskan dan menghakimi? Harinya akan tiba ketika kamu harus menjadi hakim dan juru damai dan lalu kau akan berkata, 'Oh! Betapa lebih mudah dan lebih sedikit bahaya sebelumnya' dan kau akan berkata bahwa kau dulu bodoh sudah membebani dirimu sendiri sebelum waktunya dengan begitu banyak tanggung jawab. Betapa sulitnya menilai orang lain! Apakah kau mendengar apa yang dikatakan Sintikhe beberapa hari lalu? 'Suatu penyelidikan melalui indera tidak pernah sempurna.' Dia sungguh benar. Kita sangat sering menilai berdasarkan reaksi indra kita. Yaitu, dengan ketidaksempurnaan tertinggi. Berhentilah menghakimi..."

"Ya, Maria. Aku dengan tulus berjanji kepada-Mu. Tetapi aku tidak tahu semua hal indah yang diketahui Sintikhe!"

"Dan apa kau khawatir tentang itu, kawan? Tidak tahukah kau bahwa aku ingin menyingkirkan semua itu, supaya memiliki hanya apa yang kau ketahui?" komentar Sintikhe.

"Ya kah? Mengapa?"

"Karena ilmu pengetahuan dapat menopangmu di bumi, tetapi melalui kebijaksanaan kau memperoleh Surga. Milikku adalah ilmu pengetahuan, milikmu adalah kebijaksanaan."

"Tetapi melalui sarana ilmu pengetahuanmu, kau dapat datang kepada Yesus! Jadi itu adalah suatu hal yang baik."

"Bercampur dengan begitu banyak kesalahan, sehingga aku ingin melepaskan diri darinya dan mengenakan pakaian kebijaksanaan saja. Aku tidak ingin pakaian kesia-siaan yang indah semarak. Biarkan pakaian Kebijaksanaan yang sama sekali tidak mencolok mata menjadi milikku, sebab ia menyelubungi bagai pakaian abadi, bukan apa yang dapat dirusak, melainkan apa yang abadi. Api Ilmu Pengetahuan berkelap-kelip dan berkedap-kedip, Nyala api Kebijaksanaan bersinar konsisten dan mantap dan seperti Keilahian dari mana ia berasal."

Yesus telah memperlambat langkah-Nya untuk mendengarkan. Dia berbalik dan berkata kepada perempuan Yunani itu, "Jangan kau ingin melepaskan dirimu dari segala yang kau ketahui. Tetapi kau harus memilih dari pengetahuanmu apa yang adalah partikel dari Inteligensi abadi yang takluk oleh pikiran-pikiran dengan nilai yang tak dapat disangkal."

"Oleh karenanya, milikilah pikiran-pikiran itu yang mengulang dalam dirinya sendiri mitos tentang api yang dicuri dari para dewa?"

"Ya, perempuan. Tapi tidak dicuri dalam kasus ini. Mereka dapat mengambilnya ketika Keilahian menyentuh mereka dengan apinya, yang membelai mereka sebagai teladan, yang tersebar di antara umat manusia yang busuk, tentang siapa manusia itu, yang dikaruniai akal budi."

"Guru, Engkau hendaknya memberitahuku apa yang harus aku simpan dan apa yang harus aku tinggalkan. Aku tidak akan mampu menjadi hakim yang baik. Dan kemudian Engkau perlu mengisi dengan terang Kebijaksanaan-Mu, ruang-ruang yang ditinggalkan kosong."

"Itulah yang Aku bermaksud melakukannya. Aku akan menunjukkan kepadamu hingga tingkat mana adalah bijaksana apa yang kau ketahui itu dan Aku akan mengembangkannya dari titik itu hingga ke akhir dari gagasan yang sebenarnya. Supaya kau dapat tahu dengan pasti. Dan itu akan berguna juga bagi mereka yang ditakdirkan untuk memiliki banyak kontak dengan bangsa-bangsa bukan Yahudi di masa mendatang."

"Kami tidak akan mengerti apa pun, Tuhan-ku," erang Yakobus Zebedeus.

"Kau akan mengerti sedikit, untuk sementara ini, tetapi suatu hari kelak kau akan mengerti baik pelajaran sekarang maupun kepentingannya. Dan kau, Sintikhe, akan menguraikan secara terperinci kepada-Ku poin-poin itu yang paling tidak jelas bagimu. Dan Aku akan menjelaskannya ketika kita berhenti untuk beristirahat."

"Ya, Tuhan-ku. Ini adalah keinginan jiwaku yang melebur dalam keinginan-Mu. Aku adalah murid Kebenaran, Engkau sang Guru. Ini adalah impian sepanjang hidupku: memiliki Kebenaran."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama