282. SINTIKHE BERBICARA DI RUMAH LAZARUS.           


22 September 1945  

Yesus sedang duduk di halaman berserambi, yang berada dalam rumah di Betania, halaman yang aku lihat dipadati dengan para murid pada pagi Kebangkitan Kristus. Duduk di tempat duduk marmer dengan bantal-bantal, dengan punggung-Nya bersandar pada dinding rumah, dan dikelilingi oleh para pemilik rumah, oleh para rasul dan murid-murid Yohanes dan Timoneus, bersama dengan Yusuf dan Nikodemus, dan oleh para perempuan saleh, Dia mendengarkan Sintikhe, yang berdiri di hadapan-Nya, kelihatan sedang menjawab pertanyaan-Nya. Semua orang yang hadir tampak menaruh minat dan mendengarkan dalam berbagai posisi, sebagian duduk di bangku-bangku, sebagian di lantai, sebagian berdiri atau bersandar pada tiang-tiang atau pada dinding.

"... adalah perlu. Untuk tidak merasakan semua beban dari situasiku. Adalah perlu untuk tidak diyakinkan, untuk menolak diyakinkan bahwa aku sendirian, seorang budak yang terbuang dari tanah airku. Adalah perlu untuk berpikir bahwa ayah, ibu, saudara-saudara lelakiku dan Ismene yang begitu baik dan tersayang tidak hilang selamanya. Dan bahwa, bahkan meski seluruh dunia bersikukuh memisahkan kami, seperti bangsa Romawi sudah memisahkan dan menjual kami layaknya binatang, walau kami adalah warga negara yang bebas, suatu tempat akan menyatukan kami semua bersama kembali di kehidupan selanjutnya.

Aku harus berpikir bahwa hidup kami bukan hanya masalah dibelenggu. Sebaliknya hidup punya kuasa kebebasan yang tidak dapat dibelenggu oleh rantai, terkecuali yang secara sukarela hidup dalam kekacauan moral dan dalam pesta pora materi. Engkau menyebut itu 'dosa.' Mereka yang adalah terangku dalam malam-malamku sebagai seorang budak, memberikan definisi yang berbeda. Tetapi mereka juga sependapat bahwa suatu jiwa yang dipakukan pada suatu tubuh oleh nafsu-nafsu jasmani yang jahat tidak akan mencapai apa yang Engkau sebut sebagai Kerajaan Allah, dan kami sebut sebagai hidup bersama para dewa di Hades. Oleh karenanya adalah penting untuk tidak jatuh ke dalam materialisme dan berusaha untuk mencapai kebebasan dari tubuh, dengan membekali diri dengan suatu warisan keutamaan guna memperoleh keabadian yang bahagia dan dipersatukan kembali dengan mereka yang dikasihi.

Dan aku tidak dapat tidak berpikir bahwa jiwa-jiwa orang mati tidak dihindarkan dari menolong jiwa-jiwa orang hidup, sehingga seorang anak dapat merasakan jiwa ibunya dekat dengannya dan melihat wajahnya dan mendengar suaranya yang berbicara kepada putrinya, yang dapat menjawab, 'Ya ibu. Supaya aku datang kepadamu. Ya, tidak membuatmu sedih. Ya, tidak membuatmu menangis. Ya, untuk tidak menggelapkan Hades di mana kau berada dalam damai. Untuk semua itu aku akan menjaga kebebasan jiwaku. Itulah satu-satunya yang aku miliki dan yang tak seorang pun bisa merenggutnya dariku. Dan aku mau mempertahankannya agar tetap murni supaya aku bisa bernalar seturut keutamaan.' Adalah kebebasan dan sukacita berpikir demikian. Dan itulah apa yang aku ingin pikirkan. Dan bertindak sesuai itu. Sebab hanyalah suatu filosofi munafik untuk berpikir dengan satu cara dan lalu bertindak dengan cara yang berbeda.

Berpikir demikian adalah juga membangun kembali tanah air di pembuangan. Suatu tanah air yang karib, dengan mezbah-mezbah, iman, pengajaran, kasih sayang dalam ego orang... Suatu tanah air misterius yang agung, namun tidak demikian, sebab misteri jiwa yang secara sadar tahu akan dunia mendatang, bahkan meski sekarang jiwa mengetahuinya hanya seperti seorang pelaut di lautan bisa melihat detail pantai di pagi yang berkabut: samar-samar, dalam konsep kasar, dengan hanya sedikit tempat yang jelas digambarkan dan yang cukup bagi si pelaut yang letih tersiksa badai untuk mengatakan, 'Ada pelabuhan, damai ada di sana.' Tanah air dari jiwa-jiwa, tempat kita berasal... tempat Hidup.

Karena hidup dilahirkan oleh kematian... Oh! Aku hanya bisa memahami separuh saja dari hal itu sampai aku mendengar salah satu sabda-Mu. Kemudian sabda itu seolah adalah sinar matahari yang menerjang alam pikiranku. Segalanya menjadi diterangi dan aku mengerti sampai sejauh mana para guru Yunani itu benar dan bagaimana mereka kemudian menjadi bingung, sebab mereka tidak memiliki satu datum [Latin, sesuatu yang diberikan atau diterima sebagai dasar argumentasi], satu saja, untuk memecahkan dalil Hidup dan Mati. Datum itu adalah: Allah Yang Sejati, Tuhan dan Pencipta segala sesuatu yang ada!

Bolehkah aku menyebutkan-Nya dengan bibirku yang kafir? Tentu saja aku boleh. Sebab aku berasal dari-Nya, sama seperti orang-orang lain. Sebab Dia menganugerahi pikiran semua manusia dengan inteligensi, dan mereka yang lebih bijak dengan inteligensi unggul, di mana mereka tampak seperti setengah dewa dengan kekuatan manusia super. Sebab Dia membuat mereka menuliskan kebenaran-kebenaran yang sudah agama, jika bukan agama ilahi seperti agama-Mu, maka yang moral, yang mampu memelihara jiwa 'hidup,' bukan hanya untuk periode masa kita tinggal di sini, di bumi, melainkan selamanya.

Kemudian aku paham arti: 'Hidup dilahirkan oleh kematian.' Dia yang mengatakan itu seperti orang yang tidak sepenuhnya mabuk, yang inteligensinya sudah menjadi tumpul. Dia mengucapkan suatu perkataan yang mulia, namun tidak memahaminya sepenuhnya. Aku, maafkan kesombonganku, Tuhan, aku lebih paham darinya dan aku bahagia sejak saat itu."

"Apa yang kau pahami?"

"Bahwa hidup kita yang sekarang hanyalah embrio awal dari hidup dan bahwa Hidup yang sejati dimulai ketika kematian melahirkan kita... ke Hades, sebagai seorang yang tidak mengenal Allah, ke Hidup kekal, sebagai seorang yang percaya kepada-Mu. Apakah aku salah?"

"Kau benar, perempuan," kata Yesus menyetujui.

Nikodemus menyela, "Tetapi bagaimana kau mendengar sabda Guru?"

"Dia yang lapar, mencari makanan, tuan. Aku mencari makananku. Aku tadinya adalah seorang pembaca, dan sebab aku membaca dengan suara dan pengucapan yang baik, aku punya kesempatan untuk banyak membaca di perpustakaan-perpustakaan para majikanku. Tapi aku belum puas. Aku dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang lain di luar tembok-tembok yang dihiasi dengan pengetahuan manusia, dan sebagai seorang tawanan yang mencari emas, aku menggedor dengan buku-buku jariku, aku mendobrak pintu untuk keluar, untuk menemukan... Ketika aku datang ke Palestina bersama majikan terakhirku, aku  takut kalau-kalau aku akan jatuh ke dalam kegelapan... sesungguhnya, tetapi aku malah menuju Terang. Sabda Orang yang di Kaisarea itu bagai dera hantaman sebuah beliung yang meruntuhkan tembok-tembok dengan membuat lubang-lubang yang semakin lebar melalui mana Sabda-Mu masuk. Dan aku memungut sabda dan kabar itu. Dan seperti seorang anak merangkai manik-manik, aku menguntainya dan menghiasi diriku dengannya, menimba kekuatan untuk menjadi semakin dimurnikan demi menerima Kebenaran. Aku merasa bahwa dengan memurnikan diriku aku akan menemukannya. Bahkan di bumi ini. Dengan harga hidupku, aku mau menjadi murni demi berjumpa dengan Kebenaran, Kebijaksanaan, Keilahian. Tuhan-ku, aku mengucapkan kata-kata yang bodoh. Mereka menatapku seolah mereka sama sekali bingung. Tapi Engkau menanyakannya padaku..."

"Bicaralah. Teruslah bicara. Itu perlu."

"Aku melawan tekanan eksternal dengan kekuatan dan moderasi. Aku bisa saja bebas dan, bahagia, seturut dunia, jika aku mau. Tapi aku tak hendak menukar pengetahuan dengan kesenangan. Sebab adalah sia-sia memiliki keutamaan-keutamaan lain tanpa kebijaksanaan. Dia, sang filsuf, mengatakan: 'Keadilan, moderasi dan kekuatan yang terpisah dari pengetahuan adalah seperti pemandangan yang dilukis, keutamaan yang cocok untuk para budak, tanpa suatu pun yang mantap dan nyata.' Aku ingin punya hal-hal yang nyata. Tuan, seorang yang dungu, biasa berbicara tentang Engkau di hadapanku. Kemudian tembok-tembok seolah menjadi sebuah tabir. Sudahlah cukup untuk ingin mengoyakkan tabir dan menggabungkan diri dengan Kebenaran. Aku sudah melakukannya."

"Kau tidak tahu apa yang akan kau dapati," kata Iskariot.

"Aku tahu bagaimana percaya bahwa Allah mengganjari keutamaan. Aku tidak menginginkan emas, atau kehormatan, atau kebebasan fisik, tidak, bahkan tidak itu. Tetapi aku menginginkan kebenaran. Aku memohon itu kepada Allah atau mati. Aku ingin diselamatkan dari penghinaan menjadi 'objek,' dan bahkan lebih lagi, untuk setuju menjadi objek. Menyangkal semua yang jasmani demi mencari Engkau, ya Tuhan, sebab suatu pencarian melalui indera tidak pernah sempurna - seperti Engkau lihat, ketika melihat-Mu, aku melarikan diri, aku tertipu oleh mataku - aku menyerahkan diriku kepada Allah Yang di atas kita dan dalam kita dan memberitahu jiwa-jiwa tentang Diri-Nya. Dan aku menemukan Engkau sebab jiwaku menghantarku kepada-Mu."

"Jiwamu adalah jiwa yang tidak mengenal Allah," sekali lagi Iskariot berkomentar.

"Tetapi suatu jiwa selalu punya sesuatu yang ilahi dalam dirinya, teristimewa ketika ia berjuang untuk dijauhkan dari kesalahan... Jiwa, karenanya, condong pada hal-hal yang dari sifat dasarnya sendiri.

"Apa kau membandingkan dirimu sendiri dengan Allah?"

"Tidak."

"Jadi, kenapa kau berkata begitu?"

"Apa? Apa kau, seorang murid dari Sang Guru, bertanya kepadaku? Aku, yang seorang perempuan Yunani dan yang hanya baru-baru ini saja dibebaskan? Tidakkah kau mendengarkan-Nya ketika Dia berbicara? Ataukah huru-hara dalam tubuhmu sedemikian rupa hingga menumpulkan pikiranmu? Bukankah Dia selalu mengatakan bahwa kita adalah anak-anak Allah? Jadi kita adalah allah-allah jika kita adalah anak-anak dari Bapa, Bapa-Nya dan Bapa kita, Yang selalu Dia bicarakan kepada kita. Kau boleh mencelaku karena bersikap tidak rendah hati, tetapi tidak karena tidak percaya atau tidak memperhatikan."

"Jadi menurutmu kau lebih berharga daripada aku? Apakah kau pikir kau sudah mempelajari segalanya dari buku-buku Yunanimu?"

"Tidak, tidak keduanya. Tetapi buku-buku para bijak, dari mana pun itu berasal, telah memberiku yang minimum dibutuhkan untuk menopang dirku. Aku tidak ragu bahwa seorang Israel lebih berharga daripada aku. Tetapi aku bahagia dengan takdir yang datang kepadaku dari Allah. Apa lagi yang bisa aku inginkan? Dengan menemukan Guru aku menemukan segalanya. Dan aku pikir itu adalah takdirku, sebab aku benar-benar melihat suatu Kuasa yang mengawasiku dan yang telah menetapkan nasib besar bagiku dan aku tidak melakukan apa pun selain menaatinya, sebab aku merasa itu adalah yang baik."

"Baik? Selama ini kau telah menjadi seorang budak, dan budak dari para majikan yang kejam... Jika yang terakhir, misalnya, menangkapmu kembali, bagaimana kau bisa taat pada takdirmu, kau perempuan yang sangat bijak?"

"Namamu Yudas, bukan?"

"Ya, dan kenapa?"

"Dan lalu... tidak apa-apa. Aku ingin mengingat namamu selain ironimu. Ingatlah bahwa ironi tidak dianjurkan bahkan pada orang-orang yang saleh... Bagaimana aku akan bisa taat pada takdirku? Mungkin aku akan bunuh diri. Sebab dalam kasus-kasus tertentu adalah lebih baik mati daripada hidup, meski sang filsuf mengatakan bahwa itu tidak benar dan adalah tidak saleh untuk mengakhiri hidup sendiri sebab hanya para dewa yang berhak untuk memanggil kita untuk tinggal bersama mereka. Dan penantian akan suatu tanda dari para dewa untuk melakukannya ini, selalu mencegahku untuk tidak melakukannya, bahkan dalam belenggu nasibku yang sengsara. Tetapi sekarang, sebab ditangkap kembali oleh majikanku yang cemar, aku akan sudah melihat tanda tertinggi. Dan aku akan lebih suka mati daripada hidup, aku, juga punya martabat, kawan."

"Dan jika dia menangkapmu kembali sekarang? Kau akan masih berada dalam situasi yang sama..."

"Sekarang aku tidak akan bunuh diri. Sekarang aku tahu bahwa kekerasan terhadap daging tidak melukai roh yang tidak menyetujuinya. Sekarang aku akan melawan hingga aku ditundukkan oleh kekuatan dan dibunuh oleh kekerasan. Sebab aku akan menganggap itu sebagai suatu tanda dari Allah bahwa melalui kekerasan yang demikian Dia akan memanggilku kepada Diri-Nya. Dan sekarang aku akan mati dengan tenang, dengan tahu bahwa aku hanya akan kehilangan apa yang dapat binasa."

"Kau sudah menjawab dengan sangat baik, perempuan," kata Lazarus dan Nikodemus memberikan persetujuannya juga.

"Bunuh diri tidak pernah diizinkan," kata Iskariot.

"Banyak hal yang dilarang, tetapi larangan itu tidak ditaati. Tetapi, Sintikhe, kau harus berpikir bahwa sebab Allah selalu membimbingmu, maka Dia akan sudah mencegahmu dari melakukan kekerasan terhadap dirimu sendiri. Pergilah sekarang. Aku akan berterima kasih kepadamu jika kau mencari si bocah dan membawanya kemari," kata Yesus lembut.

Perempuan itu membungkuk hingga ke tanah dan pergi. Mereka semua mengikutinya dengan mata mereka.

Lazarus berbisik, "Dia selalu seperti itu! Aku tidak dapat mengerti bagaimana apa yang di dalam dirinya 'hidup' sebaliknya 'mati' bagi kita orang Israel. Jika Engkau masih punya kesempatan untuk memeriksanya lagi, Engkau akan melihat bahwa sementara Hellenisme merusak kita, meski kita sudah puya Kebijaksanaan, hal itu menyelamatkannya. Kenapa?"

"Sebab jalan Allah sungguh mengagumkan. Dan Dia membukanya bagi siapa pun yang layak mendapatkannya. Dan sekarang, sahabat-sahabat-Ku, Aku akan membubarkanmu sebab malam sudah tiba. Aku senang bahwa kamu semua sudah mendengar perempuan Yunani itu berbicara. Seperti sudah kamu ketahui bahwa Allah menyatakan Diri-Nya kepada orang-orang terbaik, kamu harus menyimpulkan bahwa adalah mengerikan dan berbahaya mengecualikan mereka semua yang bukan Israel dari umat Allah. Camkanlah itu dalam benak di masa mendatang... Jangan menggerutu, Yudas anak Simon. Dan kau, Yusuf, janganlah punya kebimbangan batin yang tidak dapat dibenarkan. Tak seorang pun dari kamu yang menjadi najis sebab berada dekat seorang perempuan Yunani. Pastikan sepenuhnya bahwa kau tidak mendekati atau memberikan tumpangan kepada iblis. Selamat tinggal, Yusuf; selamat tinggal, Nikodemus. Apakah Aku akan bisa bertemu denganmu lagi, sementara Aku di sini? Ini Marjiam... Ayo, Nak, ucapkan selamat tinggal kepada para kepala Mahkamah Agama. Apa yang kau katakan kepada mereka?"

"Damai sertamu... dan aku juga berkata: doakanlah aku pada waktu pembakaran ukupan."

"Kau tidak perlu melakukannya, Nak. Tetapi mengapa hanya pada waktu itu?"

"Karena pertama kali aku memasuki Bait Allah bersama Yesus, Dia berbicara kepadaku tentang doa petang... Oh! Sangat indah!..."

"Dan maukah kau berdoa bagi kami? Kapan itu?"

"Aku akan berdoa... di pagi dan petang hari. Semoga Allah melindungimu dari dosa sepanjang siang dan malam hari."

"Dan apa yang akan kau katakan, Anakku?"

"Aku akan katakan: Allah Yang Mahamulia, buatlah Yusuf dan Nikodemus menjadi sahabat sejati Yesus. Dan itu akan sudah cukup, karena dia yang adalah sahabat sejati, tidak membuat sedih sahabatnya. Dan dia yang tidak membuat sedih Yesus pasti memiliki Surga."

"Semoga Tuhan melindungimu demikian, Nak!" ucap kedua anggota Mahkamah Agama seraya membelainya. Mereka kemudian menyalami Guru, Santa Perawan dan Lazarus secara pribadi dan semua yang lainnya dalam kelompok dan mereka pun pergi.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 4                 Daftar Istilah                    Halaman Utama