245. DI SINAGOGA DI NAZARET PADA HARI SABAT.
7 Agustus 1945
Kita sekali lagi berada di sinagoga di Nazaret, tetapi pada hari Sabat.
Yesus selesai membaca apologia [= pembelaan agama] menentang Abimelekh dan mengakhirinya dengan perkataan: 'Biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon'. Ia lalu menyerahkan gulungan kepada kepala sinagoga.
"Tidakkah Engkau membaca kisah selanjutnya? Engkau seharusnya membacanya, supaya mereka dapat mengerti apologia itu," kata kepala sinagoga.
"Itu tidak perlu. Jaman Abimelekh sudah sangat lama berlalu. Aku akan menerapkan apologia kuno itu ke masa sekarang.
Dengarkanlah, orang-orang Nazaret. Kamu sudah mengenal ajaran moral dari apologia menentang Abimelekh, sebab kamu sudah diajar oleh kepala sinagogamu, yang pada jamannya diajar oleh seorang rabbi, yang sudah mempelajarinya dari seorang rabbi lainnya dan begitu seterusnya selama berabad-abad, selalu dengan metoda yang sama dan kesimpulan-kesimpulan yang sama. Kamu akan mendengar suatu ajaran moral yang berbeda dari-Ku. Dan Aku memintamu untuk mempergunakan intelegensimu dan untuk tidak berlaku seperti tali kerekan sebuah sumur, yang, hingga tali itu aus, akan terus berlari dari kerekan turun ke air, dan lalu dari air kembali naik ke kerekan, tanpa pernah berubah. Manusia bukanlah tali atau alat mekanis. Manusia telah dianugerahi intelegensi dan harus mempergunakannya untuk kepentingannya, seturut kebutuhan dan keadaan. Sebab jika huruf dari perkataan adalah abadi, maka keadaan berubah-ubah. Para rabbi itu adalah guru-guru malang yang tidak menghendaki masalah atau kepuasan dari setiap kali menggali secara baru ajaran-ajaran, yakni roh yang selalu terkandung dalam perkataan-perkataan bijak kuno. Mereka akan seperti gema, yang hanya dapat mengulang, bahkan ribuan kali, perkataan yang sama, tanpa pernah menambahkan barang sepatah kata pun dari dirinya sendiri.
Umat manusia - hutan sesungguhnya, di mana segala macam pepohonan, semak-belukar dan tanam-tanaman tumbuh, mewakili umat manusia - merasakan perlunya dipimpin oleh seorang yang akan mengenakan atas dirinya segala kemuliaan dan bahkan beban terlebih besar wewenang dan tanggung jawab kebahagiaan atau kemalangan rakyatnya: seorang yang akan bertanggung jawab terhadap rakyatnya, terhadap negeri-negeri tetangga, dan apa yang terlebih menakutkan, terhadap Allah. Sebab adalah benar bahwa mahkota dan supremasi sosial, apa pun itu, diberikan oleh manusia, namun diperkenankan terjadi oleh Allah, Yang tanpa perkenanan-Nya tidak ada kuasa manusia yang dapat ada. Yang menjelaskan perubahan-perubahan yang sekonyong-konyong dan tak terbayangkan dari dinasti-dinasti, yang dianggap kekal dan dari kuasa-kuasa yang tampaknya tak terjamah, dan yang, ketika mereka melampaui batas dalam menghukum atau mencobai orang banyak, dilengserkan oleh orang banyak yang sama itu, seturut perkenanan Allah, dan menjadi tak lain selain dari debu atau, terkadang, kotoran dari saluran pembuangan. Aku katakan: orang banyak merasakan perlunya memilih seorang yang akan mengenakan atas dirinya segala tanggung jawab terhadap rakyatnya, terhadap negeri-negeri tetangga dan terhadap Allah, yang adalah yang paling menakutkan dari semuanya. Sebab jika penghakiman sejarah adalah menakutkan dan keinginan orang-orang yang berupaya mengubahnya adalah sia-sia, sebab peristiwa-peristiwa mendatang dan orang-orang akan mengembalikannya pada kebenaran aslinya yang mengerikan, maka keadilan Allah adalah bahkan terlebih tak dapat diubah, sebab tidak dipengaruhi oleh tekanan apapun, pula tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan suasana hati ataupun pendapat, seperti yang terlalu sering terjadi pada manusia, dan lebih dari semua itu tidak mungkin salah. Mereka, oleh karenanya, yang dipilih sebagai para pemimpin orang banyak dan para pembuat sejarah harus bertindak dengan keadilan gagah berani para kudus, agar tidak memiliki reputasi buruk di abad-abad mendatang dan dihukum oleh Allah untuk selamanya.
Tetapi marilah kita kembali pada apologia Abimelekh. Jadi pohon-pohon menghendaki untuk mempunyai seorang raja dan pergi kepada pohon zaitun. Tetapi pohon zaitun, sebab adalah pohon yang sakral dan dikonsekrasikan untuk keperluan adikodrati karena minyaknya yang membakar di hadapan Tuhan dan merupakan elemen utama dalam perpuluhan dan persembahan, dan merupakan balsam kudus untuk mengurapi altar, para imam dan para raja, dan sebab khasiatnya yang akan Aku katakan nyaris mukjizat dan karenanya dipergunakan baik pada tubuh yang sehat maupun yang sakit, maka pohon zaitun menjawab: "Bagaimanakah aku dapat meninggalkan panggilan adikodratiku yang suci guna merendahkan diriku dalam perkara-perkara duniawi?" Oh! Betapa lemah lembut jawaban si pohon zaitun! Mengapakah itu tidak dipelajari dan diulangi oleh mereka semua yang dipilih Allah untuk suatu misi suci, setidaknya oleh mereka? Sebab dalam kenyataannya hal itu hendaknya dimaklumkan oleh setiap orang sebagai suatu jawab terhadap bujukan-bujukan iblis, sebab setiap manusia adalah raja dan anak Allah, yang dianugerahi jiwa, yang menjadikannya anak ilahi kerajaan, yang dipanggil pada takdir adikodrati. Jiwanya adalah sebuah altar dan sebuah bait. Altar Allah, bait di mana Bapa Surgawi turun untuk menerima kasih dan hormat dari anak dan umat-Nya. Setiap manusia punya jiwa, dan sebab setiap jiwa adalah altar, setiap manusia dengan demikian adalah seorang imam, seorang penjaga altar dan dalam Imamat dituliskan: 'Imam janganlah mencemarkan dirinya.' Manusia, oleh karena itu, hendaknya menjawab pencobaan-pencobaan dari Iblis, dari dunia dan dari daging: 'Dapatkah aku berhenti menjadi rohani dan menyibukkan diri dengan perkara-perkara jasmani penuh dosa?' Kemudian pohon-pohon pergi kepada pohon ara, mengundangnya untuk meraja atas mereka. Tetapi pohon ara menjawab: 'Bagaimanakah aku dapat meninggalkan manisanku dan buahku yang lezat guna menjadi rajamu?"
Banyak orang meminta pada seorang yang lemah-lembut dan baik hati guna menjadikannya raja atas mereka. Bukan semata-mata sebab mereka mengagumi kebaikannya, melainkan karena mereka berharap bahwa sebab dia sangat baik pada akhirnya dia akan menjadi seorang raja yang dapat mereka permainkan, dari siapa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan dan seorang yang dapat mereka lecehkan sesuka mereka. Tetapi kebaikan hati bukanlah kelemahan. Melainkan adalah kebaikan. Adalah adil, inteligen, tegas. Jangan pernah menyalahartikan kebaikan hati sebagai kelemahan. Yang pertama adalah keutamaan, yang terakhir adalah kekurangan. Dan sebab kebaikan hati adalah suatu keutamaan, dia memberikan kepada mereka yang memilikinya nurani yang benar, yang memampukan mereka untuk melawan bujuk rayu manusia - yang bertujuan untuk menundukkan mereka pada kepentingan-kepentingan duniawi, yang bukanlah kepentingan-kepentingan Allah, - dengan berlaku setia pada takdir mereka, apapun resikonya. Seorang yang memiliki wawasan yang baik hati tidak akan pernah membalas kecaman-kecaman dengan kebencian, pula dia tidak akan pernah dengan kasar menolak orang-orang yang meminta pertolongannya. Sebaliknya, dengan senyum penuh simpati dia akan selalu mengatakan: 'Biarkan aku pada takdir damaiku. Aku di sini guna menghiburmu dan menolongmu, tapi aku tidak dapat menjadi raja, seturut harapanmu, sebab aku tertarik hanya pada satu rajawi saja, demi kesejahteraan jiwamu dan jiwaku: rajawi rohani.' Kemudian pohon-pohon pergi kepada pohon anggur dan memintanya untuk menjadi raja atas mereka. Namun pohon anggur menjawab: "Bagaimanakah aku dapat berhenti menjadi kegembiraan dan kekuatan guna datang dan meraja atasmu?'
Menjadi raja selalu menghantar pada kesuraman rohani, baik karena tanggung jawab dan karena sesal, sebab seorang raja yang tidak berbuat dosa dan tidak menyebabkan dirinya sendiri merasa menyesal adalah lebih jarang dari sebuah permata hitam. Kuasa memikat sementara dia bersinar dari kejauhan bagai suatu mercusuar, tetapi ketika orang sampai padanya, orang menyadari bahwa itu bukanlah sebuah bintang melainkan hanyalah terang samar seekor kunang-kunang. Terlebih lagi, kuasa tak lain adalah suatu kekuatan yang diikatkan dengan sangat banyak tali-temali dari ribuan kepentingan yang dibelitkan sekeliling seorang raja: kepentingan-kepentingan dari para warga istana, dari para sekutu, dari para kerabat dan kepentingan-kepentingan pribadi. Berapa banyak raja yang bersumpah kepada diri mereka sendiri sementara diurapi dengan minyak: 'Aku tidak akan memihak' dan di kemudian hari tidak dapat bersikap demikian? Seperti sebatang pohon yang kokoh, yang tidak memberontak terhadap pelukan pertama dari tanaman ivy yang lentur dan rapuh, dengan berkata: 'Dia begitu ramping hingga tak akan dapat mencelakai aku,' sebaliknya dia senang didandani dengannya dan menjadi pelindungnya yang menopang perambatannya; begitu pula seorang raja, kerap kali, dapat Aku katakan selalu, menyerah pada pelukan pertama dari kepentingan dari seorang warga istana, dari seorang sekutu, atau dari suatu kepentingan pribadi atau kepentingan dari seorang kerabat, yang memohon padanya dan dia senang menjadi pelindung mereka yang murah hati. 'Hal yang begitu remeh!' katanya, bahkan meski nuraninya memperingatkannya: 'Berhati-hatilah!' Dan dia pikir bahwa hal itu tidak dapat mencelakai baik kuasanya maupun nama baiknya. Juga si pohon percaya akan itu. Tetapi harinya datang ketika si ivy, yang bertumbuh semakin kuat dan semakin panjang, yang semakin rakus dalam menghisap lapisan tanah dan semakin antusias untuk merambat naik dan menaklukkan matahari dan terang, memeluk, cabang demi cabang, keseluruhan pohon besar itu, melingkupinya, mencekiknya dan membunuhnya. Dan si ivy itu begitu ramping! Dan si pohon itu begitu kuat!
Hal yang sama berlaku bagi para raja. Kompromi pertama dengan misi mereka, angkat bahu pertama pada suara-suara nurani mereka, sebab pujian menyenangkan dan adalah menggembirakan menjadi seorang pelindung yang dicari, dan saatnya akan tiba ketika si raja tidak lagi meraja, namun kepentingan-kepentingan dari orang-orang lain sudah menguasai dan membelenggu si raja, mereka membekapnya dan mencekiknya, dan jika mereka sudah menjadi lebih kuat dari si raja, mereka membunuhnya ketika mereka melihat bahwa dia lambat menjemput maut. Juga seorang manusia biasa, yang masih seorang raja dalam rohnya, adalah sesat jika dia menerima suatu rajawi yang lebih rendah demi kebanggaan atau ketamakan. Dan dia kehilangan damai tenang rohaninya yang datang padanya dari persatuannya dengan Allah. Sebab Iblis, dunia dan daging bisa memberikan kuasa dan kegembiraan yang menipu, tetapi dengan harga sukacita rohani yang berasal dari persatuan dengan Allah.
O sukacita dan kekuatan dari yang miskin dalam roh, kamu sungguh layak manusia berkata: 'Bagaimanakah aku bisa menerima untuk menjadi raja di pihak yang lebih rendah, jika dengan membentuk suatu persekutuan denganmu, aku kehilangan kekuatan dan sukacita batinku, Surga dan rajawinya yang sejati?' Dan para miskin dalam roh yang terberkati, yang bertujuan memiliki hanya Kerajaan Surga dan memandang rendah segala kekayaan lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kerajaan itu, bisa juga berkata: 'Bagaimanakah kami bisa gagal dalam misi kami, yang adalah menghasilkan jus yang menguatkan dan jus sukacita bagi persaudaraan umat manusia - yang hidup di padang gurun gersang kebinatangan dan yang dahaganya perlu dilegakan sehingga dia tidak akan mati dan perlu diberi makan dengan jus-jus hayati - bagai seorang kanak-kanak tanpa pengasuh? Kami adalah para pengasuh dari umat manusia yang telah kehilangan dada Allah, dan yang mengembara di kegersangan dan yang sakit dan yang akan mati akibat keputusasaan atau aniaya ketidakpercayaan yang paling gelap, jika dia tidak mendapati kami yang, dengan aktivitas dalam suasana hati yang baik dari mereka yang bebas dari segala ikatan duniawi, akan meyakinkan mereka bahwa ada Hidup, Sukacita, Kebebasan, Damai. Kami tidak bisa meninggalkan Cinta Kasih macam itu demi suatu kepentingan yang menyedihkan.'
Kemudian pohon-pohon pergi kepada semak duri, yang tidak menolak mereka.
Tetapi semak duri menetapkan persyaratan yang keras. 'Jika kamu menghendaki aku sebagai rajamu, kamu harus berlindung di bawah naunganku. Tetapi jika sesudah memilih aku kamu tidak mau mentaatinya, aku akan membuat setiap duriku menjadi suatu siksaan yang membakar dan aku akan memakan habis kamu semua, termasuk pohon-pohon aras yang di gunung Libanon.'
Demikianlah rajawi yang diterima dunia sebagai benar! Kesombongan dan kebengisan disalahartikan oleh manusia yang rusak sebagai rajawi sejati, sedangkan kelemah-lembutan dan kebaikan dianggap sebagai sentimen yang lemah dan bodoh. Manusia tidak mau tunduk kepada Allah, melainkan dia tunduk kepada Yang Jahat. Dia diperdaya olehnya dan sebagai konsekuensi dia dibakar olehnya.
Itulah apologia Abimelekh. Tetapi sekarang Aku akan mengajukan sebuah apologia lain kepadamu. Yang tidak menyangkut peristiwa-peristiwa yang jauh di masa silam. Melainkan pada hal-hal yang sekarang dan yang akan segera terjadi.
Binatang-binatang memutuskan untuk memilih raja atas mereka. Dan sebab mereka cerdik, mereka berpikir untuk memilih dia yang tidak akan menakutkan mereka karena kuat atau buas. Jadi mereka mengeliminasi singa dan segala jenis kucing besar. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak menghendaki elang berparuh tajam atau jenis apapun burung pemangsa. Mereka tidak mempercayai kuda, yang dengan kecepatannya bisa mencapai mereka dan melihat apa yang sedang mereka lakukan; dan mereka bahkan lebih tidak mempercayai keledai, yang mereka tahu sangat sabar, tapi juga terkadang sekonyong-konyong mengamuk dan diperlengkapi dengan kuku-kuku yang ganas. Mereka ngeri akan gagasan menjadikan kera sebagai raja mereka, sebab kera terlalu pintar dan suka balas dendam. Dengan dalih bahwa ular memihak Setan dalam memperdaya manusia, mereka mengatakan bahwa mereka tidak menghendakinya sebagai raja mereka, kendati warnanya yang elok dan gerakannya yang cerdik. Pada kenyataannya mereka tidak menghendaki ular sebab mereka tahu akan pergerakannya yang tanpa suara, otot-ototnya yang kuat dan dampak mengerikan dari racunnya. Dapatkah mungkin mereka memilih sebagai raja mereka sapi jantan atau binatang lain apapun yang dianugerahi tanduk-tanduk runcing? Tidak pernah! 'Juga iblis punya tanduk,' kata mereka. Tetapi sesungguhnya mereka berpikir: 'Andai suatu hari kita memberontak, dia akan menyapu habis kita dengan tanduk-tanduknya.'
Setelah begitu banyak mengeliminasi, mereka melihat seekor anak domba putih kecil yang tambun melompat-lompat riang di padang rumput hijau, menyusu ambing bundar induknya. Dia tidak punya tanduk dan matanya selembut langit di bulan April. Dia jinak dan polos. Dan dia puas dengan semuanya: dengan air dari aliran kecil air di mana dia biasa minum dengan mencelupkan moncong kecilnya yang kemerahan ke dalam air; dengan banyak bunga-bunga kecil beraneka citarasa yang menggembirakan baik mata maupun seleranya; dengan rerumputan tebal di mana sungguh menyenangkan berbaring ketika dia sudah kenyang; dengan awan gemawan, yang kelihatan bagai banyak anak domba kecil yang menjelajahi padang biru di atas sana, dan mengundangnya untuk bermain dan berlarian di padang seperti yang mereka lakukan di langit atas; dan, lebih dari itu, dia bahagia dengan belaian induknya, sebab si induk masih mengijinkannya sesekali menyusu sementara si induk menjilati bulu putihnya dengan lidahnya yang kemerahan; dengan kawanan yang aman, yang dilindungi dengan baik dari angin, dan dengan pembaringannya yang harum lembut, di mana sungguh nikmat tidur di samping induknya. 'Dia puas. Dia tidak punya baik senjata maupun racun. Dia polos. Marilah menjadikannya sebagai raja kita.' Dan mereka melakukannya. Dan mereka bangga atasnya sebab dia elok dan lembut, dikagumi oleh orang-orang sekitarnya dan dikasihi oleh rakyatnya sebab kelemah-lembutannya yang panjang sabar.
Hari-hari berlalu dan si anak domba menjadi seekor domba jantan dan berkata: 'Saatnya sudah tiba sekarang ketika aku harus sungguh meraja. Sekarang aku sepenuhnya sadar akan misiku. Kehendak Allah, Yang memperkenankanku dipilih menjadi raja, telah membentukku bagi misiku dan telah memberiku kemampuan untuk meraja. Oleh karena itu adalah adil bahwa aku sepatutnya mempergunakannya dalam suatu cara yang sempurna, juga sebab aku tidak mau mengabaikan karunia-karunia Allah.' Dan ketika dia melihat bahwa rakyatnya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan moralitas, atau dengan cinta kasih, kebaikan, kesetiaan, kesahajaan, ketaatan, hormat, kebijaksanaan, dan sebagainya, dia menaikkan suaranya guna memperingatkan mereka. Rakyatnya menertawakan embikannya yang bijak dan lembut, yang tidak menakutkan mereka seperti auman kucing besar, atau suitan melengking burung pemakan bangkai ketika mereka terbang rendah menyergap mangsanya, atau desis seekor ular, atau gonggongan sekor anjing galak.
Si anak domba, yang sekarang seekor domba jantan, tidak membatasi diri pada sekedar mengembik. Dia mendatangi mereka yang bersalah guna mengembalikan mereka pada kewajiban mereka. Tetapi ular mengeloyor pergi melalui kaki-kakinya. Elang terbang pergi dan dengan demikian meninggalkannya. Kawanan kucing besar menyingkirkannya dengan kaki-kaki mereka seraya mengancam: 'Sementara ini kaki-kaki kami yang lembut hanya menyingkirkanmu. Tetapi lihat apa yang ada padanya? Cakar.' Kawanan kuda dan binatang-binatang lainnya yang berlari cepat mulai berderap mengelilinginya, mengejeknya. Kawanan gajah yang kuat dan binatang-binatang berkulit tebal lainnya mendorong-dorongnya dengan belalai dan tubuh mereka, sementara kawanan kera melemparkan barang-barang ke arahnya dari puncak-puncak pohon.
Si anak domba, yang sudah menjadi domba jantan, pada akhirnya marah dan berkata: 'Aku tidak ingin menggunakan tanduk-tandukku ataupun kekuatanku. Sebab leherku sungguh kuat, dan sesungguhnya ini akan dipakai sebagai model untuk merobohkan penghalang-penghalang perang. Aku tidak ingin mempergunakannya, sebab aku lebih memilih menggunakan kasih dan persuasi. Tetapi sebab kamu tidak mau tunduk pada senjata-senjata yang demikian, aku akan menggunakan kekuatan, sebab jika kamu gagal dalam kewajiban-kewajibanmu terhadapku dan terhadap Allah, aku tidak ingin gagal dalam kewajibanku terhadap Allah dan terhadapmu. Aku dipilih ke posisi ini olehmu dan oleh Allah, guna membimbingmu kepada Keadilan dan Kebaikan. Dan aku menghendaki Keadilan dan Kebaikan, itu Perintah, untuk meraja di sini.' Dan dia menghukum dengan tanduk-tanduknya, namun hanya ringan saja, sebab dia lemah lembut, seekor anjing bulukan yang membandel, yang terus-menerus menyerang tetangganya; dan kemudian dengan lehernya yang sangat kuat si domba jantan merobohkan pintu sebuah liang di mana seekor babi egois yang tamak sudah menimbun suplai makanan hingga merugikan binatang-binatang lain, dan merobohkan juga semak liana, yang sudah dipilih oleh dua ekor kera cabul untuk merajut affair cinta terlarang mereka.
'Raja ini sudah menjadi terlalu kuat. Dia sungguh ingin meraja. Dan dia menghendaki kita hidup sebagai binatang-binatang bijak. Itu tidak sesuai keinginan kita. Kita harus melengserkan dia,' demikian keputusan mereka. Tetapi seekor kera yang cerdik menyarankan: 'Kita harus melakukannya hanya dengan dalih suatu alasan yang benar. Jika tidak, kita akan memberikan kesan buruk pada orang-orang sekitar dan kita akan tidak disukai Allah. Oleh karena itu marilah kita memata-matai setiap gerak-gerik si anak domba, yang sudah menjadi domba jantan, supaya dakwaan kita dapat kelihatan seperti dakwaan yang benar.' 'Aku akan pastikan itu,' kata ular. 'Dan aku juga,' kata si kera. Jadi mereka tidak pernah berhenti mengintai si anak domba, sementara yang satu menjalar di rerumputan dan yang lainnya tinggal di puncak-puncak pohon, dan setiap sore, ketika si domba undur diri untuk beristirahat sesudah letih melaksanakan misinya serta untuk merenungkan ukuran-ukuran yang harus diambil dan perkataan yang harus disampaikan guna mematahkan pemberontakan dan mengatasi kebiasaan-kebiasaan dosa dari rakyatnya, semua binatang berkumpul, dengan pengecualian sedikit sekali binatang-binatang yang jujur setia, untuk mendengarkan laporan dari kedua mata-mata dan pengkhianat. Sebab memang itulah mereka.
Ular akan berkata kepada rajanya: 'Aku mengikutimu sebab aku mengasihimu, dan jika aku melihatmu diserang, aku ingin dapat membelamu.' Kera biasa berkata: 'Betapa aku mengagumimu! Aku ingin membantumu. Lihat: dari sini aku bisa melihat seseorang sedang berbuat dosa di balik padang rumput itu. Larilah kesana,' dan lalu si kera akan berkata kepada teman-temannya: 'Hari ini juga dia ambil bagian dalam perjamuan para pendosa. Dia berpura-pura pergi ke sana untuk mempertobatkan mereka, tetapi sesungguhnya dia adalah kaki-tangan dari pesta-pora mereka.' Dan si ular melaporkan: 'Dia bahkan pergi keluar melampaui batas rakyatnya, sebab dia menghampiri kawanan kupu-kupu, lalat bangkai dan siput berlendir. Dia tidak setia. Dia bergaul dengan makhluk-makhluk asing yang cemar.'
Itulah apa yang mereka katakan di balik punggung anak domba yang tak berdosa, dan mereka pikir bahwa dia tidak mengetahuinya. Tetapi roh Tuhan, Yang telah membentuknya bagi misinya, mencerahkannya juga dalam hal persekongkolan rakyatnya. Si anak domba bisa saja bergegas lari mendapatkan mereka dengan marah dan mengutuki mereka. Tetapi dia lemah lembut dan rendah hati. Dan dia penuh kasih. Kesalahannya adalah mengasihi. Dan kesalahannya yang bahkan terlebih besar adalah bertekun dalam misi, kasih dan pengampunannya, dengan harga kematiannya, demi melaksanakan kehendak Allah. Oh! Betapa kesalahan-kesalahan ini bagi manusia. Tak terampuni! Sebegitu dahsyat hingga dia dihukum mati karena mereka. 'Biarkan dia dibunuh; supaya kita dapat bebas dari penindasannya.' Dan si ular membebankan ke atas dirinya sendiri tugas untuk membunuh si anak domba sebab ular adalah selalu si pengkhianat…
Itulah apologia yang lain. Disampaikan kepadamu supaya kamu bisa mengertinya, wahai kamu penduduk Nazaret! Sebab Aku mengasihimu, Aku ingin kamu tinggal setidaknya pada tingkat orang-orang yang memusuhi, tanpa pergi melampaui itu. Kasih bagi negeri di mana Aku datang semasa kanak-kanak, dan di mana Aku tumbuh besar dengan mengasihimu dan dikasihi, memaksa-Ku untuk mengatakan kepadamu semua: 'Janganlah lebih dari memusuhi. Jangan biarkan sejarah mengatakan: "Pengkhianatnya dan hakim-hakim-Nya yang tidak adil berasal dari Nazaret."'
Selamat tinggal. Jadilah benar dalam menghakimi dan teguh dalam kehendak. Keutamaan yang pertama berlaku bagimu semua, warga sekota-Ku. Keutamaan yang terakhir adalah bagi mereka di antaramu yang tidak merasa terganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak jujur. Aku pergi… Damai sertamu."
Dan Yesus, sedih, dengan kepala-Nya tertunduk, meninggalkan sinagoga Nazaret, dalam suatu keheningan memilukan, yang dipecahkan oleh dua atau tiga suara saja, yang menyatakan persetujuan.
Ia diikuti oleh para rasul. Anak-anak Alfeus adalah yang terakhir mengikuti-Nya. Dan mata mereka jelas tidak tampak seperti mata lemah lembut anak domba… Mereka menatap marah pada khalayak ramai yang bersikap memusuhi itu dan Yudas Tadeus tidak ragu menempatkan dirinya di depan Simon saudaranya dan berkata kepadanya: "Aku tadinya berpikir bahwa saudaraku lebih jujur dan punya karakter yang lebih kuat."
Simon menundukkan kepalanya dan diam. Tetapi saudaranya yang lain, dengan didukung oleh orang-orang Nazaret lainnya, berseru: "Kau seharusnya malu sudah mengatai kakak sulungmu!"
"Tidak. Aku malu akan kau. Akan kamu semua. Nazaret bukanlah ibu tiri, melainkan ibu tiri sesat bagi sang Mesias. Tapi dengarkan nubuatku. Kamu akan mencucurkan cukup airmata untuk memenuhi sumber mataair, tetapi itu tidak akan berguna untuk membasuh bersih nama sesungguhnya dari kota ini dan dirimu sendiri dari kitab-kitab sejarah. Tahukah kamu apa nama itu? 'Ketololan.' Selamat tinggal."
Perkataan Yakobus lebih lembut: dia memohon terang kebijaksanaan bagi orang banyak itu. Dan mereka pergi keluar bersama Alfeus anak Sara dan dua orang pemuda, yang, jika aku tidak salah, adalah kedua kusir keledai yang mengawal keledai-keledai yang digunakan untuk pergi ke Yohana Khuza, ketika Yohana dalam sakrat maut.
Orang banyak, yang tinggal terpaku, berbisik: "Tetapi dari manakah Ia mendapatkan begitu banyak kebijaksanaan?"
"Dan bagaimanakah Ia bisa mengerjakan mukjizat-mukjizat? Sebab Ia sungguh mengerjakan mukjizat-mukjizat. Seluruh Palestina membicarakannya."
"Bukankah Ia putra Yosef, si tukang kayu? Kita semua telah melihat-Nya, di bangku tukang kayu Nazaret, membuat meja dan tempat tidur, menyelaraskan roda dan kunci. Ia bahkan tidak bersekolah dan BundaNya adalah satu-satunya guru-Nya."
"Suatu skandal yang juga dikecam oleh ayah kita," kata Yusuf anak Alfeus.
"Tetapi saudara-saudaramu juga menyelesaikan sekolahnya dengan Maria istri Yosef."
"Eh! Ayahku lemah terhadap istrinya…" jawab Yusuf lagi.
"Jika demikian, begitu jugakah saudara laki-laki ayahmu itu?"
"Ya."
"Tapi apakah Ia sungguh putra si tukang kayu?"
"Tidak bisakah kau melihat-Nya?"
"Oh! Begitu banyak yang mirip satu sama lain! Aku pikir Ia adalah Dia yang mengatakan demikian, tetapi sesungguhnya bukan."
"Kalau begitu, di manakah Yesus anak Yosef?"
"Apakah kau pikir bahwa BundaNya tidak akan mengenali-Nya?"
"Saudara-saudara-Nya laki-laki dan perempuan ada di sini dan mereka semua mengatakan bahwa Ia adalah sanak mereka. Betul begitu, kamu berdua?"
Kedua putra Alfeus mengangguk setuju.
"Baik, jadi, Ia entah gila atau kerasukan, sebab apa yang Ia katakan tidak bisa berasal dari seorang pekerja kasar."
"Kita sebaiknya tidak mendengarkan-Nya. Yang dianggap sebagai doktrin-Nya entah igauan atau kerasukan."
Yesus berdiri di alun-alun menantikan Alfeus anak Sara yang sedang berbicara kepada seorang laki-laki. Dan sementara Ia menunggu, seorang dari kusir keledai, yang tadi berhenti di pintu sinagoga, memberitahukan kepada-Nya fitnah yang dilontarkan di sinagoga.
"Jangan biarkan itu menyedihkanmu. Seorang nabi pada umumnya tidak dihormati di tempat asalnya atau di rumahnya. Manusia begitu bodoh hingga percaya bahwa orang haruslah nyaris dari luar dunia ini untuk menjadi seorang nabi. Dan teman-teman sewarga dan kerabat semuanya tahu dan ingat lebih dari siapa pun lainnya sifat manusiawi dari teman sewarga atau kerabat mereka. Tetapi kebenaran selalu menang. Dan sekarang Aku katakan selamat tinggal kepadamu. Damai sertamu."
"Terima kasih, Guru, telah menyembuhkan ibuku."
"Kau pantas untuk itu sebab kau percaya. Banyak orang di sini lembam, sebab tidak ada iman di sini. Marilah kita pergi, sahabat-sahabat-Ku. Kita akan berangkat besok saat fajar."
|
|