YESAYA
(YESus SAyang saYA)
Maret 2012
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." ~ 1 Timotius 4:12
"THE PASSION OF THE CHRIST"
ANNA KATHARINA EMMERICK DAN MARIA DARI AGREDA
 Film yang disutradarai Mel Gibson "The Pasion of The Christ" membangkitkan minat baru pada tulisan-tulisan para mistik Katolik: Beata Anna Katharina Emmerick dan Venerabilis Maria dari Agreda. Meski sumber film tersebut adalah Injil, namun Gibson tampaknya mendapatkan sebagian inspirasi bagi karya seninya dari tulisan kedua perempuan Katolik yang kudus ini, yang tulisan-tulisannya ia akui penting dalam perjalanan rohani yang menghantarnya untuk membuat film tersebut.
Anna Katharina Emmerick (1774 - 1824) adalah seorang biarawati Agustinian Jerman. Dalam hidupnya ia mengalami fenomena mistik stigmata dan juga mendapatkan karunia penglihatan-penglihatan mistik yang kemudian dituangkan oleh Clemens Brentano dalam bentuk tulisan; karyanya yang paling terkenal adalah "Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus". Sesudah wafat Anna Katharina, pada tahun 1892, dimulailah proses beatifikasinya yang, namun demikian, pada tahun 1928 ditangguhkan karena keraguan akan keaslian materi yang ditulis Brentano. Barulah akhirnya, pada tahun 2004, dengan mengenyampingkan karyanya dan semata-mata berfokus pada kegagah-beraniannya dalam keutamaan-keutamaan hidup, Anna Katharina dimaklumkan sebagai Beata oleh Paus Yohanes Paulus II.
Venerabilis Maria dari Agreda (1602 - 1665) adalah seorang biarawati Fransiskan Spanyol. Dalam hidupnya ia mengalami fenomena mistik termasuk wahyu-wahyu pribadi yang dituangkannya dalam bentuk tulisan. Karyanya yang paling terkenal adalah "Kota Mistik Allah: Sejarah Ilahi Santa Perawan, Bunda Allah". Akan tetapi, karya ini dikutuk Inkuisisi [sekarang Kongregasi Urusan Pengajaran Iman] pada tahun 1681 dan dimasukkan dalam Indeks Buku-buku Terlarang oleh Paus Innosensius XI. Sementara itu penelitian-penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Katolik yang berwibawa lainnya menunjukkan keberpihakan pada wahyu pribadi tersebut. Kasus "Kota Mistik Allah" ini menghalangi proses beatifikasi Maria dari Agreda yang diajukan nyaris segera sesudah wafatnya, mengingat kesaksian dan kesucian hidupnya yang nyata.
Bagaimanakah menyikapi wahyu-wahyu pribadi yang demikian?
Pertama, wahyu-wahyu pribadi hendaknya tidak dianggap setara atau lebih benar dari Injil sendiri. Wahyu pribadi diberikan oleh Allah bukan demi memuaskan keingintahuan kita atau mengisi kekurangan detail sejarah dalam Kitab Suci. Wahyu pribadi muncul dalam konteks hidup doa pribadi dan bukan merupakan gambaran mengenai kehidupan Kristus, melainkan gambaran adegan darinya. Tujuannya adalah untuk menghantar budi beristirahat dalam Allah yang adalah Kebenaran, dan untuk mengobarkan kerinduan untuk mengasihi Allah yang adalah Mahabaik.
Sebagaimana dijelaskan oleh St Thomas Aquinas dan St Yohanes dari Salib, meski Allah dapat memberikan pencerahan-pencerahan baru, namun kebanyakan wahyu pribadi "dikonstruksi" dari material bangunan memori dan pengetahuan pribadi yang bersangkutan. Artinya, pengaruh-pengaruh religius, kebudayaan, dan pendidikan sang mistikus sendiri ikut menentukan bagaimana penglihatan-penglihatan disampaikan kepada mereka. Ini menjelaskan mengapa terjadi keberagaman detail mengenai peristiwa-peristiwa yang sama di kalangan para mistikus. Sebagian detail mungkin diberikan oleh Allah, sebagian lainnya berasal dari anggapan sang mistikus. Akhirnya, Gereja mempertimbangkan keotentikan tulisan-tulisan yang demikian bukan atas detail-detail ini, melainkan atas apakah terdapat sesuatu yang bertentangan dengan iman dan moral. Jadi, tidak memberikan jaminan bahwa setiap detail yang disajikan adalah benar adanya, melainkan bahwa secara teologis tulisan tersebut aman dibaca.
Kedua, di samping "masalah" umum dari tafsiran wahyu pribadi, ada juga masalah spesifik mengenai unsur ketidakpastian sehubungan dengan tulisan-tulisan ini, sebagaimana orang mendapati adanya kesalahan-kesalahan dan pertentangan-pertentangan yang kadang terjadi, sementara orang menceritakan kisah secara berbeda satu dari yang lain.
Kedua point di atas perlu diperhatikan dalam membaca tulisan-tulisan Anna Katharina Emmerick maupun Maria dari Agreda sebagai sarana untuk mengobarkan kasih kepada Allah dan kepada sesama, dan bukan sebagai suatu lampiran Kitab Suci. Untuk tujuan itu, tulisan-tulisan ini dapat sangat berguna, sebagaimana film The Passion of The Christ dapat menghantar orang pada meditasi pribadi yang berhasilguna mengenai sengsara Tuhan kita, tanpa harus sesuai sejarah dalam segala detailnya.
“WAFAT YESUS”
dikutip dari: “Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus”; Beata Anna Katharina Emmerick (1774-1824)
 Yesus nyaris tak sadarkan diri; lidah-Nya kering kerontang, dan Ia berkata, “Aku haus!” Para murid yang berdiri sekeliling Salib memandang kepada-Nya dengan tatapan duka mendalam. Lagi Yesus berkata, “Tak dapatkah engkau memberi-Ku sedikit air?” Dengan perkataan-Nya ini Ia membuat mereka mengerti bahwa tak seorang pun yang akan mencegah mereka melakukannya sepanjang masa kegelapan. Yohanes diliputi rasa sesal dan menjawab: “Tak terpikirkan oleh kami untuk melakukannya, ya Tuhan.” Yesus mengucapkan beberapa patah kata lagi, yang artinya adalah: “Sahabat-sahabat-Ku dan teman-teman-Ku juga telah melupakan Aku, mereka tidak memberi-Ku minum, dengan demikian genaplah apa yang tertulis mengenai Aku.” Rasa diabaikan ini sangat menyedihkan hati Yesus. Para murid lalu menyerahkan sejumlah uang kepada para prajurit agar mengijinkan mereka memberi Yesus sedikit minum. Para prajurit menolak, tetapi mereka mencelupkan bunga karang ke dalam anggur asam dan empedu, dan hendak memberikannya kepada Yesus, ketika kepala pasukan, Abenadar, yang hatinya tergerak oleh belas kasihan, mengambil bunga karang dari tangan para prajurit, memeras empedunya, menuangkan anggur asam segar ke dalam bunga karang, memasangkannya pada sebatang buluh, menempatkan buluh di ujung sebilah tombak, dan menyerahkannya kepada Yesus agar Ia minum. Aku mendengar Tuhan kita mengatakan beberapa hal lain, tetapi yang aku ingat hanyalah perkataan ini: “Apabila suara-Ku tak lagi terdengar, maka mulut orang-orang mati akan terbuka.” Sebagian dari mereka yang hadir berteriak, “Ia menghujat lagi!” Tetapi Abenadar menyuruh mereka diam.
Akhirnya, saat Tuhan kita tiba; pergulatan maut-Nya dimulai; keringat dingin mengaliri sekujur tubuh-Nya. Yohanes berdiri di kaki Salib; ia menyeka kaki Yesus dengan kain pundaknya. Magdalena meringkuk di atas tanah dalam dukacita yang begitu hebat di belakang Salib. Santa Perawan berdiri di antara Yesus dan penyamun yang baik, dengan ditopang oleh Salome dan Maria Kleopas; mata sang Bunda menatap lekat wajah Putranya yang di ambang ajal. Yesus lalu berkata, “Sudah selesai,” dan mengangkat kepala-Nya, Ia berseru dengan suara nyaring, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan RohKu.” Kata-kata ini, yang Ia ucapkan dengan suara yang jelas dan bergetar, menggema melintasi surga dan bumi; dan sekejap kemudian, Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan RohNya. Aku melihat jiwa-Nya dalam rupa sebuah meteor yang cemerlang, menembusi bumi di bawah kaki Salib. Yohanes dan para perempuan kudus jatuh rebah ke atas tanah (= prostratio). Kedua mata Abenadar terus terpaku menatap wajah Tuhan kita yang telah rusak sama sekali. Kepala pasukan ini sepenuhnya dikuasai oleh segala yang telah terjadi. Ketika sesaat sebelum wafat, Tuhan kita memaklumkan kata-kata terakhir-Nya dengan suara nyaring, bumi berguncang dan bukit karang Kalvari terbelah, membentuk suatu jurang yang dalam antara Salib Tuhan kita dengan salib Gesmas. Suara Tuhan - suara yang khidmad dan dahsyat - menggema ke seluruh jagad raya; memecahkan keheningan senyap yang kala itu membungkam alam. Segalanya telah usai. Jiwa Tuhan kita telah meninggalkan tubuh-Nya; seruan terakhir-Nya menyesakkan dada dengan kengerian. Bumi yang bergoncang menghaturkan sembah sujud kepada Pencipta-nya; pedang dukacita menembusi hati mereka yang mengasihi-Nya. Saat ini adalah saat rahmat bagi Abenadar; kuda tunggangannya gemetar di bawah pelananya; hati Abenadar tersentuh hebat; terkoyak bagaikan bukit karang. Ia melemparkan tombaknya jauh-jauh, menebah dadanya sembari berseru nyaring, “Terpujilah Allah Yang Mahatinggi, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub. Sungguh, Orang ini adalah Putra Allah!” Kata-katanya ini membuat banyak dari antara para prajurit menjadi percaya; mereka mengikuti jejaknya dan dipertobatkan pula....
Ketika Yesus, Tuhan atas hidup dan mati, menyerahkan jiwa-Nya ke dalam tangan BapaNya, dan membiarkan maut menguasai tubuh-Nya, tubuh kudus ini gemetar dan sepenuhnya pucat pasi; luka-luka tak terhitung banyaknya, yang berlumuran darah beku, tampak bagaikan bilur-bilur hitam; pipi-Nya semakin cekung, hidungnya semakin tirus, dan kedua mata-Nya, yang kabur karena darah, tetap setengah terbuka. Ia mengangkat kepala-Nya yang lunglai, yang masih bermahkotakan duri, sekejap saja, lalu menjatuhkannya lagi dalam sengsara yang hebat; sementara bibir-Nya yang kering dan pecah-pecah, hanya sebagian terkatup, memperlihatkan lidahnya yang bengkak dan berdarah. Pada saat ajal, kedua tangan-Nya yang diregangkan paksa dengan paku-paku, terbuka dan kembali ke ukurannya yang normal, begitu pula lengan-lengan-Nya; tubuh-Nya menjadi kaku, berat beban tubuh-Nya sekarang bertumpu pada kaki, lutut-Nya tertekuk, dan kaki-Nya sedikit terpelintir ke satu sisi.
Sungguh malang, adakah kata-kata yang mampu mengungkapkan dukacita dahsyat Santa Perawan? Kedua matanya terkatup rapat, bayangan maut meliputi wajahnya; ia tak mampu berdiri, melainkan roboh ke atas tanah, tetapi segera tubuhnya dibangkitkan dan ditopang oleh Yohanes, Magdalena dan yang lainnya. Sekali lagi ia melayangkan pandangannya kepada Putranya terkasih - Putra yang dikandungnya dari Roh Kudus, daging dari dagingnya, tulang dari tulangnya, hati dari hatinya - tergantung di atas kayu salib di antara kedua penyamun; tersalib, hina, dijatuhi hukuman mati oleh mereka yang hendak diselamatkan-Nya dengan kedatangan-Nya ke dunia. Saat ini, amat tepatlah dikatakan bahwa Santa Perawan adalah “ratu para martir”.
Matahari masih tampak redup dan berselimut kabut; sepanjang masa gempa bumi, udara pengap dan panas, tetapi kini berangsur-angsur segar dan bersih kembali.
Kira-kira pukul tiga sore ketika Yesus wafat. Kaum Farisi pada mulanya amat cemas dengan adanya gempa; tetapi setelah goncangan pertama berakhir, mereka segera pulih dan mulai melemparkan batu-batu ke dalam jurang, berusaha mengukur kedalaman jurang menggunakan tali. Namun demikian, ketika mendapati bahwa mereka tak dapat mencapai dasarnya, mereka mulai tercenung, menyimak dengan seksama keluh-kesah para peniten yang meratap dan menebah dada mereka, lalu meninggalkan Kalvari. Banyak di antara mereka yang hadir di sana sungguh dipertobatkan, sebagian besar kembali ke Yerusalem diliputi ketakutan. Para prajurit Romawi disiagakan di pintu-pintu gerbang dan di bagian-bagian utama kota guna mencegah kemungkinan terjadinya huru-hara. Cassius tinggal di Kalvari bersama sekitar limapuluh prajurit. Para sahabat Yesus berdiri sekeliling Salib, memandangi Tuhan kita dan meratap-tangis; banyak di antara para perempuan kudus yang telah pulang ke rumah mereka, semuanya diam membisu diliputi duka.
"It is as it was."
~ Beato Paus Yohanes Paulus II
mengomentari film "The Passion of The Christ"
|
|
"THE PASSION OF THE CHRIST" DAN MARIA "CO-REDEMPTRIX"
oleh: Dr. Mark Miravalle, Profesor Teologi dan Mariologi, Franciscan University of Steubenville
 Dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan Mel Gibson, Christianity Today menyebut Gibson sebagai seorang Katolik tradisional yang "menyukai Misa Latin Tridentine dan menyebut Maria Co-Redemptrix." Ada seorang Katolik terkenal lainnya yang juga menyebut Bunda Yesus sang Co-Redemptrix: dialah Paus Yohanes Paulus II. Beliau telah melakukannya dalam enam kesempatan sepanjang masa pontifikatnya.
Apa arti gelar "Co-redemptrix"? Dalam perspektif Katolik berarti peran serta unik Maria bersama Yesus (dan sepenuhnya berada di bawah Putra Ilahinya) dalam sejarah karya penyelamatan umat manusia dari dosa. Yesus adalah satu-satunya Penebus, dalam makna bahwa Ia sajalah sebagai satu-satunya pengantara ilahi antara Allah dan manusia yang dapat menebus atau "membeli kembali" keluarga manusia dari ikatan-ikatan setan dan dosa. Namun demikian, Allah menghendaki bahwa Bunda Yesus berperan serta dalam proses penebusan ini lebih dari segala makhluk lainnya.
Dalam terang Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa di mana Maria dikandung tanpa dosa asal melalui antisipasi jasa-jasa Putranya, Maria adalah Bunda Perawan tanpa dosa yang ada dalam "permusuhan" atau perlawanan total dengan setan; Maria menjadi rekan manusia yang ideal bagi Yesus dalam keselamatan umat manusia. Para penulis Kristen awali menyebut Maria sebagai "Hawa Baru", yang bersama dengan Yesus, "Adam Baru", menggenapi karya keselamatan bagi segenap keturunan Adam dan Hawa yang jatuh dalam dosa.
Mel Gibson telah memberikan kepada dunia gambaran sinematiknya yang paling kuat akan Bunda Yesus tepat sebagai Co-Redemptrix dalam filmnya yang booming "The Passion of The Christ".
Sejak dari awal film telah jelas bahwa Maria saja yang memiliki peran serta istimewa dalam misi keselamatan Yesus. Sementara para prajurit Mahkamah Agama menggiring Yesus masuk untuk diadili di hadapan Kayafas, Yesus menatap Maria dari halaman pengadilan dan Maria berkata pelan, "Sudah dimulai, ya Tuhan .. terjadilah." Bunda tahu bahwa misi penebusan manusia telah dimulai. Ia mempersembahkan dukacita "terjadilah" pada misi ini untuk menyertai sukacita "terjadilah" pada saat pemakluman oleh Malaikat Gabriel yang menghantar Penebus ke dalam dunia.
Sepanjang film, hanya Yesus dan Maria yang melihat musuh bersama mereka, yakni setan, dalam bentuk androgyne [= orang yang bisa laki-laki ataupun perempuan]. Sepanjang jalan salib, Maria menerobos khalayak ramai demi menyertai Putranya yang teraniaya memanggul salib-Nya ketika ia melihat setan sementara setan mengikuti geraknya dari seberang keramaian. Maria mengenali musuhnya, menatapnya sejenak, dan lalu mengarahkan kembali tatapan matanya pada Putranya yang menderita.
Sebelumnya, setan tampak pada waktu penderaan Yesus dengan menggendong kanak-kanak setan, yang menyampaikan nubuat Perjanjian Lama dalam Kejadian mengenai permusuhan antara "perempuan" dan "keturunannya" (Yesus Kristus), dan si ular (setan) dan "keturunannya" atau keturunan kejahatan. Sesudah penderaan, Maria terisnpirasi untuk menyerap darah Juruselamat, yang tercecer sepanjang area pilar, dengan kain lenan. Ia saja yang tahu bahwa setiap tetes dari darah ilahi ini mengandung daya penebusan yang adikodrati.
Banyak kali sepanjang peristiwa keji aniaya (misalnya pada saat penderaan, jalan salib, di Kalvari), tatapan BundaNya yang memberi Yesus dukungan manusiawi yang meneguhkan-Nya untuk lanjut ke tingkat sengsara berikutnya. Saat jatuh di Via Dolorosa, Maria merangkak di samping Putranya yang sudah tak serupa manusia lagi dan menyemangati-Nya: "Aku di sini." Yesus tersadar kembali dan menjawab kepadanya sehubungan dengan misi-Nya: "Lihatlah Bunda, Aku menjadikan segalanya baru."
Bukan hanya Yesus, melainkan seluruh murid (Petrus, Yohanes, Magdalena) menyebut Maria, "Bunda". Di Kalvari, Maria menerima dari Yesus perannya sebagai Bunda Semesta.
Semetnara Yesus, yang telah dipaku pada kayu salib, tengah ditinggikan dari tanah, Maria, yang tangan-tangannya mencengkeram tanah yang berbatu-batu sementara tangan-tangan Putranya dipakukan pada salib, bangkit dari posisi berlutut mengikuti gerakan Putranya ditinggikan di salib. Maria kemudian berdiri tegak sementara Putranya sekarang ditegakkan di tiang pancang.
Selang beberapa waktu, Maria menghampiri salib bersama Yohanes, murid terkasih. Maria mencium kaki Yesus yang berlumuran darah, dan memohon dengan sangat diijinkan mati bersama-Nya di saat puncak penebusan ini: "Daging dari dargingku, Hati dari hatiku, Putraku. Biarkan aku mati bersamamu!" Yesus menanggapi dengan berkata kepada BundaNya dan kepada Yohanes: "Perempuan, lihatlah anakmu. Nak, lihatlah Bundamu." Sebagai buah dari sengsaranya bersama Yesus, Maria menjadi bunda rohani dari segenap murid terkasih, dan segenap umat manusia yang ditebus di Kalvari.
Dalam "The Passion of The Christ", Gibson telah memberikan suatu gambaran akan Maria seperti yang tak dapat diberikan pastor ataupun teolog dalam cara yang sama. Gibson telah memberikan kepada dunia melalui media visualnya yang paling popular sebuah gambaran akan Bunda manusia yang sejati, yang hatinya secara tak terpisahkan bersatu dengan hati Putranya. Hati Bunda ini ditembusi hingga ke kedalamannya yang terdalam sementara ia secara rohani ikut ambil bagian dalam penyembelihan keji Putranya yang tak berdosa. Hati Maria adalah Hati Immaculata yang dengan diam menanggung dan mempersembahkan sengsara ini bersama Putranya demi tujuan surgawi yang sama: membeli kembali bangsa manusia dari dosa.

|
"Di Kalvari juga, dengan menerima dan mendukung kurban Putranya, Maria adalah fajar Penebusan; dan di sana Putranya mempercayakan BundaNya kepada kita sebagai Bunda kita: 'Bunda melihat dengan mata pedih luka-luka Putranya, dari Siapa ia tahu penebusan dunia telah datang.' Disalibkan secara rohani bersama Putranya yang tersalib, ia merenungkan dengan kasih yang gagah berani, kematian Allahnya, ia 'dengan
|
penuh kasih menyetujui persembahan Kurban ini yang ia sendiri lahirkan.' Ia memenuhi kehendak Bapa atas nama kita dan menerima kita semua sebagai anak-anaknya, dalam keutamaan kesaksian Kristus: 'Perempuan, lihatlah anakmu.'"
~ Beato Paus Yohanes Paulus II
|
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan sebagian / seluruh artikel di atas dengan mencantumkan: “dikutip dari YESAYA: yesaya.indocell.net”
|