Kontrasepsi Menurut Ajaran Gereja:
Bagian 5:
Referensi Mengenai Kontrasepsi dalam Kitab Suci
oleh: P. William P. Saunders *
Dalam menjelaskan ajaran Gereja mengenai kontrasepsi, banyak orang secara keliru berpikiran bahwa ajaran ini relatif baru, sesuatu yang muncul dengan diterbitkannya Humanae Vitae pada tahun 1968. Sebagian lainnya, dari kalangan yang cenderung lebih fundamentalis, ingin tahu apakah ada dasar dari ajaran-ajaran ini dalam Kitab Suci. Dalam mempelajari baik Kitab Suci maupun sejarah ajaran Gereja kita dalam bidang ini, orang akan mendapati suatu dasar yang amat positif dan kokoh, seperti telah dipaparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya.
Mengenai “Apakah yang harus dikatakan Kitab Suci?” suatu paparan yang sangat positif mengenai penciptaan, kasih perkawinan, dan perjanjian, muncul dari ayat-ayat Kitab Suci. Namun demikian, kita juga mendapati referensi-referensi sehubungan dengan pelanggaran terhadap aspek unitive dan aspek procreative dari kasih perkawinan dan konsekuensi-konsekuensi ilahi yang menyertainya. Dalam Kitab Kejadian, kita mendapati kisah Onan, putera kedua Yehuda. Onan menikahi Tamar, janda kakaknya Er. (Hukum Imamat bangsa Yahudi menetapkan bahwa jika saudara laki-laki tertua meninggal tanpa keturunan, maka saudara laki-laki berikutnya yang masih lajang wajib menikahi janda kakaknya demi membangkitkan keturunan bagi saudaranya yang telah meninggal itu). Kitab Suci menulis, “Tetapi Onan tahu, bahwa bukan ia yang empunya keturunannya nanti, sebab itu setiap kali ia menghampiri isteri kakaknya itu, ia membiarkan maninya terbuang, supaya ia jangan memberi keturunan kepada kakaknya. Tetapi yang dilakukannya itu adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia juga” (Kej 38:1dst). Ini adalah suatu bentuk dasar dari kontrasepsi - dan jelas adalah dosa di mata Tuhan.
Yang menarik, tradisi Protestan mengutip kisah ini sebagai dasar untuk mengutuk segala bentuk kontrasepsi. Luther mengatakan, “Onan… membiarkan maninya terbuang. Ini adalah dosa yang lebih besar dari perzinahan ataupun incest, dan ini membangkitkan murka Allah sedemikian rupa hingga Ia membinasakannya seketika” (Komentar mengenai Kitab Kejadian). Dalam tulisannya yang lain, ia menulis, “Sebab Onan menghampirinya, yaitu tidur bersamanya dan bersatu dengannya, dan ketika sampai pada tahap inseminasi (= pembuahan), ia membuang maninya supaya perempuan itu tidak mengandung. Sesungguhnya, pada saat yang demikian tata kodrat yang ditetapkan oleh Tuhan dalam pembiakan hendaknya diikutii” (Tulisan).
Calvin juga menyampaikan komentar mengenai kisah Onan, “Dengan sengaja membuang mani ke luar dari persatuan antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang sangat mengerikan. Dengan sengaja menarik dari persetubuhan supaya maninya terbuang adalah duakali lebih mengerikan. Sebab ini melenyapkan pengharapan akan keturunan dan membunuhnya sebelum ia dilahirkan (Komentar mengenai Kitab Kejadian). Menariknya, kedua pemimpin gerakan Protestan ini mengutuk praktek yang melenyapkan aspek procreative dari kasih perkawinan.
Sejarah lebih lanjut menerangkan posisi Gereja dalam masalah ini. Penelitian-penelitian antropologis menunjukkan bahwa sarana-sarana kontrasepsi sudah ada sejak zaman purbakala. Papirus-papirus kesehatan menggambarkan berbagai metode kontrasepsi yang dipergunakan di Cina pada tahun 2700 SM dan di Mesir pada tahun 1850 SM. Soranos (98-139 M), seorang dokter Yunani dari Efesus, menerangkan tujuhbelas metode kontrasepsi yang diakui secara medis. Juga pada waktu itu, aborsi dan pembunuhan bayi-bayi bukanlah praktek yang tak lazim pada masa Kekaisaran Romawi.
Komunitas Kristiani perdana menjunjung tinggi kesakralan perkawinan, kasih suami isteri dan hidup manusia. Dalam Perjanjian Baru, muncul kata `pharmakeia', yang oleh sebagian ilmuwan dihubungkan dengan masalah pengaturan kehamilan. Pharmakeia menunjuk pada campuran ramuan untuk tujuan-tujuan rahasia (= secretive); dan dari Soranos dan yang lainnya, didapatkan bukti-bukti adanya ramuan pengatur kehamilan artifisial. Sungguh menarik, pharmakeia seringkali diterjemahkan sebagai “sorcery” dalam bahasa Inggris atau “sihir” dalam bahasa Indonesia. Dalam ketiga ayat di mana kata pharmakeia muncul, dosa-dosa seksual lainnya juga dikutuk: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, pesta pora, “dan sebagainya” (bdk Gal 5:19-21). Bukti ini menegaskan bahwa Gereja perdana mengutuk segala sesuatu yang melanggar integritas kasih perkawinan.
Bukti lebih lanjut didapati dalam Didaché, disebut juga Ajaran Keduabelas Rasul, yang ditulis sekitar tahun 80M. Buku ini merupakan buku manual pertama Gereja mengenai moral, norma-norma liturgis, dan doktrin. Dalam bagian pertama, ditawarkan dua jalan - jalan kehidupn dan jalan kematian. Dalam mengikuti jalan kehidupan, Didaché mendesak, “Engkau tidak boleh membunuh. Engkau tidak boleh berzinah. Engkau tidak boleh melakukan semburit (=hubungan seksual laki-laki dengan anak laki-laki). Engkau tidak boleh melakukan percabulan. Engkau tidak boleh mencuri. Engkau tidak boleh mempraktekkan sihir. Engkau tidak boleh mempergunakan ramuan. Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan. Engkau tidak boleh mengingini milik sesamamu….” Lagi, para ilmuwan menghubungkan frase-frase seperti “praktek sihir” dan “mempergunakan ramuan” dengan kontrasepsi.
Pada intinya, Gereja Katolik pula denominasi-denominasi Kristen lainnya, mengutuk penggunaan alat-alat kontrasepsi hingga abad ke-20. Denominasi Kristen pertama yang menyetujui kontrasepsi adalah Gereja Inggris atau Gereja Episcopal. Dalam Konferensi Para Uskup Lambeth Gereja Anglikan, pada tanggal 14 Agustus 1930, disahkan suatu resolusi yang memperkenankan penggunaan metode-metode guna membatasi besarnya keluarga-keluarga “di mana dirasakan dengan jelas suatu kewajiban moral untuk membatasi atau menghindarkan diri dari menjadi orangtua.” Metode yang dianggap “utama dan jelas” adalah “berpantang sepenuhnya dari hubungan seksual… dalam suatu pengamalan hidup yang disiplin dan penuh penguasaan diri dalam kuasa Roh Kudus”; namun demikian, metode-metode lain juga dapat dipergunakan, yakni sarana-sarana artifisial. Uskup Brent menyerukan suatu permohonan yang berapi-api, menyatakan bahwa jika resolusi disahkan, maka segera kontrasepsi akan diperkenankan demi alasan apapun dan keputusan ini akan menggantikan rasionalisasi yang egois. Menariknya, menanggapi keputusan Konferensi Lambeth, T.S. Elliot menyampaikan komentarnya, “Dunia sedang mencoba bereksperiman membentuk suatu mentalitas yang beradab, namun non-Kristiani. Eksperimen ini akan gagal, tetapi kita harus amat sabar menanti kehancurannya” (Pemikiran-pemikiran sesudah Lambeth).
Sebagai tanggapan atas persetujuan kontrasepsi oleh Gereja Inggris, Paus Pius XI menerbitkan ensiklik Casti Connubii pada tanggal 31 Desember 1930 yang memaklumkan, “Oleh karena secara terbuka meninggalkan tradisi Kristiani yang tak terusik, di mana sebagian orang baru-baru ini menilai sebagai mungkin untuk dengan serius menyatakan suatu doktrin yang lain mengenai masalah ini, maka Gereja Katolik, kepada siapa Tuhan telah mempercayakan pembelaan terhadap integritas dan kemurnian moral, tetap berdiri tegak di tengah kerusakan moral yang mengelilinginya, agar ia dapat memelihara kemurnian persatuan perkawinan dari tercemar oleh noda ini, Gereja angkat suara untuk menunjukkan perutusan ilahinya dan melalui mulut kita memaklumkan kembali: penggunaan apapun dalam perkawinan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tindakan itu secara sengaja menghalangi kuasa kodrati perkawinan untuk menyalurkan kehidupan, adalah suatu pelanggaran melawan hukum Tuhan dan hukum kodrat, dan mereka yang terlibat dalam cara yang demikian tercemar dengan kesalahan dosa berat.”
Suatu tantangan baru terhadap ajaran Gereja datang dengan disetujuinya penggunaan anovulant pill (= pil untuk mencegah ovulasi, sementara tetap menstruasi) pada tahun 1960. Mengenai hal ini akan dibahas dalam tulisan selanjutnya.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.
sumber : “Straight Answers: Contraceptive References in the Bible” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2003 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|