Sengsara dan Wafat Yesus Kristus
oleh: St. Alfonsus Maria de Liguori
lukisan Sengsara Yesus oleh St. Alfonsus Liguori
MEDITASI PEKAN SUCI
MEDITASI XI
SELASA SUCI
Yesus di atas Salib
I.
Yesus tergantung di salib! Lihatlah bukti kasih Allah; lihatlah manifestasi akhir dari Dirinya Sendiri, yang dilakukan Inkarnasi Sabda di atas bumi ini - sungguh, suatu manifestasi sengsara, tetapi, terlebih lagi, manifestasi kasih. St Fransiskus dari Paola, sementara ia suatu hari merenungkan Kasih Ilahi dalam pribadi Yesus yang Tersalib, tenggelam dalam ekstasi, dan dengan suara lantang menyerukan kata-kata ini sebanyak tiga kali, “Ya Tuhan - Kasih! Ya Tuhan - Kasih! Ya Tuhan - Kasih!” dengan ini hendak menyatakan bahwa kita tak akan pernah mampu memahami betapa luar biasanya kasih ilahi yang dilimpahkan atas kita, hingga Ia rela wafat demi kasih kepada kita.
II.
Ya Yesus-ku terkasih! jika aku memandang tubuh-Mu yang tergantung di atas salib, tiadalah yang aku lihat selain dari luka-luka dan darah; lalu, apabila aku mengarahkan perhatianku pada hati-Mu, aku mendapati hati-Mu sepenuhnya sengsara dan berduka. Di atas salib aku melihat ada tertulis bahwa Engkau adalah raja; tetapi tanda-tanda kerajaan apakah yang ada pada-Mu? Aku melihat tak ada tahta kerajaan, selain dari pohon salib kehinaan ini; tak ada jubah ungu, selain dari daging-Mu yang penuh luka dan darah; tak ada mahkota, selain dari anyaman onak duri yang menyiksa-Mu. Ah, betapa itu semua menyatakan bahwa Engkau adalah raja kasih! ya, sebab salib ini, paku-paku ini, mahkota ini, dan luka-luka ini, semuanya, adalah tanda kasih.
III.
Yesus, dari atas salib, tidak menuntut belas kasihan dan kasih sayang yang begitu besar dari kita; dan, jika toh Ia meminta belas kasihan kita, Ia memintanya semata-mata hanya agar belas kasihan itu menggerakkan kita untuk mengasihi-Nya. Karena Ia adalah kebaikan yang tak terbatas, sudah sepantasnyalah Ia mendapatkan segenap kasih kita; tetapi, saat tergantung di atas salib, seolah-olah Ia merindukan kita untuk mengasihi-Nya, sekurang-kurangnya karena belas kasihan kepada-Nya.
Ah, Yesus-ku, dan siapakah gerangan yang tak hendak mengasihi Engkau, sementara mengakui bahwa Engkau-lah Tuhan, dan merenungkan Engkau yang tergantung di atas salib? Oh, betapa panah-panah api tidak Engkau bidikkan kepada jiwa-jiwa dari tahta kasih itu! Oh, betapa banyak jiwa-jiwa yang tidak Engkau tarik kepada DiriMu Sendiri dari salib-Mu itu! Ya, luka-luka Yesus-ku! Ya kobaran api kasih yang memikat! leburkanlah aku juga dalam kobaran apimu, sungguh, bukan dengan api neraka yang memang sudah sepantasnya bagiku, melainkan dengan api kasih yang kudus kepada Allah yang rela wafat bagiku, dengan dihancur-binasakan dalam sengsara. Ya, Penebus-ku terkasih! terimalah kembali pendosa ini, yang menyesal telah menghina Engkau, dan yang sekarang dengan setulus hati rindu untuk mengasihi Engkau. Aku mengasihi Engkau, aku mengasihi Engkau, ya kebaikan yang tak terbatas, ya kasih yang tak terhingga. Ya Maria, ya Bunda dari kasih yang begitu agung! perolehkanlah bagiku semangat kasih yang lebih besar, guna menghabiskan diriku bagi Allah yang wafat karena kasih kepadaku.
MEDITASI XII
RABU SUCI
Kata-kata yang Disampaikan Yesus dari atas Salib
I.
Sementara Yesus di atas salib disengsarakan oleh khalayak ramai yang tak berperikemanusiaan, apakah ini yang Ia lakukan? Ia berdoa bagi mereka dengan mengatakan: Ya BapaKu, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Ya, Bapa yang Kekal, dengarkanlah Putra terkasih-Mu ini, yang dalam sakrat maut memanjatkan doa kepada-Mu memohon pengampunan bagiku juga, aku yang telah begitu sering menghina Engkau. Kemudian, Yesus berpaling kepada penyamun yang baik, yang berdoa mohon belas kasihan-Nya, dan menjawab: Pada hari ini juga engkau akan bersama-Ku di Firdaus. Oh, betapa benar apa yang dikatakan Tuhan melalui mulut Yehezkiel, bahwa apabila seorang pendosa bertobat atas dosa-dosanya, maka Ia akan menghapus dari ingatan-Nya segala pelanggaran yang telah dilakukannya: Tetapi, apabila orang fasik bertobat … Aku tidak akan mengingat-ingat segala kesalahannya.
Oh, seandainya saja benar, ya Yesus-ku, bahwa aku tidak pernah menghina Engkau! Tetapi, dosa-dosa telah kulakukan, sudilah jangan Kau ingat-ingat lagi, aku mohon pada-Mu, segala kekecewaan yang telah kuperbuat terhadap-Mu; dan, demi wafat-Mu yang pahit, yang Engkau derita demi aku, bawalah aku ke dalam kerajaan-Mu segera setelah ajal tiba; dan sementara aku hidup, kiranya kasih-Mu senantiasa meraja dalam jiwaku.
II.
Yesus, dalam sengsara-Nya di atas salib, dengan setiap bagian tubuh-Nya penuh siksa dan aniaya, dan segala dukacita dalam jiwa-Nya, mencari seseorang untuk menghibur-Nya. Ia mengarahkan pandangan-Nya kepada Bunda Maria; tetapi Bunda yang berduka, dengan segala dukacitanya itu, hanya menambah beban derita-Nya. Ia mengarahkan pandangan-Nya ke sekeliling dan tak mendapati seorang pun yang memberi-Nya penghiburan. Ia mohon penghiburan kepada BapaNya; tetapi Bapa, melihat-Nya penuh tertutup oleh dosa-dosa manusia, bahkan Ia juga meninggalkan-Nya; dan saat itulah Yesus berseru dengan suara nyaring: AllahKu, ya AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku? AllahKu, ya AllahKu, mengapakah Engkau juga meninggalkan Aku? Ditinggalkan oleh Bapa yang Kekal mengakibatkan wafat Yesus Kristus menjadi semakin pahit, lebih pahit dari yang pernah dialami siapa pun; sebab wafat-Nya adalah wafat dalam sengsara yang sempurna, dan tanpa adanya penghiburan sedikit pun.
Ya Yesus-ku! bagaimana mungkin aku dapat hidup demikian lama dalam keacuhan terhadap Engkau? Aku bersyukur kepada-Mu bahwa Engkau tidak mengacuhkan daku. Oh, aku berdoa kepada-Mu agar senantiasa tertanam dalam benakku wafat-Mu yang pahit, yang Engkau peluk demi kasih kepadaku, agar aku tidak akan pernah melupakan kasih-Mu kepadaku!
III.
Kemudian, Yesus, tahu bahwa kurban-Nya sekarang sudah selesai, mengatakan bahwa Ia haus. Kata-Nya: Aku haus. Dan para algolo lalu mengunjukkan ke mulut-Nya bunga karang yang telah dicelupkan ke dalam anggur asam dan empedu.
Tetapi, ya Tuhan, mengapakah Engkau tidak mengeluh atas begitu banyak kesakitan yang perlahan-lahan merenggut nyawa-Mu, tetapi mengeluh hanya karena Engkau haus? Ah, aku mengerti Engkau, ya Yesus-ku; haus-Mu adalah haus akan kasih; sebab Engkau amat mengasihi kami, Engkau sungguh rindu kami mengasihi-Mu. Oh, tolonglah aku untuk mengenyahkan dari hatiku segala cinta yang bukan untuk-Mu; bantulah aku untuk tidak mencintai yang lain selain dari Engkau semata, dan tak mendambakan yang lain selain dari melakukan kehendak-Mu. Ya, kehendak Tuhan! engkaulah kekasih hatiku. Ya, Bunda Maria, Bundaku! perolehkanlah bagiku rahmat untuk tidak merindukan yang lain selain dari kehendak Tuhan.
MEDITASI XIII
KAMIS PUTIH
Yesus wafat di Salib
I.
Lihatlah, bagaimana Juruselamat terkasih sekarang meregang nyawa. Lihatlah, wahai jiwaku, mata-Nya yang memikat mulai meredup, rona wajah-Nya memudar, jantung-Nya berhenti berdetak, dan tubuh kudus itu sekarang menyerahkan nyawa-Nya. Setelah Yesus mengecap anggur asam, Ia mengatakan, Sudah selesai. Kemudian Ia melihat kembali di hadapan mata-Nya kilasan segala penderitaan yang Ia alami sepanjang hidup-Nya, dalam bentuk kemiskinan, penolakan, dan aniaya; lalu, dipersembahkan-Nya semua itu kepada Bapa yang Kekal, Ia berpaling kepada-Nya dan berkata, Sudah selesai. BapaKu, lihatlah kurban wafat-Ku, karya penebusan dunia, yang Engkau percayakan kepada-Ku, sekarang sudah selesai. Dan seakan-akan, berpaling kembali kepada kita, Ia mengulangi, Sudah selesai; seolah-olah hendak dikatakan-Nya: wahai manusia, wahai manusia, kasihilah Aku, sebab Aku telah melakukan semuanya: tak ada lagi yang dapat Ku-lakukan guna mendapatkan kasihmu.
II.
Lihatlah sekarang, pada akhirnya, Yesus menghadapi sakrat maut. Marilah, hai malaikat-malaikat surga, datanglah dan tolonglah di saat wafat Raja-mu. Dan engkau, ya Bunda Maria yang berduka, adakah engkau datang mendekati salib, dan menatap lekat-lekat Putramu, sebab Ia sekarang berada di ujung maut. Lihatlah Dia, bagaimana setelah menyerahkan roh-Nya kepada Bapa-Nya yang kekal, Ia mengundang maut, memberinya ijin untuk mencabut nyawa-Nya. Datanglah, hai maut, kata-Nya kepada sang maut, bersegeralah dan laksanakanlah tugasmu; cabutlah nyawa-Ku dan selamatkanlah kawanan-Ku. Dunia sekarang berguncang, kubur-kubur terbuka, dan tabir Bait Suci terbelah dua. Kekuatan Sang Juruselamat yang meregang nyawa mulai runtuh karena sengsara yang keji; kehangatan tubuh-Nya berangsur-angsur sirna; Ia menyerahkan tubuh-Nya kepada maut; kepala-Nya jatuh lunglai ke dada-Nya; mulut-Nya ternganga dan Ia pun wafatlah: Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Orang-orang melihatnya wafat dan mengamati bahwa Ia tak lagi bergerak, mereka mengatakan, Ia telah mati, Ia telah mati; dan suara Bunda Maria bergema di antara mereka, sementara ia pula mengatakan, “Ah, Putraku, Engkau sudah wafat.”
III.
Ia sudah wafat! Ya Tuhan! siapakah gerangan itu yang telah wafat? Sang Pencipta kehidupan, Putra Tunggal Allah, Tuan atas dunia - Ia sudah wafat. Wahai maut! engkau mencengangkan surga dan segenap alam semesta. Ya kasih yang tak terhingga! Allah yang mengurbankan darah-Nya dan nyawa-Nya! Dan bagi siapakah itu semua? Bagi makhluk ciptaan-Nya yang tak tahu berterima kasih; Ia wafat dalam lautan sengsara dan kehinaan, guna membayar hukuman atas dosa-dosa manusia. Ah, kebaikan yang tak terbatas! Ah, kasih yang tak terhingga!
Ya Yesus-ku! Jadi, Engkau wafat karena kasih-Mu kepadaku! Oh, jangan pernah biarkan lagi aku hidup, bahkan sekejap pun, tanpa mengasihi Engkau! Aku mengasihi Engkau, Tuanku dan Kebaikanku satu-satunya, aku mengasihi Engkau, ya Yesus-ku, yang wafat bagiku! Ya, Bundaku Maria yang berduka! tolonglah hambamu ini, yang rindu untuk mengasihi Yesus.
MEDITASI XIV
JUMAT AGUNG
Yesus Tergantung Wafat di Salib
I.
Angkatlah matamu, hai jiwaku, dan lihatlah Manusia yang Tersalib itu. Lihatlah Anak Domba Allah yang sekarang dikurbankan di atas altar sengsara. Renungkanlah bahwa Ia adalah Putra terkasih Bapa yang Kekal; dan renungkanlah bahwa Ia wafat demi kasih-Nya kepadamu. Lihatlah, bagaimana Ia merentangkan kedua tangan-Nya untuk memelukmu; kepala-Nya tertunduk untuk memberimu cium damai; lambung-Nya terbuka untuk menerimamu dalam hati-Nya. Apakah yang hendak engkau katakan? Tidakkah Allah yang begitu mengasihi pantas engkau kasihi? Dengarkanlah kata-kata yang Ia sampaikan kepadamu dari atas salib: “Pandanglah, anak-Ku, dan lihatlah, adakah seorang di dunia ini yang mengasihi engkau lebih dari Aku mengasihimu?” Tidak, Tuhan-ku, tak seorang pun yang mengasihiku lebih dari Engkau mengasihi aku. Tetapi, balasan apakah yang akan pernah dapat aku lakukan bagi Tuhan yang telah rela wafat bagiku? Adakah kasih dari suatu makhluk ciptaan akan pernah dapat membalas kasih Pencipta-nya, yang rela wafat guna mendapatkan kasihnya?
II.
Ya Tuhan! andai seorang yang paling hina sekalipun menderita sengsara demi aku seperti Yesus Kristus menderita, dapatkah aku menahan diri untuk tidak mengasihinya? Andai aku melihat seorang yang dikoyak sehabis-habisnya dengan dera dan digantung di atas salib guna menyelamatkan hidupku, dapatkah aku bersitegar tanpa merasakan getaran kasih sedikitpun? Dan andai dibawa kepadaku gambaran akan dia, sementara ia tergantung mati di atas salib, dapatkah aku melihatnya dengan mata acuh tak acuh, sementara memikirkan: “Orang ini telah mati, dianiaya begitu rupa, demi kasih kepadaku. Andai ia tak mengasihiku, tentu ia tak akan mati.”
Ah, Penebus-ku, ya, kekasih jiwaku! Bagaimana mungkin aku akan pernah lagi dapat melupakan Engkau? Bagaimana mungkin aku akan pernah dapat berpikir bahwa dosa-dosaku telah merendahkan Engkau hingga begitu hina, dan tidak senantiasa meratapi dosa-dosa yang telah kulakukan melawan kebaikan-Mu? Bagaimana mungkin aku akan pernah dapat melihat Engkau wafat dalam sengsara di salib ini demi kasih kepadaku, dan tidak mengasihi Engkau dengan segenap kekuatanku?
III.
Ya, Penebus-ku terkasih! kiranya aku mengenali dalam luka-luka-Mu ini dan dalam tubuh-Mu yang hancur remuk, pun dalam bilur-bilur di sekujur tubuh-Mu, kasih-Mu yang begitu lemah lembut bagiku. Sebab, guna mengampuniku, Engkau tidak mengampuni DiriMu Sendiri, oh, pandanglah aku sekarang dengan kasih yang sama seperti yang Engkau lakukan dari atas salib, sementara Engkau meregang nyawa demi aku. Pandanglah aku dan terangilah aku, tariklah segenap hatiku kepada-Mu, agar sejak saat ini, aku tidak mengasihi yang lain selain dari Engkau. Jangan pernah biarkan aku melupakan wafat-Mu. Engkau pernah berjanji bahwa, apabila Engkau ditinggikan di atas salib, Engkau akan menarik seluruh hati kami kepada-Mu. Pandanglah hatiku ini, yang dilembutkan oleh wafat-Mu, dan terpikat oleh-Mu, berhasrat untuk tak lagi menolak panggilan-panggilan-Mu, Oh, tariklah hatiku kepada DiriMu, dan jadikan sepenuhnya milik-Mu Sendiri! Engkau telah wafat bagiku, dan aku rindu untuk mati bagi-Mu; dan seandainya aku hidup, aku akan hidup hanya untuk-Mu saja. O, sengsara Yesus, O kehinaan Yesus, O wafat Yesus, O kasih Yesus! tanamkanlah diri kalian dalam hatiku, dan biarkan ingatan akan kalian senantiasa tinggal di sana, senantiasa membakar dan mengobarkan aku dengan kasih. Aku mengasihi Engkau, ya kebaikan yang tak terbatas; aku mengasihi Engkau, ya kasih yang tak terhingga. Engkau adalah, dan akan senantiasa menjadi, kekasih hatiku satu-satunya. Ya Maria, Bunda Cinta kasih, perolehkanlah kasih bagiku.
MEDITASI XV
SABTU SUCI
Bunda Maria ada di Kalvari saat Yesus Wafat
I.
Di sana, dekat salib Yesus, berdiri Bunda-Nya. Kita melihat dalam Ratu Para Martir ini, suatu kemartiran yang lebih kejam daripada kemartiran lain manapun - bahwa seorang ibunda hadir demi menyaksikan Putranya yang tanpa dosa dijatuhi hukuman mati dengan tiang kehinaan: “ia berdiri”. Sejak Yesus ditangkap di taman, Ia telah ditinggalkan oleh para murid-Nya, tetapi Bunda Maria tidak meninggalkan-Nya. Ia ada bersama-Nya hingga ia menyaksikan-Nya wafat di hadapan matanya: “ia berdiri dekat salib”. Para ibu, pada umumnya, menghindarkan diri dari hadapan anak-anaknya ketika mereka harus menyaksikan anak mereka menderita, sementara dirinya tak dapat melakukan apa-apa untuk meringankan beban anaknya itu: mereka akan lebih suka andai mereka sendiri yang menanggung penderitaan anaknya; sebab itu, ketika mereka melihat anaknya menderita tanpa berdaya meringankan beban mereka, para ibu tidak memiliki kekuatan untuk menanggung dukacita yang demikian besar, dan karenanya menghindarkan diri dan pergi menjauh. Namun, tidak demikian halnya dengan Bunda Maria. Ia melihat Putranya dalam sengsara; ia melihat bahwa segala kesakitan-Nya akan menyebabkan kematian-Nya; tetapi ia tidak melarikan diri ataupun pergi menjauhkan. Sebaliknya, ia datang mendekati Salib di mana Putranya sedang meregang nyawa.
Ya, Bunda Maria yang berduka! janganlah kiranya engkau menolak aku menemanimu pada saat wafat Yesus Putramu dan Allah-ku.
II.
Ia berdiri dekat salib. Jadi, salib adalah pembaringan di mana Yesus menyerahkan nyawa-Nya; ranjang sengsara, di mana Bunda yang berduka memandangi Yesus, sekujur tubuh-Nya diliputi luka-luka akibat dera dan duri. Bunda Maria mengamati bagaimana Putranya yang malang, yang tergantung di antara tiga paku besi, tak dapat menempatkan tubuh-Nya dengan nyaman ataupun beristirahat. Betapa ingin ia meringankan beban derita Putranya; ia berharap, setidak-tidaknya, karena Ia harus wafat, diijinkan baginya agar Ia wafat dalam pelukannya. Tetapi, segala kerinduannya hanyalah sia-sia belaka. Ah, salib! katanya, kembalikanlah PutraKu! Engkau adalah tiang hukuman bagi para penjahat, sedangkan Putraku tanpa dosa.
Tetapi, ya Bunda, janganlah engkau mendukakan dirimu. Adalah kehendak Bapa yang Kekal bahwa salib tak akan menyerahkan Yesus kembali kepadamu sebelum Ia menghembuskan napas-Nya yang terakhir dan wafat. Ya, Ratu Dukacita! Perolehkanlah bagiku sesal mendalam atas dosa-dosaku.
III.
Di sana, dekat salib, berdiri BundaNya! Renungkanlah, hai jiwaku, akan Bunda Maria, sementara ia berdiri di kaki salib menyaksikan Putranya. Putranya! tetapi, ya Tuhan, betapa seorang Putra! Seorang Putra yang, sekaligus adalah Putranya dan Allahnya! seorang Putra yang sejak dari kekekalan masa telah memilihnya untuk menjadi BundaNya, dan yang mengasihinya di atas segala manusia dan segala malaikat! Seorang Putra yang begitu menawan, begitu kudus, begitu memikat hati; seorang Putra yang senantiasa taat padanya; seorang Putra yang adalah satu-satunya kekasih hatinya, sebab Ia adalah sekaligus Putranya dan Allahnya. Dan Bunda ini harus menyaksikan Putra yang sedemikian, wafat dalam sengsara tepat di hadapan matanya!
Ya Bunda Maria, ya Bunda yang paling berduka di antara segala ibunda! Aku berbelas kasihan kepada hatimu, teristimewa saat engkau menyaksikan Yesus Putramu menyerahkan Diri di atas salib, dengan mulut ternganga menghembuskan napas terakhir; dan demi kasihmu kepada Putramu ini, yang sekarang wafat demi keselamatanku, sudilah kiranya engkau menghantarkan jiwaku kepada-Nya.
Dan engkau, ya Yesus-ku, demi jasa-jasa dukacita Maria, berbelas kasihanlah kepadaku, dan anugerahkanlah kepadaku rahmat mati bagi-Mu, seperti Engkau telah wafat bagiku: “Ijinkanlah aku mati, ya Tuhan-ku” (aku mohon kepada-Mu bersama St Fransiskus dari Asisi), “demi kasih kepada-Mu, yang telah rela wafat demi kasih kepadaku.”
sumber : “The Passion and Death of Jesus Christ” by St Alphonsus de Liguori; www.redemptorists.org.uk
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|