Mengapa Darah Yesus yang Mahasuci tidak dibagikan pada saat Misa?
oleh: P. William P. Saunders*
Mengapa Darah Yesus yang Mahasuci hampir tidak pernah dibagikan dalam Perayaan Misa? Dengan tidak membagikan Darah Mahasuci, seakan-akan imam mengabaikan perintah Kristus kepada kita ketika Ia menetapkan Ekaristi pada Perjamuan Terakhir: “`Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.' Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: `Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.'”
~ seorang pembaca di Front Royal
Dalam “Sacrosanctum Concilium (Konstitusi tentang Liturgi Suci),” Konsili Vatikan II menyatakan, “Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan Korban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan Korban Salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, kenangan Wafat dan Kebangkitan-Nya: sakramen cintakasih, lambang kesatuan, ikatan cintakasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang akan datang.” (SC 47). Sembari menyatakan buah rahmat Ekaristi Kudus dan Misa dalam kehidupan rohani Katolik, Vatikan II juga mendorong umat beriman untuk secara aktif ambil bagian dalam Perayaan Misa.
Salah satu cara yang paling indah serta paling intim dimana kita dapat ikut ambil bagian dalam Perayaan Misa ialah dengan menerima Komuni Kudus, Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus Kristus. Patut kita camkan bahwa “Keseluruhan Kristus dan sakramen diterima dalam setiap rupa” (Konsili Trente, “Doktrin tentang Komuni dalam Dua Rupa dan tentang Komuni bagi Anak-anak). Umat beriman menerima seluruh buah rahmat Ekaristi dari sakramen, walaupun komuni hanya diterima dalam rupa Hosti Kudus saja, atau dalam rupa Darah Mahasuci saja, atau dalam kedua rupa. (Katekismus No. 1390).
Sambil menegaskan ajaran ini, Pedoman Umum Misale Romawi No. 281 mempertegas bahwa “arti” Komuni dinyatakan secara lebih penuh apabila diberikan dalam dua rupa, yaitu Darah Mahasuci dan Hosti Kudus, “Sebagai tanda, komuni kudus mempunyai bentuk yang lebih penuh kalau disambut dalam rupa roti dan anggur, sebab komuni-dua-rupa itu melambangkan dengan lebih sempurna perjamuan ekaristis. Juga dinyatakan dengan lebih jelas bahwa perjanjian yang baru dan kekal diikat dalam Darah Tuhan. Kecuali itu, lewat komuni-dua-rupa tampak jelas juga hubungan antara perjamuan ekaristis di dunia dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Bapa.” Dengan cara demikian, gagasan penerimaan Tubuh dan Darah Kristus dan persatuan dalam Perjamuan Mesias dinyatakan atas cara yang paling sempurna. Namun, karena umat beriman telah menerima “seluruh” Kristus dalam setiap rupa, Gereja mentaati perintah Kristus untuk menyantap Tubuh-Nya dan meminum Darah-Nya dengan memberikannya dalam salah satu rupa kepada umat, meskipun perjamuan ini menjadi paling sempurna jika diberikan dan diterima dalam dua rupa. Oleh karena alasan tersebut, Gereja tidak menetapkan bahwa Komuni harus selalu diberikan dalam dua rupa. (Perlu diingat bahwa dalam ritus Gereja-gereja Timur, imam memberikan Komuni Kudus dengan sendok untuk membagikan Hosti Kudus yang telah dicelup dengan Darah Mahasuci).
Pastilah pada masa Gereja Perdana, Komuni Kudus dibagikan dalam dua rupa. Tetapi, praktek ini secara perlahan-lahan berubah untuk menghindari “beberapa bahaya serta skandal,” sesuai Konsili Kontantinopel (1415). Alasan-alasan tersebut bermacam-macam mulai dari masalah tercecernya Darah Mahasuci pada saat dibagikan, menyangkut masalah kesehatan karena minum dari piala yang sama, kemabukan, hingga umat yang membawa lari piala-piala kudus. Meskipun demikian, beberapa wilayah Gereja tetap terus memberikan Komuni dalam dua rupa bahkan hingga abad ke-12.
Sebagian orang menentang pembagian Komuni hanya dalam satu rupa dengan alasan utama: Tidakkah Kristus Sendiri memerintahkan perjamuan dalam dua rupa? Kaum Nestorian, sebuah kelompok bidaah yang muncul sekitar permulaan tahun 400-an dan yang menolak misteri inkarnasi, menyatakan bahwa Hosti Kudus mengandung hanya Tubuh Kristus saja dan Darah Mahasuci mengandung hanya Darah-Nya saja. Menurut pemikiran mereka, seseorang baru dianggap sah menerima sakramen apabila ia menerimanya dalam dua rupa. Disinilah terletak bahayanya jika seseorang terfokus pada perlambangan penerimaan Komuni dan bukan pada substansi dari apa yang diterimanya. Kaum Nestorian dikutuk oleh Konsili Efesus (tahun 431).
Sekitar tahun 1400-an, masalah serupa timbul kembali dengan ajaran bidaah John Wyclif, John Hus, dan Jacob dari Mies. Mereka menentang dengan mengatakan bahwa jika Tubuh dan Darah Kristus hadir dalam setiap rupa, maka dengan menerima Hosti Kudus saja seseorang “memakan” Darah Kristus, dan bukan “meminum”-nya, dan oleh sebab itu melanggar perintah Kristus. Mereka juga memperdebatkan bahwa Gereja Perdana menetapkan penerimaan Komuni dalam dua rupa. Dan yang terakhir, mereka menegaskan bahwa menerima Komuni Kudus dalam dua rupa adalah wajib dan merupakan keharusan bagi keselamatan. Para pembangkang ini kemudian dikenal dengan sebutan Kaum Calixtines (berasal dari bahasa Latin “calix” artinya “piala”) atau Utraquists (dari bahasa Latin, sub utraque specie, artinya “dalam setiap rupa”).
Konsili Konstantinopel (dan kemudian Konsili Trente) mengutuk ajaran tersebut serta mempertegas bahwa Kristus hadir sepenuhnya dalam setiap rupa, dan umat beriman menerima seluruh buah rahmat Ekaristi dari sakramen, walaupun komuni hanya diterima dalam satu rupa saja. Konsili tersebut mengutip St. Paulus, yang menegaskan sahnya penerimaan dalam satu rupa saja: “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1Kor 11:27). Mengharuskan penerimaan Komuni dalam dua rupa berarti menyatakan bahwa Kristus tidak sepenuhnya hadir dalam setiap rupa, dan dengan demikian akan menghilangkan kesempatan bagi mereka yang karena suatu alasan tertentu, tidak dapat menerimanya dalam dua rupa.
Ajaran ini menjadi amat jelas bagi saya ketika saya masih seorang diakon. Dalam tugas pelayanan saya di Philadelphia, saya mengunjungi seorang wanita tua yang telah kehilangan sebagian besar mulutnya karena penyakit kanker. Ia memiliki slang makanan permanen dimana ia menuangkan cairan makanan. Ketika saya membawakan Komuni Kudus untuknya, saya akan membawakan Darah Mahasuci dalam sebuah botol kecil yang telah dikonsekrasikan pada Misa pagi, kemudian ia akan menuangkannya ke dalam slang, serta menambahkan sedikit air untuk membersihkannya. Apakah ia menerima Kristus? Pasti. Apakah ia menerima rahmat sebanyak mereka yang menerima Hosti Kudus? Pasti. Jika seseorang menerima, baik Darah Mahasuci, atau Hosti Kudus, atau kedua-duanya, ia menerima seluruh buah rahmat Ekaristi dari sakramen.
Namun demikian, pada tahun 1970, Kongregasi untuk Ibadat memberikan ijin kepada Sinode Para Uskup untuk menentukan sampai batas mana, dengan alasan-alasan apa, serta keadaan yang bagaimana, Komuni Kudus dapat diterima dalam dua rupa. “Petunjuk Umum” telah mencantumkan beberapa keadaan di mana Komuni dalam dua rupa dapat diberikan, misalnya kepada pengantin pria dan wanita dalam suatu Misa Pernikahan atau kepada para penerima Komuni Pertama.
Pada tahun 1984, Sinode Para Uskup di Amerika menetapkan bahwa kebijakan tersebut diserahkan kepada setiap keuskupan menurut kebiasaan setempat. Setiap uskup haruslah menimbang kebutuhan rohani umat di keuskupannya dengan cermat. Dalam Keuskupan Arlington, Komuni Kudus tidak dapat diberikan dalam dua rupa pada Hari Minggu dan pada Hari Raya. Kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh suatu keuskupan mengenai pemberian komuni ini, tidak seorang pun boleh menafsirkan penerimaan komuni dalam satu rupa ini sebagai pelanggaran terhadap perintah Kristus pada Perjamuan Malam Terakhir.
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Why Is the Precious Blood Not Distributed at Every Mass?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved: www.catholicherald.com
Disesuaikan dengan buku “Pedoman Umum Misale Romawi”, diterjemahkan oleh Komisi Liturgi KWI dari Institutio Generalis Missalis Romani, editio typica tertia 2000, diberi approbatio oleh Konferensi Waligereja Indonesia, dalam sidang 23-26 April 2002.
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|