YESAYA
(YESus SAyang saYA)
Desember 2007
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." ~ 1 Timotius 4:12
SELURUH HIDUP KITA HENDAKNYA MENJADI SUATU “ADVEN”
oleh: Paus Yohanes Paulus II
Liturgi Adven, yang penuh dengan seruan terus-menerus akan sukacita pengharapan datangnya Mesias, membantu kita memahami kepenuhan nilai dan makna misteri Natal. Natal bukan hanya sekedar mengenangkan peristiwa bersejarah yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu di suatu kota kecil di Yudea. Melainkan, haruslah kita pahami bahwa seluruh hidup kita hendaknya menjadi suatu “Adven”, dalam pengharapan yang siaga akan kedatangan Kristus yang terakhir. Untuk mempersiapkan hati kita menyambut Tuhan yang, seperti kita maklumkan dalam Syahadat, akan datang suatu hari kelak untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati; kita wajib belajar mengenali kehadiran-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari. Jadi, Adven adalah suatu masa pelatihan intensif yang mengarahkan kita secara pasti kepada Dia yang telah datang, yang akan datang dan yang senantiasa datang.
Dengan penghayatan-penghayatan ini, Gereja bersiap untuk mengkontemplasikan dalam ekstasi, misteri Inkarnasi. Injil mengisahkan perkandungan dan kelahiran Yesus, dan menceritakan banyak peristiwa-peristiwa penyelenggaraan ilahi yang mendahului maupun yang menyertai peristiwa yang begitu ajaib itu: kabar sukacita malaikat kepada Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis, paduan suara para malaikat di Betlehem, kedatangan para Majus dari Timur, mimpi St Yosef. Semuanya ini adalah tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian yang menggarisbawahi keilahian Kanak-kanak ini. Di Betlehem telah lahir Imanuel, Allah beserta kita.
MASA ADVEN - BELAJAR DARI TELADAN ST YOSEF
oleh: Paus Benediktus XVI
Angelus, St Peter's Square, 18 Desember 2005
Saudara dan Saudari terkasih,
Pada hari-hari terakhir Masa Adven ini, liturgi mengajak kita untuk merenungkan secara istimewa Santa Perawan Maria dan Santo Yosef, yang tinggal dalam intensitas unik sepanjang masa perkandungan dan persiapan kelahiran Yesus.
Pada hari ini, saya hendak mengarahkan pandangan saya kepada sosok St Yosef. Pada Injil hari ini, St Lukas menghadirkan Santa Perawan sebagai “seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yosef dari keluarga Daud” (bdk Lukas 1:27). Tetapi, Penginjil Matius memberikan penekanan yang terlebih besar pada bapa asuh Yesus ini, dengan menegaskan bahwa melalui dia Kanak-kanak Yesus secara sah termasuk dalam keturunan Daud dan dengan demikian menggenapi nubuat Kitab Suci bahwa Mesias yang akan datang adalah “Putra Daud”.
Namun demikian, peran St Yosef tidak dapat disempitkan hanya pada aspek legal ini. Ia adalah teladan seorang yang “tulus hati” (Mat 1:19) yang, dalam keselarasan yang sempurna dengan isterinya, menyambut Putra Allah yang menjadi manusia dan melindungi pertumbuhan manusiawi-Nya.
Itulah sebabnya amat tepat pada hari-hari menjelang Natal ini untuk membangun semacam percakapan rohani dengan St Yosef, agar ia berkenan membantu kita untuk hidup dalam kepenuhan misteri iman yang agung ini.
Di antara banyak aspek yang diuraikan dalam dokumen ini, keheningan St Yosef diberi penekanan yang istimewa. Keheningannya berakar dalam kontemplasi akan misteri Allah dalam suatu sikap penyerahan diri total kepada kehendak ilahi.
Dengan kata lain, keheningan St Yosef bukannya mengekspresikan suatu kekosongan batin, melainkan sebaliknya, kepenuhan iman yang ia miliki dalam hatinya dan yang membimbing setiap pikiran dan tindakannya.
Suatu keheningan penuh syukur dengan mana Yosef, dalam persatuan dengan Maria, memelihara Sabda Allah, yang dikenal melalui Kitab Suci, secara terus-menerus memperbandingkannya dengan peristiwa-peristiwa dalam hidup Yesus; suatu keheningan yang adalah rangkaian doa terus-menerus, suatu doa mohon berkat rahmat Tuhan, doa adorasi akan kehendak-Nya yang kudus dan doa kepercayaan sepenuhnya akan penyelenggaraan-Nya.
Tidaklah berlebihan apabila kita berpikir bahwa tepat dari “bapa-Nya”, St Yosef, Yesus belajar - pada tingkat manusia - batin yang teguh setia, yang dianggap sebagai kebenaran yang otentik, “kebenaran superior” yang kelak diajarkan-Nya kepada para murid-Nya (bdk Matius 5:20).
Marilah kita memberikan diri “dipenuhi” dengan keheningan St Yosef! Dalam dunia yang seringkali terlalu bising, yang tidak mendorong kita baik untuk merenungkan ataupun mendengarkan suara Tuhan, kita sungguh teramat membutuhkan keheningan itu. Pada masa persiapan Natal ini, marilah kita menggali permenungan batin guna menyambut dan menghadirkan Yesus dalam hidup kita sendiri.
dari Meditasi B. Anna Katharina Emmerick
mistikus, stigmatis, visionaris (1774 - 1824)
“Sembah Sujud Tiga Raja dari Timur”
INKARNASI YANG MENGAGUMKAN
oleh: St Gregorius Nazianzen, Uskup (± 330-389)
Putra Allah Sendiri, yang lebih tua dari segala abad, yang tak kelihatan, yang tak terpahami, yang adikodrati, yang adalah permulaan dari segala permulaan, terang dari segala terang, sumber hidup dan keabadian, model dari ciptaan, meterai yang tak terhapuskan, keserupaan yang sempurna, definisi dan Sabda Bapa: Dia itulah yang datang kepada ciptaan-Nya Sendiri dan mengenakan kodrat kita demi kebaikan kodrat kita, dan mempersatukan DiriNya dengan jiwa yang berakal budi demi kebaikan jiwa kita, untuk memurnikannya. Ia mengenakan pada DiriNya Sendiri semua yang manusiawi, terkecuali dosa. Ia dikandung oleh Santa Perawan Maria, yang telah terlebih dahulu dipersiapkan jiwa dan badan oleh Roh; kelahiran-Nya haruslah diperlakukan dengan hormat, keperawanan haruslah menerima penghormatan yang baru. Ia datang sebagai Tuhan, dalam kodrat manusia yang telah Ia kenakan, satu makhluk, yang terdiri dari dua unsur yang berlawanan, tubuh dan roh. Roh memberikan keilahian, daging menerimanya.
Ia yang menjadikan kaya dijadikan miskin; Ia mengenakan kemiskinan dagingku, agar aku dapat memperoleh kekayaan keallahan-Nya. Ia yang penuh dijadikan kosong; Ia dikosongkan untuk suatu masa waktu yang singkat dari kemuliaan-Nya, agar aku dapat ikut ambil bagian dalam kepenuhan-Nya. Apakah gerangan kekayaan kebaikan ini? Misteri apakah ini yang melingkupiku? Aku menerima keserupaan dengan Allah, tetapi gagal memeliharanya. Ia mengenakan dagingku, demi mendatangkan keselamatan bagi ciptaan, keabadian bagi daging. Ia masuk ke dalam persatuan kedua dengan kita, suatu persatuan yang jauh lebih mengagumkan dari yang pertama.
Kekudusan harus didatangkan bagi manusia melalui kemanusiaan yang dikenakan oleh Dia yang adalah Tuhan, agar Tuhan dapat menaklukkan tirani itu dengan kuasa-Nya dan dengan demikian membebaskan kita dan menghantar kita kembali kepada DiriNya melalui pengantaraan PutraNya. Putra melaksanakan ini demi hormat kepada Bapa, kepada siapa Putra taat sepenuhnya dalam segala hal.
Gembala Yang Baik, yang menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya, datang untuk mencari domba-domba yang tersesat di pegunungan-pegunungan dan bukit-bukit di mana kalian biasa mempersembahkan kurban. Ketika Ia menemukannya, Ia memanggulnya di atas pundak-Nya yang memanggul kayu salib, dan menghantarnya kembali kepada kehidupan surgawi.
Kristus, terang dari segala terang, mengikuti Yohanes, bentara yang mendahului-Nya. Sabda Allah mengikuti suara yang berseru-seru di padang gurun; mempelai mengikuti sahabat mempelai, yang mempersiapkan umat yang layak bagi Tuhan dengan membasuh mereka dengan air dalam persiapan bagi Roh.
Kita membutuhkan Tuhan yang mengenakan daging kita dan wafat, agar kita beroleh hidup. Kita telah mati bersama-Nya, agar kita dapat dimurnikan. Kita dibangkitkan bersama-Nya, sebab kita telah mati bersama-Nya. Kita dimuliakan bersama-Nya, sebab kita telah dibangkitkan kembali bersama-Nya.
“Jika Tuhan rindu menjumpai kita dengan menjadi seorang manusia - sungguh, menjadi seorang anak kecil, maka kita pun hendaknya juga rindu datang kepada-Nya. Marilah kita berangkat menempuh perjalanan seperti para gembala dari Betlehem, seperti para bijak dari Timur.”
~ Paus Yohanes Paulus II
|
|
“Satu hal yang terpenting: berada dekat Yesus. Kalian tahu benar bahwa pada saat kelahiran Tuhan kita, para gembala mendengar madah ilahi para malaikat surgawi. Kitab Suci memaklumkan demikian. Tetapi, tidak dinyatakan bahwa BundaNya yang perawan dan St Yosef, yang paling dekat dengan sang Bayi, mendengar suara para malaikat pun menyaksikan mukjizat-mukjizat menakjubkan. Malah sebaliknya, mereka mendengar suara tangisan Bayi; dan dalam temaram cahaya lentera, mereka melihat mata Kanak-kanak Ilahi yang basah berurai airmata, merintih dan menggigil kedinginan.
|
|
Sekarang aku bertanya kepada kalian: Tidakkah kalian lebih memilih berada dalam kandang yang gelap, bising oleh suara tangis si Bayi kecil, daripada bersama para gembala, tenggelam dalam ekstasi sukacita mendengar nyanyian merdu malaikat surgawi dan menikmati semarak keagungan ini?”
~ St Padre Pio
|
B DIONISIUS dari KELAHIRAN YESUS & B REDEMPTUS dari SALIB
Pesta: 1 Desember, Martir Indonesia
|
|
B. Dionisius
|
B. Redemptus
|
Pierre Berthelot (Jr) dilahirkan di kota pelabuhan Honfleur, Calvados, Perancis, pada tanggal 12 Desember 1600. Ia adalah yang sulung dari sepuluh anak pasangan Pierre Berthelot (Sr) dan Fleurie Morin. Ayahnya seorang dokter dan kapten kapal.
Sejak usia duabelas tahun, Pierre telah mengikuti ayahnya mengarungi samudera luas. Pada tahun 1619, ketika usianya sembilanbelas tahun, Pierre yang telah menjadi seorang pelaut ulung ikut berlayar dalam suatu ekspedisi dagang Perancis ke India sebagai ahli navigasi. Malang, kapalnya diserang VOC Belanda dan ia dibawa sebagai tawanan ke Jawa. Setelah bebas, Pierre menetap di Malaka, di mana ia bekerja pada angkatan laut Portugis. Pierre seorang yang gagah berani dan jenius; karirnya begitu gemilang. Raja Portugis menyebutnya sebagai “ahli navigasi dan pembuat peta Asia” yang luar biasa. Peta-peta laut yang dibuatnya amat terkenal, antara lain peta pulau Sumatera yang hingga kini disimpan di Museum Inggris. Ekspedisi pelayaran kerap membawanya ke Goa, India, di mana ia berkenalan dengan Biara Karmel Tak Berkasut dengan kepala biaranya, P Philip dari Trinitas. Pada tahun 1634, ketika usianya tigapuluh empat tahun, Pierre meninggalkan karirnya untuk menggabungkan diri dalam Biara Karmel. Pada tanggal 25 Desember 1636, ia mengucapkan kaulnya dan menerima nama biara Dionisius a Nativitate. Dionisius mendapat karunia kontemplasi; pada lebih dari satu kesempatan, pada saat berdoa, ia tampak dilingkupi oleh semarak surgawi. Di Biara Karmel itulah, Dionisius bertemu dengan Redemptus a Cruce.
Thomas Rodriguez da Cunha, dilahirkan di Paredes, Portugal pada tahun 1598, putera dari pasangan petani yang miskin namun saleh. Ia masuk dinas ketentaraan Portugis dan ditugaskan ke India. Pada tahun 1615, Thomas meninggalkan karirnya untuk menggabungkan diri dalam Biara Karmel di Goa. Ia menjadi seorang broeder Karmel dengan nama Redemptus a Cruce, yang melayani sebagai portir [= penjaga pintu] dan sakristan. Redemptus adalah seorang yang amat menyenangkan, bersahabat dan periang. Ketika ditugaskan pergi dalam ekspedisi ke Sumatera, ia berkelakar dengan teman-teman sebiara agar mereka melukis dirinya, kalau-kalau ia nanti wafat sebagai martir.
“SPE SALVI FACTI SUMUS”
Ensiklik Paus Benediktus XVI
“`SPE SALVI facti sumus' - kita diselamatkan dalam pengharapan, kata Santo Paulus kepada jemaat di Roma, dan juga kepada kita (Roma 8:24).” Demikian Paus Benediktus XVI mengawali ensikliknya “Spe Salvi” setebal 75 halaman. Spe Salvi diterbitkan pada tanggal 30 November 2007, pada Pesta St Andreas, ditujukan kepada para uskup, para imam, para diakon, kaum religius, dan segenap umat beriman, mengenai Pengharapan Kristiani.
Kepada khalayak ramai yang berkumpul untuk mendaraskan Doa Angelus tengah hari di Basilika St Petrus pada Hari Minggu Pertama Adven, 2 Desember 2007, Bapa Suci mengatakan bahwa Hari Minggu Pertama Adven merupakan “hari yang paling tepat untuk menawarkan kepada segenap Gereja dan segenap umat manusia yang berkehendak baik, ensiklik saya yang kedua, yang saya dedikasikan pada tema pengharapan Kristiani.”
Paus mencermati bahwa dalam Perjanjian Baru, “kata pengharapan berkaitan erat dengan kata iman.” “Pengharapan,” lanjut beliau, “adalah karunia yang mengubah hidup mereka yang menerimanya, seperti nyata dalam pengalaman begitu banyak para kudus.”
“Apakah yang terkandung dalam pengharapan ini sehingga kita dapat mengatakan bahwa `di dalamnya' kita beroleh `keselamatan'?
“Dalam pengharapan terkandung pengetahuan akan Tuhan, pengenalan akan hati-Nya sebagai Bapa yang mahabaik dan maharahim.”
“Dengan wafat-Nya di salib dan kebangkitan-Nya,” tambah Paus, “Yesus telah menyingkapkan kepada kita wajah-Nya, wajah Tuhan yang begitu rindu untuk menyampaikan kepada kita suatu pengharapan yang tak dapat binasa, suatu pengharapan yang bahkan tak dapat dihancurkan oleh maut, sebab hidup mereka yang mempercayakan diri kepada Bapa senantiasa terarah kepada pandangan akan kebahagian abadi.”
Bapa Suci juga mengamati bahwa “perkembangan ilmu pengetahuan modern telah semakin dan semakin membatasi iman dan pengharapan ke lingkup yang pribadi dan individual, begitu rupa, hingga pada masa sekarang tampak dengan sangat meyakinkan, dan terkadang bahkan dramatis, bahwa dunia membutuhkan Tuhan - Allah yang benar! - jika tidak, maka dunia akan kehilangan pengharapan.”
“Ilmu pengetahuan memang memberikan banyak sumbangan yang bermanfaat bagi kemanusiaan - tak perlu diragukan lagi - namun demikian, ilmu pengetahuan tidak dapat menebus umat manusia. Manusia ditebus oleh kasih.”
“Sebab itu, pengharapan yang agung, yakni pengharapan yang utuh dan definitif, dijamin oleh Tuhan, oleh Tuhan yang adalah kasih, yang telah melawati kita dalam Yesus yang telah memberikan nyawa-Nya bagi kita, dan dalam Yesus Ia akan kembali pada akhir jaman. Dalam Kristus kita berharap; Dia-lah yang kita nantikan!”
Bapa Suci mengakhiri pesannya dengan suatu undangan untuk mengamalkan pengharapan ini sepanjang Masa Adven “dengan karya-karya belas kasih, sebab pengharapan, seperti iman, perlu ditunjukkan dengan kasih.”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan sebagian / seluruh artikel di atas dengan mencantumkan: “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|