Surabaya Post, 2 April 2005
Ritual Pemakaman Paus
VATIKAN, sebagaimana kita tahu, adalah entitas dengan adat dan kebiasaan yang sangat kompleks. Salah satunya, ritual ketika seorang Paus, pemimpin tertinggi Katolik, meninggal dunia.
Ritual Kematian
Pengumuman kematian seorang Paus dibuat dalam bahasa Latin dan disertifikasi oleh dokter. The Camerlengo, atau pengurus rumah tangga kepausan, lalu menyerukan nama baptis Paus - “Karol” dalam kasus Paus Yohanes Paulus II - sebanyak tiga kali. Ini adalah ritual untuk memastikan bahwa Paus memang telah meninggal (dibuktikan dengan tidak adanya sahutan kala nama baptisnya dipanggil).
Di masa lalu, The Camerlengo memukulkan palu perak (tentu saja kecil) ke dahi Paus untuk memastikan bahwa beliau telah meninggal dunia, namun tidak jelas apakah praktek ini masih dilakukan kini. Setelah itu, The Camerlengo menghancurkan simbol-simbol kepausan seperti “Pescatorio” atau “cincin nelayan”, kemudian kamar Paus disegel dan upacara pemakaman pun dirancang dipimpin oleh The Camerlengo. The Camerlengo ini akan menjadi pejabat paling penting di Vatikan hingga terpilihnya Paus baru. Saat ini, Kardinal Spanyol, Eduardo Martinez Somalo (78) yang menjadi The Camerlengo sejak 1993. Di saat yang sama, bendera Vatikan dikibarkan setengah tiang dan pintu perunggu di Basilika Santo Petrus ditutup.
Masa Berkabung
Setiap Paus meninggal diikuti masa berkabung sembilan hari yang disebut “novemdiales. Upacara pemakaman dilakukan dalam masa sembilan hari setelah kematian ini. Dalam masa sebelum pemakaman, jenazah Paus disemayamkan di Kapel Clementine, kompleks Basilika Santo Petrus. Kapel Clementine ini dibangun oleh Michelangelo dan diselesaikan oleh Giacomo Della Porta. Setelah kematian Paus Yohanes Paulus I 1978 lalu, diperkirakan sekitar 750 ribu pelayat datang dalam 3 hari.
Pemakaman
Pemakaman dan penguburan jenazah Paus dilakukan antara hari keempat dan keenam sejak kematiannya, kecuali untuk “alasan-alasan khusus yang tak disebutkan.” Hal ini menurut kebiasaan sejak 1996. Sesuai kondisi cuaca, upacara pemakaman biasanya dilakukan di Lapangan Santo Petrus. Banyak para pemimpin dan tokoh dunia menghadirinya, dan tentu saja para kardinal yang nantinya bersidang memilih Paus yang baru.
Penguburan
Sebagian besar Paus dalam beberapa abad terakhir memilih dikuburkan di bawah Basilika Santo Petrus. Setelah upacara pemakaman, peti mati mereka - yang beratnya bisa mencapai
500 kg - dibawa menyusuri “pintu kematian” di bagian kiri altar utama basilika tersebut. Lalu, genta dibunyikan dan peti mati diturunkan ke dalam ruang kubur (sarkofagus) pualam dan kemudian ditutup dengan papan batu. Vatikan sendiri belum mengkonfirmasi apakah Paus Yohanes Paulus II menginginkan pemakaman seperti itu. Ada juga kabar yang menyebut Paus kelahiran Polandia ini ingin dimakamkan di Katedral Wavel, Krakow, Polandia, di samping para bangsawan Polandia.
Pertemuan Pribadi Kardinal
Rangkaian acara selanjutnya adalah, para kardinal berkumpul di Kapel Sistine. Conclave, yang berasal dari bahasa Latin berarti “dengan sebuah kunci” harus dimulai dalam kurun waktu 15-20 hari setelah kematian Paus. Di masa lalu, para kardinal ini berkumpul di tempat seadanya. Aturan conclave sangat ketat: tidak diperkenankan kontak dengan pihak luar sebelum seorang Paus terpilih. Di masa kini, semua lorong di kompleks para kardinal bertemu akan disisir guna memastikan tidak adanya alat pengintai.
Dalam balutan jubah merah darah, para kardinal ini akan melakukan misa sebelum voting digelar. Bila ada asap putih dari kertas suara yang dibakar berarti Paus baru telah terpilih. Hanya kardinal di bawah usia 80 tahun yang boleh memilih Paus baru. Paus Yohanes Paulus II mengubah aturan yang memungkinkan dipakainya mayoritas sederhana dalam menentukan Paus baru bila mayoritas 2/3 - kebiasaan tradisional - tidak didapat hingga 30 kali voting. Jika seorang Paus baru telah terpilih, ia harus mengucapkan “accepto,” atau “saya menerima” untuk menjadikan ritual itu resmi. Lalu, seorang kardinal senior akan membuka jendela tengah Basilika Santo Petrus dan mengucapkan kalimat dalam bahasa Latin yang diakhiri frase “Habemus papam” atau “Kita telah memiliki seorang Paus (baru).” (AP, spd)
|