St Yohanes Baptis Maria Vianney - 2
Santo Pelindung Para Imam Seluruh Dunia
 MEWARTAKAN SABDA
“Suatu hari, St Fransiskus dari Assisi sedang berkhotbah di suatu wilayah di mana banyak kaum bidaah. Orang-orang malang ini menutup telinga mereka agar jangan mereka mendengarnya. Maka, St Fransiskus membawa orang-orang itu ke tepi pantai, lalu memanggil ikan-ikan di laut untuk datang dan mendengarkan Sabda Allah, sebab manusia menolaknya. Ikan-ikan bermunculan di permukaan air; ikan-ikan yang besar di belakang ikan-ikan yang lebih kecil. Orang kudus itu bertanya kepada ikan-ikan, `Adakah kalian bersyukur kepada Allah yang baik karena telah menyelamatkan kalian dari gelombang pasang?' Ikan-ikan itu mengangguk-anggukkan kepala mereka. Lalu, kata St Fransiskus kepada orang banyak, `Lihatlah, ikan-ikan ini bersyukur atas kasih karunia Tuhan, sementara kalian begitu tidak tahu terima kasih, bahkan mengacuhkannya!'”
~ St Yohanes Maria Vianney
Imam dari Ars sangat cermat untuk tidak pernah melalaikan pelayanan Sabda, yang mutlak dibutuhkan dalam menghantar orang kepada iman dan pertobatan. Ia bahkan mengatakan, “Tuhan kita, yang adalah kebenaran itu sendiri, menganggap Sabda-Nya tidak kalah penting dari Tubuh-Nya.” Kita tahu betapa banyak ia menghabiskan waktu, terutama di awal karya pastoralnya, dalam bersusah payah menyusun homili-homili hari Minggu. Di kemudian hari ia mengungkapkan dirinya dengan lebih spontan, selalu dengan kepastian yang meyakinkan dan jelas, dengan perumpamaan-perumpamaan dan perbandingan-perbandingan yang diambil dari kehidupan sehari-hari sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh kawanannya yang adalah orang-orang sederhana. Kata-kata yang diucapkannya sungguh terlebih berdaya guna sebab ia menyampaikan khotbahnya dengan seluruh keberadaannya. Ia mencurahkan segenap jiwanya ke dalam jiwa-jiwa orang banyak yang mendengarkannya; ia membuat mereka percaya, berharap dan mengasihi seperti dirinya. Kata-katanya meluncur bagai anak-anak api menembusi hati, dan hati yang paling keras sekali pun akan meleleh bagaikan lilin dimakan api.
Katekesenya kepada kanak-kanak juga merupakan bagian penting dari pelayanannya; orang-orang dewasa pun segera saja dengan suka hati menggabungkan diri dengan anak-anak demi mendapatkan kesaksian iman yang tiada tara, yang mengalir dari lubuk hatinya. Mereka yang dibesarkan dalam masa Revolusi sama sekali tak tahu-menahu perihal iman; ia mengajar mereka berdoa Rosario dan suka sekali menceritakan riwayat hidup para santa santo.
Ia berani menyangkal kejahatan dalam segala bentuknya; ia tidak tinggal diam, sebab ini menyangkut keselamatan kekal umat beriman. “Celakalah imam, apabila ia berdiam diri ketika tahu Tuhan dicemarkan dan jiwa-jiwa tersesat! Apabila ia tak hendak dikutuk, dan apabila ada ketidakberesan dalam parokinya, ia wajib bertindak melampaui pendapat manusia dan dengan tanpa gentar akan dihinakan atau dibenci orang.” Walau demikian, St YM Viannay lebih suka menunjukkan sisi baik dari keutamaan daripada sisi buruk kelemahan; dan apabila ia berbicara - terkadang dengan berlinang airmata - mengenai dosa dan bahaya keselamatan, maka dengan sangat tegas dikemukakannya kelemahlembutan Tuhan yang telah dihinakan oleh manusia, dan bahagia manusia yang dikasihi Tuhan, yang bersatu erat dengan Tuhan, yang hidup di hadirat-Nya dan bagi-Nya.
St YM Vianney adalah seorang pembicara yang begitu fasih sehingga banyak imam dan juga uskup datang untuk mendengarkan khotbah-khotbahnya; begitu terang dan jelas ia mengajarkan kebenaran-kebenaran iman, sehingga para pendengarnya terpesona akan kesederhanaannya yang mencerahkan pikiran. Suatu hari ia ditanya apakah ia tidak pernah merasa takut menghadapi para pendengarnya. “Tidak,” katanya, “malah sebaliknya, semakin banyak orang, semakin senanglah aku.” Apabila ada paus, kardinal ataupun raja sekeliling mimbarnya, ia tidak akan mengatakan sesuatu lebih atau kurang dari yang seharusnya, sebab ia hanya memikirkan jiwa-jiwa, dan menghantar jiwa-jiwa ini merenungkan hanya Tuhan saja.
Tetapi, bagaimanakah dia ini, yang pernah dikeluarkan dari seminari tinggi karena dianggap bodoh, dapat memperoleh kuasa mengajar bagai salah seorang dari para Bapa Gereja? Darimanakah diperolehnya pengetahuan dan pemahaman yang luar biasa tentang Allah dan tentang jiwa-jiwa?
Imannya adalah seluruh pengetahuannya; bukunya adalah Tuhan kita Yesus Kristus. Ia mencari kebijaksanaan tidak dari mana pun selain dari Yesus Kristus, dalam sengsara-Nya, dan dalam salib-Nya. Baginya, kebijaksanaan selain daripada itu hanyalah sia-sia belaka. Ia mencarinya tidak di antara tumpukan buku perpustakaan, pula tidak di sekolah-sekolah terpelajar, melainkan dalam doa, di atas kedua lututnya, di bawah Kaki sang Guru, sembari membubuhi Kaki Ilahi-Nya dengan airmata dan kecupan. Di hadapan Sakramen Mahakudus ia memperoleh semuanya.
  DEVOSINYA KEPADA SP MARIA DAN ST PHILOMENA
“Putra memiliki keadilan-Nya, tetapi Bunda tak memiliki apa-apa kecuali kasih sayangnya. Tuhan begitu mengasihi kita sehingga Ia rela wafat bagi kita; tetapi dalam hati Kristus ada keadilan-Nya, yang adalah atribut Allah; dalam hati Santa Perawan Tersuci, tak ada yang lain selain belas kasihan. Putranya siap menghukum mereka yang berdosa, Maria menengahi, ia menahan pedang keadilan, memohon dengan sangat pengampunan bagi pendosa yang malang. `Ibu,' demikian Kristus berkata kepada Bunda-Nya, `Aku tak dapat menolak apa pun permohonanmu. Bahkan jika neraka bertobat, engkau akan beroleh pengampunan baginya.'”
~ St Yohanes Maria Vianney
“Perawan Tersuci bagaikan seorang ibunda dengan begitu banyak anak - ia terus-menerus sibuk memeriksa dan memelihara anak-anaknya satu persatu.”
~ St Yohanes Maria Vianney
St YM Vianney termasyhur karena mukjizat-mukjizatnya. Tak terhitung banyaknya yang memberi kesaksian bahwa St YM Vianney dianugerahi karunia yang luar biasa dapat membaca jiwa-jiwa, membedakan roh, dan nubuat. Petunjuk dan nasehat yang ia berikan biasanya singkat saja, tetapi mengandung daya kuasa dan pemahaman mendalam akan jiwa. Kesahajaannya menggerakkan hati banyak orang. Sekedar doa singkat, sepatah kata, atau sentuhan tangannya sudahlah cukup untuk mengadakan penyembuhan-penyembuhan ajaib. Walau demikian, yang terpenting baginya adalah penyembuhan jiwa. Dan ia tidak suka perhatian ataupun pujian yang diberikan orang kepadanya.
Demikianlah ia mengadakan suatu perjanjian dengan St Philomena, orang kudus kesayangannya, bahwa ia akan mengirimkan mereka semua yang layak disembuhkan kepada sang santa, dan sementara ia berdoa, sang santa akan melakukan apa yang perlu. Hingga saat itu, St Philomena tak banyak dikenal orang. Relikui sang santa baru saja ditemukan dalam katakomba. Sesungguhnya, St YM Vianney mulai berdevosi kepadanya hanya karena sebagian orang tidak percaya akan St Philomena.
Ia memberi kesaksian bahwa Santa Perawan Maria dan Santa Philomena menampakkan diri kepadanya sekali waktu apabila ia membutuhkan bantuan surgawi. Dan apabila orang bertanya bagaimana ia dapat memenuhi jadwalnya yang amat padat serta melelahkan, ia akan selalu menjawab, “Bersama Bunda Maria dan Santa Philomena, kami bekerjasama dengan baik.”
Kepada Santa Perawan Maria, tak henti-hentinya St YM Vianney memohon pertolongan dengan penuh kasih sayang dan kepercayaan penuh. Bunda Maria merupakan suatu alasan baginya untuk mengucap syukur. “Yesus Kristus,” katanya, “yang telah memberikan kepada kita segala yang dapat Ia berikan kepada kita, juga menghendaki kita ikut ambil bagian dalam apa yang paling berharga bagi-Nya, yaitu BundaNya yang Tersuci.”
Begitu rupa ia menerangkan Misteri-Misteri Iman, seperti Inkarnasi dan keperawanan Bunda Maria yang tanpa cela, hingga para pendengar akan mencucurkan airmata. Cinta kasihnya yang tulus mesra kepada Bunda Allah ini mendapatkan ganjaran surgawi yang setimpal. Menjelang akhir hidupnya yang penuh pemberian diri, St YM Vianney menikmati bahagia dan sukacita ketika pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX memaklumkan, “... bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal.” Orang kudus kita ini telah senantiasa memegangnya teguh sebagai kebenaran, dan sekarang Gereja menjadikannya dogma resmi!
  IDENTITASNYA SEBAGAI IMAM
“Imam adalah jantung Hati Yesus.”
~ St Yohanes Maria Vianney
“Seorang imam adalah bagaikan seorang ibu bagimu, bagaikan seorang perawat bayi yang baru berusia beberapa bulan. Ia memberinya makan - kanak-kanak itu hanya perlu membuka mulutnya. Ibu berkata kepada anaknya, `Mari sayangku, makanlah.' Imam mengatakan kepadamu, `Ambillah dan makanlah; inilah Tubuh Yesus Kristus. Kiranya Ia memeliharamu dan menghantarmu ke kehidupan yang kekal.' Oh, betapa kata-kata yang luhur! Kanak-kanak kecil meronta melawan siapa saja yang berusaha menahannya; ia membuka mulutnya yang mungil dan merentangkan kedua tangan mungilnya untuk memeluk ibunya. Jiwamu, di hadapan imam, secara alamiah melonjak kegirangan; jiwa berlari kepadanya; tetapi jiwa ditahan oleh ikatan-ikatan daging, dalam diri mereka yang memberikan segalanya bagi akal budinya, yang hidup hanya bagi tubuhnya semata.”
~ St Yohanes Maria Vianney
St YM Vianney tidak berpuas diri dengan rutinitas melaksanakan aktivitas pelayanan pastoralnya. Ia berjuang agar hatinya dan hidupnya sesuai dengan hati dan hidup Kristus.
DOA adalah jiwa dari hidupnya: doa hening dan kontemplatif, biasa dilakukannya di gereja, di bawah kaki tabernakel. Melalui Kristus, jiwanya terbuka bagi Ketiga Pribadi Allah, kepada siapa ia mempercayakan “jiwanya yang malang” hingga akhir hayat. Ia senantiasa memelihara persatuan yang terus-menerus dengan Tuhan bahkan di tengah tingkat kesibukan yang begitu padat. Ia tidak lalai mendaraskan Ofisi ataupun Rosario. Simak apa yang dikatakan Imam dari Ars tentang doa, “Semakin kita berdoa, semakin ingin kita berdoa. Bagaikan seekor ikan yang pada awalnya berenang di permukaan air, dan kemudian membenamkan diri ke dalam air, dan senantiasa semakin dalam lagi; jiwa membenamkan diri, menyelam, dan kehilangan dirinya sendiri dalam manisnya bercakap mesra dengan Allah. Waktu tak pernah terasa lama dalam doa. Aku tidak tahu apakah kita bahkan masih berharap akan surga? Ah ya!... Seekor ikan yang berenang dalam anak sungai yang kecil merasa senang, tetapi alangkah terlebih menyenangkan berenang dalam laut. Apabila berdoa, hendaknya kita membuka hati bagi Tuhan, bagaikan seekor ikan kala melihat gelombang datang. Allah yang baik tidak memerlukan kita. Ia meminta kita untuk berdoa hanya karena Ia menghendaki kebahagiaan kita, dan kebahagiaan kita hanya dapat ditemukan dalam doa. Ketika Tuhan melihat kita datang, Ia membungkukkan hati-Nya begitu rendah kepada makhluk-Nya yang kecil, seperti seorang bapa membungkuk dalam kepada kanak-kanaknya yang kecil agar dapat mendengar anak itu berbicara kepadanya.”
Semangat KEMISKINANnya sungguh luar biasa. Ia memberikan segala yang ada padanya kepada mereka yang miskin. Dan ia menolak penghormatan. Ia melahap tak lebih dari dua butir kentang rebus dalam sehari. Jika orang memberinya seketul roti, ia akan menukarnya dengan pinggiran roti dari seorang pengemis.
KEMURNIAN terpancar di wajahnya. Ia memahami nilai kemurnian demi “menemukan kembali sumber kasih yang adalah Tuhan.”
KETAATANnya kepada Kristus, yang bagi St YM Vianney meliputi ketaatan kepada Gereja dan teristimewa kepada Uskup. Ketaatan ini diwujudkannya dengan menerima beban berat seorang imam paroki, yang sering kali menakutkannya. Sebab, katanya, “Imam wajib senantiasa siap sedia menjawab kebutuhan jiwa-jiwa”; lagi, “Imam bukanlah bagi dirinya sendiri, imam adalah bagi kamu.”
Tetapi, Injil menuntut secara istimewa PENYANGKALAN DIRI, dalam menerima salib. Begitu banyak salib yang datang menghampiri Imam dari Ars ini di sepanjang pelayanannya: fitnah dari pihak orang kebanyakan, disalahmengerti oleh imam pembantu atau rekan imam lainnya, pertentangan, dan juga pergulatan misterius melawan kuasa-kuasa neraka, dan terkadang bahkan pencobaan berupa keputusasaan di tengah malam kelam jiwa.
Walau demikian, ia tidak berpuas diri dengan hanya menerima pencobaan-pencobaan ini tanpa berkeluh-kesah; ia bertindak lebih jauh dengan MATIRAGA, berpuasa terus-menerus dan mempraktekkan banyak matiraga ketat lainnya demi “menundukkan tubuhnya,” seperti dikatakan St Paulus. Tetapi apa yang harus kita lihat dengan jelas dalam matiraga ini, yang sayangnya sangat sedikit dilakukan pada masa kini, adalah motivasinya, yaitu demi kasih akan Tuhan dan demi pertobatan orang-orang berdosa. Ia keras terhadap dirinya sendiri, tetapi lembut terhadap para peniten; ia memberikan kepada mereka hanya penitensi yang ringan, katanya, “Aku memberi mereka penitensi yang ringan, selebihnya aku sendiri yang melakukannya.”
Suatu ketika imam dari Ars bertanya kepada seorang rekan imam yang patah semangat, “Engkau telah berdoa..., engkau telah menangis..., tetapi adakah engkau berpuasa, adakah engkau berjaga...? Di sini kita ingat akan peringatan yang diberikan Yesus kepada para rasul-Nya, “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.”
Singkat kata, St YM Vianney menguduskan dirinya sendiri agar dapat lebih berdaya guna dalam menguduskan yang lain. Tentu saja, pertobatan tetap merupakan rahasia hati, dan rahasia kasih karunia Allah. Dengan pelayanannya, imam hanya dapat mencerahkan orang, membimbing mereka dalam kerohanian dan memberikan sakramen-sakramen kepada mereka. Sakramen-sakramen tentu saja adalah tindakan-tindakan Kristus Sendiri, dan efektivitas sakramen tidak berkurang karena ketidaksempurnaan atau ketidaklayakan sang pelayan. Tetapi hasilnya tergantung pula pada disposisi batin mereka yang menerima sakramen itu, dan disposisi batin ini sangat didukung oleh kekudusan pribadi sang imam, dengan kesaksian hidup yang nyata, dan juga dengan pertukaran misterius jasa-jasa dalam Persekutuan Para Kudus. Seperti kata Paulus, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.” Dalam arti tertentu, St YM Vianney hendak `memaksa' Tuhan untuk menganugerahkan rahmat-rahmat pertobatan ini, tidak saja melalui doa-doanya, melainkan juga melalui kurban diri seluruh hidupnya. Ia hendak mengasihi Tuhan atas nama mereka yang tidak mengasihi-Nya, dan bahkan melakukan penitensi yang tak hendak mereka lakukan.
  GANGGUAN SETAN
“Hati orang yang jahat dikerumuni dosa bagaikan rumah semut dikerumuni semut. Bagaikan sekerat daging busuk yang penuh ulat-ulat. Apabila kita menyerahkan diri pada hawa nafsu kita, maka kita menganyam mahkota duri sekeliling hati kita. Kita bagaikan seekor tikus mondok berusia sepekan; belum lama kita melihat terang, kita telah membenamkan diri ke dalam tanah. Setan memikat kita hingga saat terakhir, bagaikan seorang malang yang dipikat sedemikian rupa sementara para tentara datang untuk menawannya. Dan apabila mereka datang, ia menangis dan meronta dengan sia-sia, sebab mereka tidak akan melepaskannya.”
~ St Yohanes Maria Vianney
Setan lebih suka dilupakan sehingga ia dapat melaksanakan karyanya dengan terlebih berhasil guna. Jika taktik ini tidak berhasil, ia akan menggunakan segala macam manifestasi guna meresahkan jiwa. Menghadapi Imam dari Ars, segala taktik ini sia-sia belaka. Karenanya, setan mengambil bentuk-bentuk lahiriah guna menggentarkan sang imam, yang berhasil dilakukannya untuk beberapa waktu lamanya. Bayangkan diri kita sekonyong-konyong diseret dari tempat tidur oleh kaki-kaki misterius, seperti yang kerap kali dialami St YM Vianney, atau mendengar teriakan-teriakan yang membuat bulu kuduk berdiri, atau mendengar setan sendiri menyanyi tengah malam. Gangguan setan yang menyiksa ini dialami Imam dari Ars sepanjang tahun 1824 hingga tahun 1858, beratus-ratus kali dalam setahun. Setelah beberapa waktu lamanya, akhirnya ST YM Vianney tidak lagi gentar; yang dapat diperbuat setan hanyalah mengurangi waktu tidurnya yang sudah sangat singkat itu hingga hanya dua sampai tiga jam saja setiap malam. Suatu hari, sekonyong-konyong pembaringannya dilalap api, tetapi tanpa hasil. Dengan amat murka, setan berkata, “Andai ada tiga imam saja sepertimu, maka kerajaanku akan hancur binasa.”
  AKHIR HIDUPNYA
“Andai kita memahami kebahagiaan kita dengan benar, kita nyaris dapat mengatakan bahwa kita lebih berbahagia dari para kudus di surga. Para kudus hidup dengan ganjaran mereka yang tak lagi dapat diperolehnya, sementara kita dapat menambah harta kita setiap saat. Perintah Allah adalah petunjuk-petunjuk yang Tuhan berikan guna menunjukkan kepada kita jalan ke surga, seperti nama-nama jalan yang ditulis di pojok-pojok jalan dan di papan-papan petunjuk, untuk menunjukkan jalan. Rahmat Tuhan membantu kita untuk berjalan dan menopang kita. Tuhan itu teramat penting bagi kita seperti tongkat penyangga bagi seorang yang timpang.”
~ St Yohanes Maria Vianney
“Bumi ini adalah sebuah jembatan untuk menyeberang; ia hanya berguna untuk menopang langkah-langkah kaki kita.... Kita ada dalam dunia ini, tetapi kita bukan dari dunia ini, sebab kita mengatakan setiap hari, `Bapa kami, yang ada di surga.' Jadi, seharusnyalah kita menanti ganjaran kita hingga kita tiba di rumah, yakni di rumah Bapa kita. Itulah sebabnya mengapa umat Kristiani yang baik menderita salib, pertentangan, sengsara, penghinaan, fitnah - semakin banyak semakin baik!... Tetapi orang kebanyakan terheran-heran akan hal ini. Tampaknya mereka beranggapan bahwa karena kita sedikit mengasihi Allah yang baik, maka seharusnya tidak akan ada yang menentang kita, tidak akan ada yang membuat kita menderita…. Kita katakan, `Ada orang yang tidak baik, namun hidupnya berhasil; tetapi aku, tak ada gunanyalah aku melakukan yang terbaik; semuanya berantakan.' Ini karena kita tidak memahami nilai dan kebahagiaan salib. Kita katakan bahwa terkadang Tuhan menghukum mereka yang dikasihi-Nya. Itu tidak benar. Pencobaan-pencobaan bukanlah penghukuman; pencobaan-pencobaan adalah rahmat bagi mereka yang dikasihi Tuhan…. Janganlah kita memikirkan kerja kerasnya, melainkan ganjarannya. Seorang pedagang tidak memikirkan kesulitan yang harus ia hadapi dalam perdagangannya, melainkan laba yang akan ia peroleh dengan itu… Apalah artinya duapuluh tahun, tigapuluh tahun, dibandingkan dengan kekekalan? Jadi, apakah yang harus kita derita? Sedikit penghinaan, sedikit penolakan, sedikit kata-kata menyakitkan; hal-hal itu tak akan membunuh kita.”
~ St Yohanes Maria Vianney
Sungguh mencengangkan bahwa Imam dari Ars yang termasyhur ini rindu menjadi seorang Carthusian dan hidup mengasingkan diri dalam keheningan kontemplasi. Tiga kali ia meninggalkan Ars demi mencari kesunyian, tetapi tiga kali dibawa kembali untuk menolong para pendosa yang terlebih banyak lagi jumlahnya yang mencarinya. Yang terakhir dibutuhkan diplomasi uskup untuk membawanya kembali.
Orang banyak tahu, dan bahkan lama sebelum wafatnya, ia telah dianggap sebagai seorang kudus, tetapi hal ini membuat Imam dari Ars tidak senang. Satu-satunya sukacitanya adalah bersembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus, yang dilakukannya sepanjang hidupnya. “Hendaknyalah kita menganggap saat-saat yang kita lewatkan di hadapan Sakramen Mahakudus sebagai saat-saat yang paling membahagiakan dalam hidup kita,” pesannya.
Pada tahun 1852, Uskup Chalandon dari Belley mengangkat Imam dari Ars sebagai seorang kanon (= imam dengan tugas-tugas khusus di suatu katedral) kehormatan. Ia dinobatkan nyaris dengan paksa dan tak pernah lagi mengenakan mozettanya. Sesungguhnya, ia menjualnya seharga 50 franc untuk suatu kepentingan amal kasih. Pada tahun 1855, pemerintah Perancis mengangkatnya sebagai seorang ksatria Legio Kehormatan. Imam dari Ars tercengang. “Andai aku mati,” keluhnya, “dan Tuhan mengatakan, `Pergilah engkau, sebab engkau telah menerima ganjaranmu di dunia.'” Maka ia bahkan bersikeras menolak medali disematkan di atas jubah usangnya.
Demikianlah St YM Vianney dengan gagah berani dan penuh kerendahan hati mengabdikan diri secara luar biasa, jiwa dan raga, selama empatpuluh tahun lamanya, hingga usianya yang ketujuhpuluh tiga tahun. Pada tanggal 29 Juli 1859, kala sedang melaksanakan rutinitasnya, ia roboh, “Aku tak dapat bertahan lagi,” katanya. Ia menerima Sakramen Terakhir dan menyambut Viaticum Kudus yang dihantarkan oleh Uskup Chalandon, “Betapa sedih rasanya menyambut Komuni Kudus untuk terakhir kalinya,” kata sang imam. Pada tanggal 4 Agustus 1859, pukul 2 dini hari, jiwanya pulang ke rumah Bapa; tepat saat itu kilat menyambar di langit dan terdengarlah suara guntur menggelegar, seolah alam turut berduka melepas kepergiannya. Jenazah St Yohanes Maria Vianney yang masih tetap utuh hingga kini disemayamkan di Ars.
Pada tahun 1905, St Paus Pius X memaklumkan Yohanes Maria Vianney sebagai beato; pada tahun 1925, Paus Pius XI memaklumkannya sebagai santo, dan kemudian pada tahun 1929 memaklumkannya sebagai Santo Pelindung Para Imam Paroki di seluruh dunia. Memperingati seratus tahun wafatnya, B. Paus Yohanes XXIII menulis sebuah ensiklik berjudul “Nostri Sacerdotii Primitias” guna menghadirkan Imam dari Ars sebagai teladan kehidupan imamat dan laku tapa, teladan semangat imamat. Memperingati seratus limapuluh tahun wafatnya, Paus Benediktus XVI mencanangkan Tahun Imam (2009 - 2010) dan memaklumkan St Yohanes Maria Vianney sebagai Santo Pelindung Para Imam Seluruh Dunia.
“Karena segala alasan di atas, St Yohanes Maria Vianney tidak akan pernah berhenti menjadi seorang saksi, yang senantiasa hidup, senantiasa relevan, akan kebenaran mengenai panggilan dan pelayanan imamat. Kita ingat akan caranya yang meyakinkan di mana ia berbicara mengenai keagungan imam dan mengenai kebutuhan mutlak akan imam. Mereka yang telah menjadi imam, mereka yang sedang mempersiapkan diri menerima tahbisan imamat dan mereka yang akan dipanggil ke jenjang imamat, hendaknya mengarahkan pandangan dan mengikuti teladan hidupnya. Kaum beriman juga akan dapat dengan lebih jelas memahami, terima kasih kepadanya, misteri Imamat para imam mereka. Tidak, figur Imam dari Ars tidak akan pernah pudar.”
~ St Yohanes Paulus II, 16 Maret 1986
Sumber: 1.“St. John Marie Vianney, Patron of Parish Priests”; www.catholictradition.org; 2.“Saints Of the Day by Katherine I. Rabenstein”; www.saintpatrickdc.org; 3.“Pope John Paul II - The Curé of Ars - 16 March 1986”; 4. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|